Perempuan Ulama Zahratul Qur'an

Hampir sepekan sudah kepergian raganya, namun duka yang dirasa masih tersisa. Banyak sekali yang tak menyangka, bahwa kepulangannya akan secepat ini, di saat bimbingan dan nasehatnya masih dibutuhkan oleh masyarakat.

Jutaan air mata mengantarkan kepergiannya dengan hati. Raga mereka memang tak dapat hadir mengantarkannya hingga ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Namun jiwa mereka turut mengiringinya melalui untaian doa-doa khatmil Qur’an yang ditujukan kepadanya. Jika saja tak ada pandemi yang terus menghantui, ribuan orang pasti akan berburu melihat dan mengantar kepergiannya yang abadi.

Semuanya kini kehilangan ibu yang meng-ibu. Luka dan duka yang tersisa bagi yang kehilangan, tak sebanding dengan kebahagiaannya menemui Sang Kekasih Sejati. Ketiadaan raganya di dunia itu pasti, namun jasanya pasti abadi. Tak ada yang lebih indah, selain mendoakannya dalam tiap munajat yang terpanjat.

Umi, tanpa banyak yang mengetahui, sesungguhnya beliau sudah bersiap menghadap Sang Ilahi semenjak tiga tahun yang lalu. Ketika beliau menderita sakit dan pernah merasakan detak jantung yang sempat terhenti selama beberapa detik. Beliau menyiapkan kain kafan, kain jarit, dan segala yang dibutuhkan untuk jenazahnya kelak.

Dengan segala kebutuhan yang telah dipersiapkan untuk kepulangannya, betapa itu menunjukkan bahwa beliau senantiasa telah siap dipanggil kapan saja oleh Sang Maha Kuasa. Isyarat tersebut pun menunjukkan bahwa beliau tak ingin merepotkan banyak pihak jika suatu saat kepulangannya dirasa mendadak. Semuanya telah disiapkannya sendiri dan tersimpan rapi di lemari.

Ziarah kami ke tempat peristirahatan terakhirmu mungkin tertunda karena pandemi yang menjadi hambatan. Namun, biarkan sepasang mata dan hati yang berbicara tentang luka karena kehilangan.

Umi kini telah bahagia bertemu dengan Kekasih Sejatinya, sekaligus kekasih dari yang terkasih, KH. Arwani yang merupakan guru sekaligus mertuanya, dan KH. Abdullah Salam yang merupakan ayahnya serta murid dari KH. Arwani.

Baca Juga:  RAHIMA dan Pengaderan Ulama Perempuan (PUP) Dalam Membumikan Nilai-Nilai Islam yang Adil Gender

Bunga Qur’an itu tak akan pernah layu. Ranum warnanya yang indah akan menjadi pelita di setiap jiwa murid-muridnya. Bunga Quran itu akan terus mekar indah di bilik hati anak didiknya. Raganya memang telah tiada di dunia, namun biarkan kasturi merebak dalam sanubari. [HW]

Muhim Nailul Ulya
Pelajar S3 Institut Ilmu Al-Qur'an Jakarta, dosen STAI Khozinatul Ulum Blora

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini