Hari ini kita sudah memasuki puasa Ramadan 1441 H yang ke-12 di rumah. Konsekuensi dari Social and Physical Distancing, sebagaimana juga Work From Home (WFH) dan Study From Home (SFH). Kita benar-benar ada di rumah, karena bekerja rutin pun tidak di tempat kerja. Juga tugas ke luar kota pun ditiadakan. Selama waktu 100 % berada di rumah. Model kehidupan yang tidak pernah terjadi sebelumnya Ramadan di Rumah.

Idealnya untuk menunaikan rangkaian ibadah puasa Ramadan, terutama Tarawih, itu dilaksanakan di tempat ibadah, masjid atau musala. Namun dengan memperhatikan kemaslahatan di era Covid-19, tidak harus seluruh atau sebagian agenda Ramadan dilaksanakan di masjid atau musala. Kita dapat melakukan ibadah di luar masjid atau musala, terutama di rumah. Dengan harapan kita bisa memaknai lebih terhadap semua rangkaian ibadah shiyam Ramadan tahun ini yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Sungguh karunia Allah yang tak ternilai, bahwa dengan adanya pandemi yang sangat dahsyat, sudah tersedia Teknologi Digital yang bisa menutupi kebutuhan kita, walau belum sepenuhnya.

Memang ada pandangan dari sejumlah tokoh, soal kepastian mati seseorang. Mengapa harus direspon berlebihan. Soal mati kan sudah tertulis. Dengan begitu meninggalkan tempat ibadah untuk pindah di rumah merupakan langkah mundur. Sudah tidak sholat jamaah Fardu, salat Jumat dan salat tarawih di masjid dan musala. Masjid dan musala menjadi sepi dan tidak makmur. Sudah berjalan cukup lama lebih dari sebulan sudah tidak ada Jumatan di masjid dan salat Tarawih sejak hari pertama. Keputusan untuk tidak berjamaah, awalnya tidak ada masalah. Lama-lama ada perasaan tertentu, bahwa kita perlu memikirkan ulang. Misalnya, salat Jamaah fardu atau Jumatan, tapi dengan ketat mengikuti protokol kesehatan. Utamanya menjaga jarak dan kebersihan tangan dan wajah.

Baca Juga:  Denyut Pesantren di Tanah Medan

Ada plus dan minusnya, semua rangkaian ibadah Puasa Ramadan dilaksanakan di rumah. Adapun sisi positifnya, di antaranya, (a) perasaan was-was berkurang, atau relatif merasa aman, karena terjaga dari penularan virus Corona, (2) bisa berjamaah setiap salat fardu dan Tarawih, (3) bisa tadarus Al Qur-an bersama keluarga, (4) bisa qiyamul lail bersama, (5) bisa berbuka dan sahur bersama, (6) bisa membantu menyiapkan hidangan untuk berbuka dan sahur, (7) bisa terhindar dari hal-hal yang membatalkan puasa, dan (8) Rumah semakin dingin dan sejuk, tidak panas, karena menjadi tempat yang lebih banyak untuk beribadah, apalagi membaca Al Qur-an. Pengalaman religius bersama dalam keluarga bisa berkontribusi memperkuat kesolidan bangunan institusi keluarga dan meningkatkan kasih sayang, antara tua dan anak, juga antara ibu dan bapak, serta antara anak dan anak. Hal ini sangat mahal dan sangat berharga dalam menjaga kerukunan dan keutuhan keluarga. Terjadi saling sharing pengetahuan dan pengalaman hidup dan beragama antar anggota keluarga.

Adapun sisi kelemahannya, di antaranya (1) tidak memperoleh pahala optimal dari salat berjamaah di masjid, (2) tiadanya kesempatan untuk majelis taklim, (3) tiadanya kesempatan tadarus di masjid, (4) tidak ada kesempatan berbuka bersama, di samping silaturahmi juga ada taushiyah, (5) berkurangnya silaturahmi dengan jamaah masjid, (6) berkurangnya silaturahmi dengan sahabat atau kolega secara langsung, (7) tidak bisa ikuti safari Tarawih, dan (8) tidak bisa mengisi kegiatan-kegiatan Ramadan di luar rumah.

Beberapa keterbatasan Ramadan di rumah, dapat diatasi dengan baik. Kita sangat diuntungkan dengan kemajuan IPTEK, khususnya teknologi digital, sehingga kita bisa melakukan halakah, mengaji bareng, dan khataman lewat dunia maya. Dengan menggunakan teleconference, vidioconference, Zoom meeting dsb. Dengan begitu bisa sedikit mengurangi kebosanan dan isolasi dengan yang lainnya. Karena keterbatasan waktu, dialog tidak optimal, dan tidak semua aktif, karena banyaknya partisipan. Walaupun demikian bisa juga memanfaatkan chating, kendatipun hanya beberapa yang direspon. Pemanfaatan fasilitas digital cukup baik untuk memenuhi kebutuhan kita untuk berinteraksi baik langsung maupun tidak langsung.

Baca Juga:  Ada apa dengan puasa?

Demikianlah beberapa hal yang bisa diungkap. Memang secara jujur Ramadan di Rumah dengan segala kelebihan dan keterbatasannya, serta upaya yang bisa dilakukan hingga hari ke-12 Ramadan ini dapat dirasakan baik-baik saja. Namun ada sesuatu yang hilang dan terjadi distorsi nilai Ramadan, sehingga belum bisa menikmati Ramadan yang ideal. Tentu yang patut disyukuri, kita masih sehat dan mudah-mudahan terjauhkan dari virus, dan Covid-19 segera berakhir. Dengan begitu kita segera bisa kompensasi dengan ibadah-ibadah yang baik, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Syukur-syukur jika memungkinkan, kita bisa melakukan iktikaf di Masjid dengan jumlah terbatas. Dengan ketentuan semua peserta wajib menjaga diri masing-masing untuk tidak ketularan virus. Akhirnya dengan harapan kita bisa menuju pribadi yang memiliki takwa yang lebih baik. Mudah-mudahan Ramadan di Rumah bisa memperkokoh BAITIY JANNATIY. [HW]

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah