Ana ‘abdu man ‘allamani harfan, aku akan rela menjadi budak, bagi orang yang bahkan hanya mengajariku satu huruf. Papar Sayyidina Ali. Al-abb, tsatalsa. Al-abb alladzi ‘allamaka ……, bapak (orang tua) itu ada tiga macam, salah satunya adalah bapak yang mengajarimu (guru). Begitu kiranya kata hikmah dari para Ulama.
Masih banyak hadits atau kalam hikmah lain dari para Salafus Shalih yang berbicara tentang etika murid pada guru. Guru yang layak diberi penghormatan, guru yang memberikan sumbangsih besar, guru yang jasanya takkan terbalaskan, atau lainnya.
Tapi terkadang terdapat satu hal yang luput dari benak kita. Bagaimana sesungguhnya menjadi guru yang baik? Sebab tidak jarang terdapat guru yang merasa superior. Merasa memiliki kuasa atas seluruh muridnya dan merasa memiliki hak sepenuhnya, sesuai keinginannya. Alhasil, dia akan pongah pada dirinya, tidak memahami kondisi, serta sering menebar ketakutan bagi siswanya. Jika meminjam istilah Mas Menteri, tidak akan ada “kemerdekaan belajar” bagi kelompok yang memiliki guru model ini.
Maka mari kita tengok bagaimana Al-Qur’an memberikan sebuah pola menarik dalam Surat Ar-Rahman. Pola yang bisa dijadikan panduan dan strategi menjadi guru yang baik.
Jika kita cermati, bagian awal surat ini menjelaskan tentang tujuan kehidupan dan anugerah terbesar di dalamnya yakni Al-Qur’an. Seorang hamba seolah sedang dibentangkan kuasanya terhadap segala macam ciptaannya; manusia, matahari, bulan, bintang-bintang dan lain sebagainya. Seolah di bagian ini Allah sedang mengajak hamba-Nya untuk merenungi betapa agung dan dahsyat ciptaan-Nya, pun betapa luas pengetahuannya, dan hanya Allah-lah yang mampu mengatur segalanya.
Pada bagian ini, seorang guru diajarkan untuk terus menyampaikan pengetahuan, mengajak siswa untuk terus berkontemplasi, berpikir mendalam, lalu mengingat betapa besar dan luasnya ilmu Allah. Maka sungguh inilah inti dari segala macam ilmu. Ilmu apapun di dunia ini harusnya bisa diarahkan agar bisa semakin mensyukuri segala karunia Allah. Ilmu yang bermuara pada kesadaran paripurna bahwa segala macam ilmu pengetahuan, semuanya bersumber dari ilmu Allah.
Setelah diajak bersyukur dan berkontemplasi, di pertengahan surat, terdapat peringatan keras menghujam hati hingga ke bagian terdalam. Bagi orang yang enggan bersyukur atau bahkan mengabaikan perintah tuhan. Kondisi mencekam bagi penghuni neraka, hingga balasan-balasan sadis nan menakutkan di dalamnya.
Menyeramkan, menyedihkan, dan memilukan.
Namun di bagian akhir, dengan indah Allah mengungkapkan keindahan dan kesejukan surga. Bahkan tak luput pembahasan tentang para bidadari yang masih suci (لم يتمثهن إنس قبلهم ولا جآن). Hingga saat membacanya, kita akan tersenyum bahagia. Sungguh Allah maha baik dan bijaksana.
Dua bagian dari surat Ar-rahman ini adalah bagian terpenting dari strategi menjadi guru yang baik. Seorang guru adakalanya harus juga menyiapkan sebuah hukuman, bagi siswa yang tidak memenuhi kewajiban. Namun, seorang guru seharusnya tidak hanya menebar ketakutan pada siswa, membuat kehadirannya menjadi ketidaksenangan mereka, atau bahkan ia hanya ingin memberikan kesusahan bagi siswanya.
Namun hakikatnya setiap guru juga harus mampu menciptakan senyuman siswa di setiap kedatangannya. Menjadi sumber kebahagiaan bagi mereka, hingga mampu mengajak mereka agar lebih senang pada ilmu-Nya.
Itulah seorang guru sejati, sangat memahami kondisi, dan bermuara pada ilahi. Wallahu a’lam. []
[١] قال على رضى الله عنه: أنا عبد من علمنى حرفا واحدا، إن شاء باع، وإن شاء استرق
[٢] الأب ثلاثة: الأب الذي ولدك والأب الذي علمك والأب الذي نكحك