Puasa Ramadan dan Idulfitri tahun ini, 1441 H adalah unik, karena selama hidup 63 tahun tidak pernah menjumpai peristiwa dan kondisi seperti ini. Setiap tahun ya as a usual. Malah berdasarkan Sejarah Kesehatan Dunia bahwa kejadian pandemi berskala besar dan menjangkau hampir seluruh dataran dunia, terjadi setiap 1 abad. Konon pandemi Covid-19 masih terus bergerak. Kini berdasarkan informasi terakhir pada tanggal 24 Mei 2020, pukul 15.32 bahwa Covid-19 telah menjangkau 188 negara, 5.324.933 kasus Corona, 2.119.237 sembuh, dan 342.341 wafat.

Awalnya puasa dan kegiatan dirasa berat karena harus mengikuti kebijakan terkait dengan penanganan Covid-19. Adanya modifikasi dan penyesuaian ibadah dan tempatnya berdasarkan fatwa MUI dan Ormas Islam, serta Ulil Amri terkait dengan bidang Kesehatan, pendidikan, agama, aparat sipil dan negara, ekonomi, keamanan dan bidang-bidang lain yang terkait. Namun pada akhirnya dari waktu ke waktu kita bisa lakukan serangkaian ibadah di rumah, dengan mengosongkan semua masjid dan musala, yang tidak pernah terjadi selama ini. Bahkan Masjidil Haram dan Masjid Nabawai yang biasanya penuh sesak menjadi kosong melompong. Kecuali di sejumlah masjid di zona hijau masih dimungkinkan untuk bisa melaksanakan salat fardu dan Tarawih berjamaah dan di dua masjid, Haramain. Dengan tetap mengikuti Protokol Kesehatan. Walaupun semula Haramain ditutup, namun akhirnya dibuka yang hanya untuk para pekerja dan yang merawat dan menjaga sekuritinya.

Walaupun dengan segala “keterpaksaan”, Salat Fardu dan Tarawih berjamaah di rumah bisa diupayakan dengan optimal. Biasanya yang memiliki tugas dari masjid ke masjid. Kini cukup fokus di rumah. Tentu bisa menambah kasih sayang antar keluarga. Berbuka dan bersahur di rumah dengan menikmati masakan sendiri yang tidak kalah lezatnya bila dibandingkan dengan berbuka di luar. Selain itu juga bisa mengecek seberapa disiplin anggota keluarga dalam ibadahnya. Yang biasanya fokus bekerja dan belajar dari rumah kini Ramadan terfokus pada ibadah di rumah, sekaligus untuk mengukuhkan rumahku adalah surgaku. Menjadikan rumah tidak lagi menjadi tempat istirahat saja, tetapi juga untuk bekerja, belajar, dan utamanya untuk beribadah.

Baca Juga:  Puasa Effect

Selanjutnya yang biasanya tadarus dan pengajian di masjid menjelang berbuka, salat tarawih dan setelah salat subuh. Kini semuanya itu juga dianjurkan untuk dialihkan ke rumah. Bisa dibayangkan bahwa yang semula kita sepenuhnya sangat bergantung dan bertumpu pada masjid dan musala untuk aktivitas ibadah dan belajar Alquran serta belajar ilmu keislaman, kini semua dialihkan ke rumah. Di sinilah peluang kita semua untuk menjadikan rumah menjadi semakin layak untuk tempat ibadah yang tidak kalah dengan masjid dan musala. Yang menarik bahwa sekarang ada fenomena baru, bahwa Zoom Meeting bisa dimanfaatkan untuk pengajian baik dengan cara ceramah, dialog, maupun diskusi. Rumah menjadi lebih teduh dan damai serta bersinar. Rumah tidak saja untuk ibadah tetapi juga untuk tadarus. Rumah menjadi panas bagi syaitan, karena tiada henti rumah dikumandangkan bacaan Alquran juga.

Biasanya kaum mukminin di ujung akhir Ramadan melakukan iktikaf di masjid, maka puasa saat ini, kita jadikan rumah kita untuk beribadah, baca Alquran dan perbanyak zikir di rumah. Suatu yang sangat indah. Rumah benar-benar menjadi tempat untuk berkontemplasi. Melakukan muhasabah dan taqarrub ilallaah. Sesuatu yang sangat spesial. Kita lakukan di rumah kita masing-masing. Semuanya ini dilakukan sebagai konsekuensi dari kebijakan Socialand Physical Distancing untuk pencegahan penularan Covid-19. Rumah benar-benar menjadi multi fungsi. Keberhasilannya sangat tergantung pada cara kita masing-masing memaknai fungsi dan mengoptimalkan pemanfaatan rumah untuk banyak agenda yang bermanfaat. Bukan sekedar formalitas.

Memasuki malam Idulfitri, kita memiliki tradisi untuk takbir keliling. Di samping untuk memenuhi sunnahnya, banyak berzikir, juga takbir. Di samping bacaan takbir dikonsentrasikan di masjid dan musala, juga dapat menggaungkan takbir dengan keliling lingkungan baik dengan maupun berkendaraan. Tergantung kondisi masing-masing. Takbir keliling sebenarnya memiliki muatan dakwah. Tidak perlu dipertentangkan dari segi syar’iyyah-nya. Karena hakekatnya sangat dengan Fadloilul A’maal. Namun saat ini takbir keliling ditiadakan, akan tetapi pelaksanaan takbir dikendalikan dari masjid dengan soundsystem-Nya yang dikeraskan dan diikuti oleh jamaah dari depan rumah masing-masing. Suatu pemandangan dan suasana yang penuh hikmah dan hingga larut malam, dengan tetap misi dakwahnya terjaga.

Baca Juga:  Covid-19 antara Fakta dan Fiktif

Di pagi Hari Raya Idulfitri suara takbir bersaut-sautan, yang berasal dari berbagai masjid di sekitar rumah. Takbir itu mengingatkan kita untuk siap menunaikan salat Idulfitri. Biasanya para khatib dan atau imam sibuk persiapan untuk menuju dan dijemput menuju ke tempat salat Idulfitri, saat ini mereka tidak perlu sibuk, karena khutbah dan atau mengimami cukup di rumah. Biasanya Salat Idulfitri dilakukan hanya di dua modus, yaitu di Masjid dan di lapangan atau tempat terbuka. Salat Id tahun ini bisa di berbagai modus, di antaranya : di Masjid, di lapangan/tempat terbuka, di rumah, di gang (di depan rumah masing-masing), di kantor dan sebagainya. Bahkan cara dan khutbahnya disederhanakan, tanpa mengurangi rukun dan syaratnya, sehingga memudahkan umat Islam.

Nah sekarang, bagaimana setelah salat Id. Bagi ang tidak pernah mudik, tidak masalah yang berarti, karena sehabis salat Id langsung bisa sungkem ke orangtua dan para sesepuhnya langsung. Sebaliknya bagi perantau yang biasa mudik, saat ini tidak bisa mudik, karena halangan tugas dan konsekuensi PSBB. Padahal dengan mudik, kita bisa silaturahmi dengan orangtua dan keluarga besar lainnya. Walaupun demikian kita tidak perlu sedih sekali, karena kita diuntungkan oleh kemajuan iptek. Kita bisa manfaatkan Zoom Meeting untuk silaturahmi dengan orangtua dan keluarga besar. Walau berjauhan secara fisik, tetapi silaturahmi harus terus bisa diupayakan.

Yang jelas bahwa dalam menghadapi pandemi Covid-19, alhamdulillah ada kecenderungan bahwa sedikitpun semangat ibadah tidak surut. Ingat bahwa dalam menunaikan Ibadah apapun, kita perlu terus mengacu Rasulullah SAW yang bersabda, “yassiru wala tu’assiru wabasysyiru wala tunafiru“, mudahkanlah dan janganlah engkau persulit orang lain dan berilah kabar gembira pada mereka, jangan membuat mereka menjadi lari (HR. Bukhari). Ini artinya bahwa apapun kesulitan dalam menunaikan ibadah, kita telah ikhtiarkan mencari solusinya, sehingga kita umat Islam bisa melaksanakan dengan baik. Pada diri terasa tanpa ada paksaan dan kesulitan, sehingga umat kita tidak lari untuk penyelamatan diri. Kita ingat sekali bahwa Allah swt itu tidak pernah membebani hamba-Nya. Allah swt berfirman : “Allah tidak membebani seseorang kecuali yang sesuai dengan kemampuannya…” (QS Al Baqarah, 286).

Baca Juga:  Hari Jadi Cianjur Ke-344, GP Ansor Ajak Kader Perangi Covid-19

Akhirnya bahwa Ibadah Ramadan dan Idulfitri terasa dan kita jalani secara unik. Kita jalani dan hadapi semua persoalan terkait dengan sepenuh hati. Untuk mencapai tujuan kedua ibadah utama ini kita mengacu pada sumber hukum Alquran, As Sunnah, Ijmak, dan Qiyas, sehingga ditemukan cara solusi ibadah yang juga mempertimbangkan maslahat dan mudaratnya. Di samping para ulama telah berhasil menyiapkan panduan Ramadan dan Idulfitri di era Covid-19. Selanjutnya setiap Islam diberikan kebebasan untuk menentukan pilihan dan cara masing-masing sesuai dengan kondisi diri dan lingkungannya. Semoga pengalaman Ramadan dan Idulfitri yang penuh tantangan ini bisa berkontribusi untuk meningkatkan kualitas Iman dan Takwa kita. Aamiin. [HW]

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Opini

    Mentalitas Kepiting

    Beberapa kepiting diletakkan di sebuah ember. Ketika salah satunya hendak naik keluar dari ...

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah