Imam Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin menjelaskan Agama adalah sumber fundamental. Sedangkan politik adalah penjaganya. Sesuatu yang tidak ada sumbernya akan runtuh. Sedangkan sesuatu yang tidak ada penjaganya akan sia-sia.

Senada dengan Imam Ghazali, Imam Mawardi dalam kitab Ahkam al-Shuthaniyah menjelaskan, politik adalah sarana meneruskan fungsi kenabian dalam rangka menjaga Agama dan mengatur kehidupan dunia.

Pandangan dua imam besar Ahlussunnah Wal Jamaah di atas, khususnya komunitas Nahdlatul Ulama (NU), lebih condong kepada integrasi Agama dan politik.

Hal ini tidak lepas dari sejarah Nabi dan empat khalifah sesudahnya (Abu Bakar, Umar, Utsman, Dan Ali) yang tidak membedakan fungsi Agama Dan politik. Keduanya berjalan berdampingan.

Nabi dan empat khalifah sesudahnya adalah sosok negarawan dan agamawan yang bertugas membumikan Islam Rahmatan lil-alamin dan politik kemaslahatan yang menegakkan nilai-nilai ketuhanan, keadilan, kemanusiaan, kasih sayang, Dan kedamaian.

Sekulerisasi

Era empat khalifah sesudah Nabi berakhir ketika panggung politik Islam dikuasai Dinasti Umayyah dengan lokomotif Muawiyah yang berhasil menggulingkan kepemimpinan Ali Bin Abi Thalib.

Era Muawiyah, seorang pemimpin tidak sekaligus seorang agamawan. Raja hanya ngurus urusan politik. Sementara Agama diurusi Bidang keagamaan oleh Ulama yang kompeten.

Era sekulerisasi, dalam arti memisahkan otoritas Agama Dan politik, dimulai era Dinasti Muawiyah. Perilaku raja tidak Selalu identik dengan nilai-nilai Agama. Bahkan, politik saat itu membunuh lawan politik dengan jalan yang tidak sesuai ajaran Islam.

Bahkan, dzurriyah Nabi, keturunan dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidatina Fathimah binti Muhammad menjadi korban keganasan Dinasti Muawiyah dengan terbunuhnya Sayyid Husain di Medan Karbala.

Kepentingan kekuasaan menghalalkan segala Cara sampai menghalalkan darah keturunan Nabi yang seharusnya dimuliakan dan ditempatkan dalam posisi terhormat.

Baca Juga:  Sikap Islam dalam Menyikapi Peluang Bonus Demografi Indonesia Tahun 2030-2040

Negara Madinah

Nabi bersabda; Sebaik-baiknya kamu semua adalah Masaku, kemudian Masa yang mengiringinya (خيركم قرني ثم الذين يلونهم). Hadis ini menjadi doktrin bahwa Masa terbaik yang menjadi referensi umat Islam adalah Masa Nabi dan Khulafarur Rasyidin.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana bentuk Negara era Nabi ? Sekuler atau integrasi. Sekuler dalam pengertian memisahkan Wilayah Agama dan politik. Integrasi dalam pengertian menyatukan agama dan politik.

Ada banyak versi dalam konteks ini

Pertama, era Nabi adalah model integrasi Agama dan politik. Keduanya berjalan bersama sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Politik adalah satu doktrin agama dalam rangka Menjaga Agama itu sendiri.

Nabi melatih pasukan perang, berangkat perang, dan menjalin kerjasama dengan banyak pihak adalah ekspresi kegiatan politik Nabi yang inhern dalam tugas kenabian.

Kedua, era Nabi adalah era substansialisasi doktrin Agama dalam wilayah politik, bukan simbolisasi dan formalisasi Agama.

Nilai-nilai agama dijadikan pijakan dalam kebijakan politik yang mengarah kepada tegaknya nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan kesejahteraan masyarakat secara utuh, lahir dan batin.

Nabi tidak memberikan bentuk Negara dan modelnya. Oleh sebab itu, transisi kepemimpinan pasca Nabi berjalan secara dinamis. Pemilihan Abu Bakar berdasarkan pilihan mufakat Anshar-Muhajirin. Umar bin Khattab dipilih berdasarkan pilihan Abu Bakar. Utsman bin Affan dipilih dengan Musyawarah Ahlul Halli Wal Aqdi. Ali bin Abi Thalib dipilih juga berdasarkan Musyawarah Ahlul Halli Wal Aqdi.

Menjaga Ko-Eksistensi

Apakah Negara Madinah beraliran integrasi atau sekuler itu masih menjadi ajang perdebatan dengan argumentasi masing-masing.

Namun, yang mencolok dari Negara Madinah era Nabi adalah kuatnya kebersamaan, kekompakan, dan persaudaraan antar sesama umat manusia lintas sektoral. Umat Islam berdampingan dengan nashrani-yahudi-majusi, Dan lain-lain yang terdiri dari banyak suku, seperti Khadraj, Aus, Bani Nadhir, Dan lain-lain.

Baca Juga:  “Lockdown” Madinah ketika Perang Khandaq

Mereka mengedepankan Persatuan Nasional di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad. Urusan ibadah dikembalikan kepada masing-masing individu. Sedangkan urusan sosial, seperti keamanan, ketertiban, Dan solidaritas sosial menjadi urusan bersama yang harus diperhatikan.

Hindari Formalisasi

Negara Madinah menghindari formalisasi syariat Islam karena mencederai kepentingan umum. Formalisasi yang dimaksud adalah menggunakan hukum Islam untuk semua orang.

Hukum Islam hanya untuk umat Islam. Sedangkan Agama lain dipersilahkan memakai hukumnya sendiri.

Dalam konteks ibadah, masing-masing punya otonomi. Inilah spirit yang ditangkap dari ayat لكم دينكم ولي دين (bagimu agamamu Dan bagiku agamaku).

Kemaslahatan

Negara era Nabi betul-betul berjuang menegakkan kemaslahatan. Kemaslahatan yang dimaksud adalah mendatangkan kemanfaatan dan menolak kerusakan dalam semua aspek kehidupan.

Semua kebijakan, anggaran, dan keberpihakam Negara diorientasikan untuk kemajuan masyarakat dari berbagai aspek kehidupan, khususnya pendidikan, Ekonomi, budaya, dan politik kemanusiaan.

Semoga spirit Hijrah Nabi 1441 ini mendorong pemegang kebijakan untuk meneladani perjuangan Nabi dalam membumikan kemaslahatan kemanusiaan lintas sektoral demi realisasi kebahagiaan hakiki lahir-batin.

Dr. H. Jamal Makmur AS., M.A.
Penulis, Wakil Ketua PCNU Kabupaten Pati, dan Peneliti di IPMAFA Pati

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. […] Hijrah ini merupakan solusi terbaik Rasulullah saw dalam mengatasi kesulitannya di Makkah dalam berdakwah dan menunaikan syiar Islam di tengah-tengah kaum kafir Quraisy yang tidak berhenti dalam mengganggu dakwah Rasulullah. Di samping itu yang relatif sangat penting untuk mendapat perhatian adalah kondisi Rasulullah saw pada tahun ketigabelas kenabian yang hidup dalam kesedihan, karena ditinggal wafat pamannya Abu Tholib yang terus menemani dan melindungi dalam berjuang dan istrinya Siti Khadijah yang selalu menemani Rasulullah saw baik dalam suka maupun duka dalam menjalani perjuangannya. […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah