Opini

Plus Minus Bayar Biaya Pendidikan Pakai GoPay

(Foto: Anggi Bawono/kumparan)

Perbincangan soal ojek daring (online) seakan tak ada habisnya. Apa saja perihal perusahaan penyedia ojek daring ini selalu asyik bila ditulis. Terbaru misalnya, soal keterbaruan layanan dari salah satu penyedia jasa ojek daring, Gojek. Dilansir dari laman Tempo, kini pembayaran SPP beberapa sekolah bisa dibayar pakai GoPay lewat menu GoBills.

Tidak hanya SPP, pembayaran di atas juga menerima pembayaran buku, uang seragam atau kegiatan ekstra kurikuler. Tidak hanya sekolah saja, tetapi universitas, madrasah hingga pesantren telah terdaftar menjadi mitra dan menerima pembayaran biaya pendidikan pakai GoPay lewat menu GoBills. Laman Kompas menyebutkan ada sekitar 180 lembaga pendidikan.

Terobosan ini bisa dibilang baik. Misalnya, bagi orang tua siswa yang terbilang sibuk. Tak perlu datang ke sekolah untuk mengurusi pembayaran pendidikan anaknya. Cukup isi saldo GoPay, transaksi biaya pendidikan anaknya selesai dengan ujung jari. Tak perlu kena panas, hujan, macet, dan sangat praktis. Dan, jangan lupa kuota internet untuk buka aplikasinya.

Tetapi, di sisi lain, terobosan terbaru di atas perlu dipertanyakan, khususnya kepada mas Mendikbud, Nadiem. Mengapa mas Menteri tidak membuat sendiri platform khusus untuk pembayaran pendidikan dan dikelola sendiri oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Bila Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat platform khusus secara mandiri, platform itu bisa diintegrasikan dengan data lainnya seperti rapor siswa, ijazah hingga data proses belajar mengajar lainnya. Pertanyaan ini mulai perlu ditanyakan platform pembayaran digital lainnya belum mengeluarkan fitur serupa seperti GoPay.

Alih-alih mengandalkan pihak lain untuk menyediakan sistem pembayaran, Kemendikbud idealnya bisa membangun sistem pembayaran sendiri dengan keamanan yang terjamin. Dengan membuat sistem tersebut secara mandiri, Kemendikbud akan dilihat mampu melahirkan praktik digitalisasi yang aman, nyaman serta menjadi contoh bagi kementerian lainnya. Tak hanya pembayaran SPP atau lainnya. Akan sangat futuristik bila Kemendikbud membangun sebuah sistem yang terintegrasi dengan rapor atau ijazah digital dilengkapi dengan tanda tangan digital. Dengan hal itu, peluang pemalsuan bisa diminimalisir.

Baca Juga:  Memulai Tahun Ajaran Baru Era COVID-19

Harapan di atas harusnya mulai segera direalisasi. Harapan itu didasari oleh kebiasaan perusahaan ojek daring yang “bakar uang” lewat program promo dan cashback demi menggaet antusiasme konsumen. Program bakar uang itu tentu tak masalah bagi perusahaan karena perusahaan bisa mencari investor. Namun, apakah program bakar uang itu layak diterapkan pada pembayaran pendidikan? Bila iya, lantas siapa investornya?

Wallahu a’lam.

Hanif Nanda Zakaria
Penulis Buku "Bang Ojol Menulis" Alumnus Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini