Pandangan Fikih Mengenai Penggunaan Vaksin AstraZeneca

Hasil Bahtsul Masail Lembaga Bahtsul Masail PBNU Nomor: 01 Tahun 2021 tentang Pandangan Fikih Mengenai Penggunaan Vaksin AstraZeneca.

Dasar Pemikiran

Sebagai makhluk yang mengemban amanat membangun peradaban di bumi, selain diwajibkan beribadah kepada Allah Swt., manusia juga dinyatakan sebagai makhluk terhormat. Kehormatan manusia meniscayakan manusia untuk menaati semua aturan dan ketentuan yang diatur dalam syari’at Islam. Syari’at Islam yang diyakini sangat kamil (sempurna) dan syamil (menyeluruh) mengatur seluruh perilaku dan tingkah laku manusia mukallaf. Salah satu hal yang tidak luput dari aturan syari’at Islam adalah soal makanan, minuman dan obat obatan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi. Al-Qur’an telah menetapkan ketentuan secara garis besar tentang apa yang halal dan yang haram dikonsumsi, seperti dalam firman Allah Swt. berikut:

وَيُحِلُّ لَهُمُ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ ٱلْخَبَٰٓئِثَ

“…dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk…” (QS. Al-A’raf: 157).

يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَآ اُحِلَّ لَهُمْۗ قُلْ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۙ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِّنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِيْنَ تُعَلِّمُوْنَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللّٰهُ فَكُلُوْا مِمَّآ اَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ

Mereka menanyakan kepadamu: “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?”.
Katakanlah: “Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya” (QS. Al-Maidah: 4).

Rasulullah Muhammad Saw. juga mewajibkan umatnya mencari rezeki yang halal. Beliau bersabda:

طَلَبُ الْحَلاَلِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Mencari (harta) yang halal adalah wajib bagi setiap Muslim” (HR. ath Thabarani).

Makanan halal menjadi sumber energi positif bagi lahirnya perilaku yang baik dan akhlak yang mulia. Sebaliknya, makanan yang haram menjadi sumber energi negatif bagi lahirnya perilaku yang buruk dan akhlak tercela. Daging dan darah manusia yang bersumber dari makanan dan minuman memiliki efek yang kuat terhadap pembentukan kejiwaan dan karakter manusia yang pada gilirannya berpengaruh pada nasib manusia di akhirat. Nabi Muhammad Saw. bersabda:

Baca Juga:  Bahtsul Masail: Kontekstualisasi Kitab Kuning

كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ

Setiap daging yang tumbuh dari barang haram, maka neraka itu lebih utama dengannya“. (HR.Turmudzi)

Salah satu faktor penyebab makanan atau obat-obatan haram dikonsumsi atau dimasukkan ke dalam tubuh manusia adalah karena status kenajisannya. Setiap makanan atau obat-obatan yang diyakini najis atau mutanajjis (terkena najis) sebelum disucikan, hukumnya haram untuk dikonsumsi atau dimasukkan ke dalam tubuh dalam kondisi normal (ikhtiyar). Tak hanya harus suci, sesuatu yang boleh dikonsumsi juga harus tak membahayakan manusia baik akal maupun badannya.

Itulah yang menjadi dasar pemikiran para ulama fikih untuk selalu awas bukan hanya terhadap produk makanan dan minuman melainkan juga terhadap obat atau vaksin yang akan dinjeksikan pada tubuh manusia. Para ulama fikih bukan hanya memperhatikan produk akhir sebuah vaksin melainkan juga bagaimana proses produksinya. Apakah ia diproduksi melalui proses yang dibenarkan syariat Islam sehingga mubah dikonsumsi atau disuntikkan ke dalam tubuh umat Islam? Dengan perkataan lain, apakah sebuah vaksin diproduksi dari barang najis? Ataukah dalam proses produksinya, unsur-unsurnya sempat bersentuhan dengan barang najis sehingga perlu disucikan? Dalam kasus vaksin, yang banyak ditanyakan umat Islam belakangan adalah soal kemubahan penggunaan vaksin AstraZeneca. Apakah ia mubah sehingga boleh disuntikkan ke dalam tubuh manusia (umat Islam)?

Gambaran Proses Produksi

Dunia farmasi modern mengenalkan teknologi rekayasa genom/DNA Adenovirus sebagai salah satu pilihan metode pembuatan vaksin covid 19. Dan lahirnya vaksin AstraZeneca merupakan hasil nyata dari kecanggihan teknologi tersebut.

Dalam forum Bahtsul Masail LBM PBNU, pihak AstraZeneca secara transparan telah memberikan pernyataan dan pemaparan bahwa seluruh proses pembuatan vaksin yang dilakukan pihak AstraZeneca tidak memanfaatkan bahan yang berasal dari unsur babi. Namun, sempat terjadi pemanfaatan tripsin babi untuk melepas sel inang dari wadah yang dilakukan pihak supplier (Thermo Fisher) sebelum dibeli oleh Oxford-AstraZeneca.

Jika dijelaskan secara ringkas, maka proses produksi vaksin AstraZeneca dapat dirangkum sebagai berikut:

  1. Sel HEX 293 yang dibeli sebagai bahan dasar diperbanyak sesuai kebutuhan dengan cara dilepaskan dari pelat menggunakan enzyme TrypLE TM Select, yang merupakan protease dari jamur yang dibuat secara rekombian, tidak menggunakan tripsin babi. Kemudian dilakukan proses sentrifugasi dan penambahan medium DMEM dan diinkubasi. Dan proses ini dilakukan berulang kali sampai memperoleh jumlah sel yang diinginkan.
  2. Sel yang sudah dihasilkan yang disebut Bank Sel Master kemudian diproses menjadi Bank Sel Kerja untuk produksi bahan aktif vaksin dengan cara dikultur dan diadaptasi menjadi sel suspensi kemudian dibekukan.
  3. Selanjutnya pembuatan bahan aktif vaksin skala besar dilakukan dengan cara menginfeksikan sel inang dengan bibit adenovirus dalam media berbasis air. Proses pembuatan bahan aktif dari Bank Sel Kerja tidak memanfaatkan bahan hewani. Lalu adenovirus dipanen dengan cara memecahkan sel inang dan kemudian dimurnikan, sehingga dihasilkan adenovirus murni sebagai bahan aktif vaksin. Bahan aktif vaksin ini kemudian dicampur bahan-bahan lain yang seluruhnya tidak ada yang bersumber dari hewani.
  4. Terakhir kali dilakukan filtrasi dan pengemasan dalam botol-botol kecil.
Baca Juga:  Bahtsul Masail: Kontekstualisasi Kitab Kuning
Pembahasan

Dalam forum bahtsul masail diketahui bahwa proses pengembangan sel HEX 293 oleh Thermo Fisher memanfaatkan tripsin dari unsur babi yang berfungsi memisahkan sel inang dari pelat atau media pembiakan sel, bukan sebagai campuran bahan atau bibit sel. Pelepasan sel inang dari pelat atau media pembiakan sel yang dilakukan dalam proses produksi oleh Astrazenneca tidak lagi menggunakan tripsin dari babi, melainkan dengan menggunakan enzyme TrypLE TM Select yang dibuat dari bahan yang berupa jamur. Kemudian dilakukan proses sentrifugasi untuk mengendapkan sel dan memisahkan dari medianya. Media yang sudah terpisah itu dibuang dan sel yang sudah diendapkan tadi kemudian ditambahkan media pertumbuhan baru untuk ditumbuhkan pada tempat pertumbuhan yang baru yang tidak lagi menggunakan tripsin babi.

Dengan penjelasan itu, maka dapat dikatakan bahwa pemanfaatan tripsin dari unsur babi yang dilakukan Thermo Fisher diperbolehkan karena di-ilhaq-kan pada rennet yang najis yang digunakan dalam proses pembuatan keju (al-infahah al-mushlihah lil jubn). Karena dua-duanya sama-sama bertujuan untuk ishlah. Atas dasar ini maka pemanfaatan semacam ini tergolong ma’fu (ditoleransi) sehingga sel yang dihasilkan tetap dihukum suci.

ومنها المائعات النجسة التي تضاف إلى الأدوية والروائح العطرية لإصلاحها فإنه يعفى عن القدر الذي به الإصلا قياسا على الإنفحة المصلحة للجبن

“(Termasuk najis ma’fu) adalah benda cair najis yang ditambahkan pada obat-obatan atau wewangian agar menjadi lebih baik (ishlah), maka dapat ditolerir (ma’fu) sekadar kebutuhan ishlah tersebut dengan dianalogikan dengan rennet (cairan najis hewan)yang membantu proses pembuatan keju”.[Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Ala Madzahib al-Arba’ah, [Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1403 H], juz I h. 19]

Pada tahap selanjutnya pembuatan bahan aktif vaksin skala besar dilakukan dengan cara menginfeksikan sel inang dengan bibit adenovirus dalam media berbasis air. Tahapan ini berguna untuk memastikan bahwa telah terjadi penyucian (tathhir) secara sempurna jika dalam proses sebelumnya dianggap ada unsur yang bersentuhan dengan najis, yaitu tripsin babi.

Baca Juga:  Bahtsul Masail: Kontekstualisasi Kitab Kuning

Dan tentang najis babi, forum bahtsul masail mengikuti pendapat rajih menurut al-Imam al-Nawawi yang menyatakan bahwa penyucian barang yang terkena najis babi cukup dibasuh dengan satu kali basuhan tanpa menggunakan campuran debu atau tanah.

واعلم أن الراجح من حيث الدليل أنه يكفي غسلة واحدة بلا تراب وبه قال أكثر العلماء الذين قالوا بنجاسة الخنزير وهذا هو المختار لأن الأصل عدم الوجوب حتى يرد الشرع لاسيما في هذه المسألة المبنية على التعبد

“Ketahuilah bahwa pendapat yang unggul secara dalil bahwa najis babi cukup dibasuh satu kali tanpa campuran debu.Pendapat ini disampaikan mayoritas ulama yang berpendapat bahwa babi adalah najis. Pendapat ini adalah qaul mukhtar karena pada mulanya menyucikan najis babi tak wajib dilakukan lebih dari satu kali basuhan hingga ada dalil syara’ yang menyatakan. Apalagi, masalah ini masuk ke dalam bidang ta’abbudi (dogmatif-suprarasional). [Syaraf ad-Din An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, [Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1403 H], juz II h. 286]

Kesimpulan

Mempertimbangkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa vaksin AstraZeneca adalah mubah (boleh) digunakan bukan hanya karena tidak membahayakan melainkan juga karena suci. Dengan demikian, vaksin AstraZeneca boleh disuntikkan ke dalam tubuh manusia meskipun dalam kondisi normal,apalagi dalam kondisi darurat.

Akhirnya, masyarakat tak perlu meragukan kemubahan vaksin AstraZenecaini. Bahkan, masyarakat perlu membantu pemerintah memberikan informasi yang benar tentang vaksin ini.

Demikian hasil bahtsul masail tentang “Pandangan Fikih Mengenai Penggunaan Vaksin AstraZeneca” ini disampaikan untuk menjadi pegangan warga NU khususnya dan umat Islam Indonesia umumnya. Seraya berdoa, meminta pertolongan Allah SWT, semoga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) segera bebas dari pandemi virus covid-19 ini. []

Redaksi
Redaksi PesantrenID

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Hukum