Ramadan di Krapyak

Krapyak merupakan daerah di Yogykarta. Letaknya di dusun Krapyak Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul.  Disana terdapat sebuah Pondok Pesantren Krapyak, lembaga pendidikan agama Islam yang mencetak santri-santri menjadi seorang ulama, cendikiawan muslim. Aktivitas keagamaan menjadi nafas kehidupan di pesantren. Suara mengaji setiap paginya, dan hilir mudik santrinya menjadi latar belakang di Krapyak.

Ramadan menjadi bulan yang merindukan bagi seluruh santri. Kegiatan Pekan Kegiatan Ramadan (PKR) menjadi identitas pada seluruh santri Krapyak. Kegiatan tersebut telah mengakar dan menyatu dan telah menjadi kalender tahunan.

Pesantren Krapyak yang kini dikenal dengan Pesantren Al-Munawwir. Nama itu diberikan sebagai penghormatan kepada jasa pendiri pesantren ini, Kiai Munnawir. Jumlah Pondok Pesantren Al-Munnawir Krapyak ini sekitar 1. 4000 orang yang terbagi di beberapa kompleks.

Pesantren Al-Qur’an

Al-Qur’an menjadi identitas di pesantren. Pendirinya Kiai Munnawir Abdul Rosyad merupakan mahaguru sanad Al-Qur’an di Indonesia. Ulama-ulama Al-Qur’an tak terhintung merupakan alumnus pesantren Krapyak. Salah satu Antropolog asal Amerika Mark R. Woodward dalam menulisnya dalam Islam Jawa. Ia menyebut bahwa pesantren Krapyak mempunyai andil dalam mendidik santri di Yogyakarta.

Ramadan merupakan bulan Al-Qur’an. Pesantren ini mempunyai tradisi untuk melanjutkan warisan yang didirikan muasis ini. Diantaranya, shalat tarawih dengan mengkhatamkan 30 Juz. Kegiatan itu telah turun menurun hingga sampai saat ini dilanjutkan oleh Imam Tarawih Kh. Hamid Abdul Qodir Munnawir.

Dulu, ketika Allahurmayarham Kiai Najib Abdul Qodir masih menjadi pengasuh. Kegiatan Terawih langsung beliau yang memimpin. Targetnya, dalam shalat tarawih satu bulan khatam dua kali. Pertama, 20 hari di Bulan Ramadan. Kedua, 10 hari di Bulan Ramadan.

Kegiatan itu dimulai seperti biasanya, setelah shalat Isya. Imam langsung memulai diikuti oleh jamaahnya yang seluruh santri Krapyak. Masjid Al-Munawwir yang menampung 3 lantai dibagi menjadi dua bagian. Jamaah laki-laki dan Jamaah Perempuan. Ketika Ramadan tiba, semuanya penuh hingga meluber ke beranda masjid.

Baca Juga:  Ramadan dan Pengendalian Nafsu

Jamah bukan hanya santri yang mukim, tetapi terdiri santri kalong dari beberapa daerah yang ingin tabarukkan Al-Quran di Pesantren Krapyak. Belum lagi, aktifitas di masyarakat sekitar yang selalu partisipatif mengikuti shalat Tarawih.

Ketika, beliau Allahurmayarham Kiai Najib Abdul Qodir masih menjadi Imam. Suara fasih, lantang ketika membacakan lantunan ayat suci Al-Qur’an. Itulah menjadi magnet untuk setiap santri untuk mengikuti rangkaian kegiatan shalat tarawih di Masjid Al-Munnawir.  Itulah, menjadi pembeda. Kini, Kiai Najib telah tiada dan digantikan oleh adiknya Kiai Hamid Abdulqodir yang menjadi penerus warisan sanad Al-Qur’an  yang masih tetap dijaga.

Penutupnya, ketika rangkaian tarawih itu dengan pembacaan doa Khatmil Qur’an dan ceramah yang diisi oleh salah satu ustad di pesantren itu. Biasanya, seluruh santri dan masyarakat berbondong-bondong hadir untuk mengamini dari pengasuh Pondok Kprayak. Tak jarang, para santri atau masyarakat membawa air yang ditaruh di dekat pengimaman. Mereka yakin bahwa air doa itu memberikan khasiat untuk menyembuhkan penyakit.

Di sore hari, para santri menyibukkan untuk talaqqi Al-Qur’an. Kegiatan tallaqi merupakan belajar secara langsung yang berhadapan dengan guru. Metode ini sering disebut sebagai Mustafahah yang berarti belajar dari mulut ke mulut, atau makna mudahnya belajar Al-Qur’an, dengan memperhatikan gerak bibir guru untuk mendapatkan pengucapan makhrujul huruf dengan benar dari guru yang mengajarnya.

Para santri dengan Al-Qur’an mendengarkan secara seksama setiap Kiai melafalkan isi bacaan. Mereka memperhatikan hukum bacaan Al-Qur’an. Tak jarang para santri membawa pensil dari asrama masing-masing. Harapannya, agar kembali melafalkan dengan baik dan benar seperti yang dituntunkan oleh Kiai yang mengajar.

Tempatnya, di aula Pesantren Krapyak. Disiarkan melalui Sound Pesantren, maka suara terjelas hingga masuk di asrama-asrama. Para santri yang tidak mendapatkan tempat di Aula, maka biasanya hanya menyimak di asrama atau di beranda masjid. Kegiatan itu berlangsung 20 hari sesuai dengan program kegiatan ramadan yang tertera dalam jadwal.

Baca Juga:  Ramadan dan Ketakwaan

Setelah khatam, biasanya Kiai membacakan doa Khatmil Qur’an. Pasca itu biasanya santri buka bersama dengan mayoran atau makan bersama. Medianya adalah nampan yang terdiri dari beberapa lauk pauk yang telah disiapkan. Satu nampan terdiri dari beberapa santri. Canda tawa setiap santri menambah nikmatnya sajian berbuka puasa.

Pengajian Bandongan

Selain pengajian Al-Qur’an berbagai macam pengajian kitab kuning yang diselenggarakan di pesantren Krapyak. Beberapa komplek yang diafiliasi di pesantren turut menyelengarakan kegiatan ini. Jenis kitabnya beraneka ragam. Mulai dari kitab fiqh, aklak hingga tasawuf. Santri yang mengaji dan mengkaji mereka bebas memilih sesuai minat dan ia mengkajinya.

Di era begitu global ini, sarana akses dengan internet dengan mudah. Fiturnya Live Streaming dimanfaatkan untuk bisa mempermudah mengkaji beberapa kajian kitab kuning yang dijadwalkan. Di musim pandemi Covid-19 ini menjadi tantangan hambatan tersendiri. Pesantren Krapyak membatasi kegiatan yang melibatkan banyak jumlah yang banyak. Pengajian tidak sebanyak seperti masa normal.

Krapyak di musim Ramadan begitulah cara santri menyambutnya. Pengajian menjadi ruh utama dalam pesantren. Kegiatan khataman Al-Qur’an hingga pengajian kitab kuning menyambutnya kedatangan pesantren. Ada yang rindu yang menjadi kenangan di pesantren ini. Mereka semuanya mengikuti Ramadan dengan penuh cinta, bahagia di pesantren yang sekarang bernama: Pesantren Al-Munawwir. []

Athoilah Aly Najamudin
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Santri PP. Al-Munawir Krapyak Yogyakarta.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini