Sudah lebih dari tiga tahun saya telah meninggalkan Malang karena kewajiban melanjutkan studi doktor di luar negeri, tepatnya di Universitas Leiden, Belanda. Saat ini saya tercatat sebagai salah satu dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. Saya bersyukur karena mendapatkan kesempatan untuk  menetap dan merasakan suasana baru yang sama sekali terasa berbeda dengan di tanah air. Selain melakukan studi doktoral di Universitas Leiden, saya juga berperan sebagai istri sekaligus ibu dari dua orang anak. Ini tentu tidaklah mudah, karena sejak lahir hingga menikah dan bekerja, saya hanya menetap di satu tempat di Kota Malang. Beruntung dengan dukungan keluarga utamanya suami yang kebetulan saat ini juga menempuh studi doktoral hukum di Universitas Leiden, Alhamdulillah sejauh ini saya dapat menjalaninya dengan baik.

Sebagaimana kita tahu, wabah pandemi virus Corona telah menelan ratusan ribu  korban meninggal dunia. Belanda juga telah kehilangan ribuan orang yang meninggal karena virus ini, memaksa pemerintah menerapkan apa yang mereka sebut sebagai intelligent lockdown. Kebijakan ini cukup membuat banyak perubahan dalam aktivitas sehari-hari. Selain kewajiban jaga jarak dan tidak boleh berkerumun,  kampus maupun sekolah diliburkan. Akibatnya, selain tetap harus menyelesaikan pekerjaan kampus di rumah, saya dan suami juga harus mendampingi anak-anak melakukan pembelajaran online. Beruntung kedua anak saya, Danis dan Shafwa bersekolah di tempat yang sama, Sekolah Negeri milik pemerintah Belanda, Lucas Van Leyden.

Di masa lockdown ini informasi, tugas ataupun materi pelajaran dapat diakses melalui web sekolah yang biasa diakses sehari-hari. Danis, yang saat ini ada di grup 4 atau setara dengan kelas 2 Sekolah Dasar di Indonesia setiap pagi menerima tugas-tugasnya melalui web.  Meski beberapa modul ada yang harus diambil di sekolah untuk selanjutnya dikerjakan anak-anak di rumah. Informasi untuk pengerjaan modulpun diberikan melalui web. Sedangkan anak kedua, Shafwa yang masih di grup 1 atau setara dengan Taman kanak-kanak juga diberi tugas dari sekolah yang menyesuaikan dengan umurnya. Tugas yang diberikan pun cukup bervariasi, mulai dari membuat katak, ulat dari origami, menggambar, mewarnai, menggunting, membuat kartu ucapan, sampai pembelajaran yang dikerjakan secara online. Setelah anak-anak menyelesaikan tugasnya, saya harus  mendokumentasikan dan mengirim tugas tersebut melalui media web itu ke gurunya. Melalui web ini guru dapat tetap terus memantau perkembangan pembelajaran anak. Sesekali guru mereka menjadwalkan pertemuan secara online beserta semua teman sekelasnya. Tidak melulu soal pelajaran tapi kesempatan bersenda gurau dengan anak lain juga dijadwalkan oleh sekolah.

Baca Juga:  COVID-19 di Pesantren Terus Meluas, Negara Harus Hadir Secara Terpadu

Satu hal yang saya syukuri dari keadaan ini adalah kesempatan untuk lebih banyak bercengkerama dengan anak. dan membuat sedikit melupakan kecemasan akan virus Corona ini. Meskipun, tidak mudah mengatur waktu seefisien dan seefektif mungkin selama masa lockdown. Hubungan keluarga semakin erat. Kami semakin intens melaksanakan salat berjamaah, mengajarkan anak mengaji, bermain dan memasak bersama anak-anak. Suatu hal yang sebelumnya sulit dilakukan karena padatnya aktivitas di kampus.

Mulai 11 Mei 2020 kemarin, pemerintah Belanda memutuskan membuka kembali sekolah dasar. Setelah cukup berhasil mengendalikan wabah melalui lockdown sejak dua bulan lalu. Kedua anak saya pun sejak itu masuk dua kali seminggu bergiliran dengan temannya. Protokol covid-19 dijalankan di Sekolah dengan membagi kelas yang berisi maksimal 30 orang menjadi 2 shift. Anak-anak diminta untuk menjaga jarak dengan temannya 3 meter dan para orang tua harus tepat waktu mengantar dan menjemput anak sekolah. Jika wabah ini terus berlangsung, nampaknya pola pendidikan terpaksa harus diubah. Meski nampak tergagap karena tidak siap dalam mengantisipasi kejadian wabah ini, nampak jika para guru dan pihak sekolah memiliki komitmen untuk menyesuaikan model pembelajaran mereka, tidak melulu melalui daring tapi juga dengan memberikan tugas yang menyenangkan kepada anak-anak. [HW]

Ruly Wiliandri
Dosen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang, Ph.D Researcher di LEAD Programme Universitas Leiden.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini