Anak-anak yang lahir di tahun 90-an seperti saya, masih sempat merasakan sedapnya tumbuh bersama lagu-lagu yang diputar lewat radio. Bangun tidur, radio memutarkan musik-musik dengan irama dan beat cepat penuh semangat. Siang hari saat pulang sekolah, waktu istirahat rebahan ditemani dengan lagu-lagu akustik yang damai. Bagian ngobrol-ngobrol penyiar radio juga tidak bisa dilewatkan. Obrolannya renyah dan sangat menghibur. Iklan-iklan di radio lebih menarik dan kreatif jika dibandingkan dengan iklan yang ada di televisi. Radio menjadi bagian kebahagiaan kehidupan saat itu.

Waktu berlalu. Zaman telah berubah. Teknologi penunjang kebahagiaan pun ikut berkembang. Radio memang belum punah, tapi orang mulai berpindah. Generasi milenial dan anak-anak Gen-Z sudah mulai lelah dengan tayangan televisi dan pemutaran lagu yang diatur. Para penonton televisi berpindah ke YouTube dan Netflix. Pada pendengar radio beralih ke joox dan spotify. YouTube, Netflix, joox, dan spotify tidak memiliki peraturan jadwal tayang. Kita yang menentukan kapan ingin menonton dan mendengarkan. Kita yang memilih mana yang ditonton dan didengar. Alasan yang masuk akal untuk meninggalkan televisi dan radio.

Selain sebagai pemutar musik, aplikasi-aplikasi seperti spotify juga memiliki podcast. Belakangan ini, orang-orang mulai menjadikan podcast sebagai pilihan hiburan, termasuk saya. Mendengarkan podcast terasa seperti bernostalgia dengan penyiar di radio tahun 2000an. Bedanya, Podcast adalah rekaman yang bisa kita putar kapanpun dan berapa kalipun. Saya melihat Podcast lebih mirip seperti YouTube. Hanya saja dalam bentuk audio, bukan video. Menyenangkan sekali bisa mendengarkan obrolan-obrolan menginspirasi sambil tetap stalking instagram, scroll timeline, atau balas chat mantan, eh?

Yang lebih membahagiakan adalah kenyataan bahwa siapapun bisa memiliki channel podcast. Itu artinya setiap orang bisa menjadi penyiar radio yang suara, perasaan, pemikiran, sampai pengalamannya bisa didengar oleh banyak orang. Saya juga melihat sudah banyak santri yang memanfaatkan platform podcast sebagai media dakwah. Ditemukan beberapa channel podcast yang berisi ceramah kiai-kiai NU seperti Kiai Mushtofa Bisri dan Gus Baha.

Baca Juga:  Saatnya Santri Memimpin (Ibu Nyai Hj. Mundjidah Wahab)

Sebagai santri putri, saya tidak ingin kehilangan kesempatan untuk ikut bergabung dalam misi dakwah islami ini. Saya coba membuat channel podcast bertajug “Ruang Ngaji”.

Ruang ngaji ini ingin saya jadikan sebuah ruang bagi santri untuk mengaji. Kita tahu bahwa beberapa tahun terakhir ini santri-santri semakin ramai membuka pengajian kitab kuning di media sosial. Saya memilih platform podcast karena merasa orang-orang bisa tetap melakukan aktivitasnya sambil mendengarkan pengajian.

Apa saja yang akan dijadikan topik pembicaraan dalam Ruang ngaji?
Saya memilih untuk membicarakan fikih-fikih ubudiyah dan muamalah yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Mungkin hal tersebut sudah biasa bagi santri, tapi akan menjadi bermakna jika yang mendengar adalah orang-orang yang belum punya kesempatan banyak untuk mengaji. Seperti 2 episode yang sudah ada dalam Ruang Ngaji. Episode tersebut membahas ibadahnya perempuan yang istihadhoh dan iddah-nya Bunga citra lestari.

Semoga dakwah para santri dihitung sebagai amal jariyah menghidupkan ilmu-ilmu agama dan dicatat sebagai bagian dari mereka yang ada dalam dawuh

خيرالناس أنفعهم للناس

Al maghfurlah simbah Yai Sahal Mahfudz pernah dawuh ” Jadi orang baik itu mudah. Kita cukup diam saja, maka kita adalah orang baik. Yang sulit adalah menjadi orang yang bermanfaat “. [HW]

Farah Firyal
Founder Fikih Female, Alumnus PP Al Falah Ploso Kediri dan Pengasuh PP Al Arifah Buntet Pesantren Cirebon

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini