Opini

Penerapan Koneksi Matematis dalam Kehidupan Nyata di Indonesia 

Matematika adalah ilmu yang sering dianggap abstrak dan jauh dari kehidupan sehari-hari. Padahal, menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), ada beberapa standar capaian pembelajaran matematika yang harus dicapai oleh seorang pelajar, yaitu pemecahan masalah (problem-solving), penalaran (reasoning), komunikasi matematis, koneksi matematis, dan representasi. Dari kelima standar ini, koneksi matematis menjadi salah satu yang sangat penting, karena membantu siswa menghubungkan konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari, bidang lain, dan antar konsep dalam matematika itu sendiri. Namun, di Indonesia, penerapan koneksi matematis ini masih sangat rendah.

Menurut data TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) 2015, Indonesia menempati peringkat ke-44 dari 49 negara dengan nilai rata-rata 397, jauh di bawah rata-rata internasional sebesar 500. Hal ini menunjukkan lemahnya kemampuan siswa Indonesia dalam berbagai aspek matematika, termasuk koneksi matematis. Minimnya pemahaman terhadap koneksi matematis ini tidak hanya terlihat di tingkat pendidikan, tetapi juga dalam pengambilan keputusan kebijakan nasional yang sering kali tidak berdasarkan data dan analisis matematis.

Pentingnya Koneksi Matematis dalam Kehidupan Nyata

Koneksi matematis memungkinkan seseorang untuk menghubungkan konsep-konsep matematika dengan situasi kehidupan nyata. Sebagai contoh, dalam kebijakan pembukaan lahan sebesar 20 juta hektar di Papua, pendekatan koneksi matematis dapat digunakan untuk menilai dampak ekologis dan ekonomis dari keputusan tersebut. Data menunjukkan bahwa Papua kehilangan sekitar 663.443 hektar hutan primer selama 2001-2020, dengan rata-rata kehilangan sebesar 33.172 hektar per tahun (Global Forest Watch). Jika kerusakan hutan ini terus berlanjut, manfaat ekonomi dari pembukaan lahan tidak akan sebanding dengan kerugian ekosistem yang ditimbulkan. Sebaliknya, negara seperti Tiongkok telah memanfaatkan pendekatan matematis dalam kebijakan reforestasi. Melalui program “Great Green Wall,” Tiongkok berhasil meningkatkan tutupan hutan dari 12% pada tahun 1980 menjadi 23% pada tahun 2020, menanam lebih dari 66 miliar pohon dalam prosesnya (FAO, 2022).

Penerapan koneksi matematis dalam pengambilan keputusan juga terlihat dalam kebijakan negara-negara maju yang selalu melalui proses uji publik dan analisis dampak. Di Amerika Serikat, misalnya, setiap kebijakan besar diwajibkan melalui “Public Comment Period” selama 30-60 hari untuk mengumpulkan masukan dari masyarakat dan mengevaluasi proyeksi jangka panjang (OECD). Di Inggris, evaluasi kebijakan mencakup analisis dampak hingga lima tahun ke depan, memastikan keputusan yang diambil berbasis data yang komprehensif.

Sejarah Kebijakan Pangan di Indonesia: Sebuah Analisis Koneksi Matematis

Masalah koneksi matematis di Indonesia tidak hanya terbatas pada pendidikan atau lingkungan, tetapi juga pada kebijakan pangan. Pada era Presiden Soekarno, terjadi perubahan besar dalam pola makan masyarakat Indonesia. Sebelum masa kemerdekaan, makanan pokok masyarakat Indonesia sangat beragam, seperti singkong, jagung, dan sagu. Namun, dengan semangat sentralisasi, Soekarno memperkenalkan nasi sebagai makanan pokok nasional. Perubahan ini memaksa banyak petani mengganti tanaman lokal dengan padi, meskipun lahan yang tersedia belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan nasional.

Pada awalnya, keputusan ini bertujuan untuk mencapai swasembada pangan. Namun, kurangnya analisis koneksi matematis dalam pengambilan keputusan ini menyebabkan berbagai masalah. Ketergantungan pada nasi sebagai makanan pokok mengakibatkan deforestasi besar-besaran untuk membuka lahan sawah. Pada tahun 1964, Soekarno sendiri menyadari bahwa kebijakan ini adalah sebuah kesalahan, tetapi belum sempat melakukan evaluasi menyeluruh sebelum ia mengundurkan diri. Presiden Suharto kemudian melanjutkan kebijakan ini dengan program swasembada padi yang berhasil pada awal pemerintahan, tetapi gagal bertahan lama.

Hingga saat ini, Indonesia belum mampu mencapai swasembada pangan secara konsisten. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi beras di Indonesia mencapai 98,84 kg per kapita per tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan negara tetangga seperti Thailand (72 kg per kapita per tahun) dan Filipina (57 kg per kapita per tahun). Tingginya konsumsi beras ini menunjukkan ketergantungan yang sangat besar pada satu jenis makanan pokok, sebuah fenomena yang berakar pada kebijakan sentralisasi di masa lalu.

Solusi untuk Penerapan Koneksi Matematis

Penerapan koneksi matematis dapat menjadi kunci untuk mengatasi berbagai masalah kebijakan di Indonesia. Sebagai contoh, dana yang digunakan untuk membuka lahan baru di Papua dapat dialihkan untuk riset terkait pemanfaatan lahan gambut. Lahan gambut memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan secara ekonomis tanpa merusak ekosistem, misalnya dengan mengembangkan teknologi pengumpulan gas metana. Selain itu, pendekatan reforestasi seperti yang dilakukan di Tiongkok dapat menjadi inspirasi untuk memperbaiki kerusakan lingkungan di Indonesia.

Di sektor pendidikan, penerapan koneksi matematis harus diperkuat melalui kurikulum dan metode pembelajaran. Pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning) yang melibatkan siswa dalam menyelesaikan masalah nyata dapat membantu mereka memahami relevansi matematika dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, pelatihan bagi guru untuk mengintegrasikan koneksi matematis dalam pengajaran juga sangat penting. Misalnya, guru dapat menggunakan data statistik dari isu-isu lingkungan atau sosial untuk mengajarkan konsep-konsep matematika.

Kesimpulan

Rendahnya penerapan koneksi matematis di Indonesia menjadi salah satu penyebab lemahnya pengambilan keputusan yang berbasis data. Dari kebijakan pembukaan lahan di Papua hingga ketergantungan pada beras sebagai makanan pokok, kurangnya analisis matematis telah menyebabkan berbagai masalah jangka panjang. Padahal, koneksi matematis dapat digunakan untuk menghubungkan konsep-konsep matematika dengan isu-isu nyata, membantu menghasilkan solusi yang lebih berkelanjutan.

Untuk memperbaiki keadaan ini, pemerintah harus mengintegrasikan koneksi matematis dalam setiap proses pengambilan keputusan. Pendidikan juga harus menjadi prioritas utama, dengan memperkuat pembelajaran yang relevan dengan kehidupan nyata. Dengan langkah-langkah ini, Indonesia dapat memanfaatkan matematika sebagai alat untuk membangun masa depan yang lebih baik.

Daftar Pustaka

TIMSS & PIRLS International Study Center. “TIMSS 2015 International Results in Mathematics.”

World Resources Institute. “Global Forest Watch Papua.”

Food and Agriculture Organization (FAO). “State of the World’s Forests 2022.”

Badan Pusat Statistik (BPS). “Laporan Konsumsi Beras 2022.”

OECD. “Regulatory Policy in the United States.”

Food and Agriculture Organization (FAO). “Indonesia Food”.

Fiqhan Khoirul Alim
Mahasiswa Tadris Matematika UIN Malang dan juga santri di Pondok pesantren anwarul Huda Seorang mahasiswa matematika berjiwa sosial ig : fiqhan.alim

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini