Telur menjadi salah satu bahan makanan yang praktis untuk disajikan. Banyak yang menyukai bahan ini, selain karena praktis juga mengandung protein yang membuat kita kenyang. Namun, ada kalanya telur yang diproduksi tidak dalam kondisi baik, semisal menjadi busuk. Jika sudah dalam kondisi busuk seperti ini, apakah telur tersebut berstatus najis?
Banyak memang yang tidak menyadari bahwa telur juga memiliki masa kadaluwarsanya sendiri. Sebagaimana bahan makanan pada umumnya, telur juga bisa berubah menjadi busuk ketika disimpan terlalu lama. Ketika sudah sampai dalam kondisi ini, ulama berbeda pendapat mengenai status najis tidaknya isi telur busuk tersebut. Menurut mayoritas ulama, telur busuk masih tergolong suci dan tidak najis. Ini merupakan pendapat ulama mazhab Hanafi, Syafi’i, serta Hanbali. Sedangkan ulama dari mazhab Maliki menganggapnya najis. Dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah (8/267) dijelaskan:
وَإِذَا تَغَيَّرَتْ بِالتَّعَفُّنِ فَقَطْ فَهِيَ طَاهِرَةٌ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ، كَاللَّحْمِ الْمُنْتِنِ، وَهِيَ نَجِسَةٌ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ
Jika telur berubah karena disebabkan faktor membusuk saja, maka statusnya tetap suci menurut ulama mazhab Hanafi, Syafi’i, serta Hanbali, sebagaimana statusnya daging yang sudah membusuk (yang berstatus suci juga). Namun telur busuk ini dalam pandangan ulama Maliki berstatus najis.
Dalam kitab Kasysyaful Qana’ (1/192) juga dijelaskan:
وَأَمَّا الْمَذِرَةُ فَذَكَرَ أَبُو الْمَعَالِي وَصَاحِبُ التَّلْخِيصِ وَقَالَهُ ابْنُ تَمِيمٍ الصَّحِيحُ طَهَارَتُهَا كَاللَّحْمِ إذَا أَنْتَنَ
Abul Ma’ali al-Juwaini, dan pengarang kitab at-Talkhis (al-Qazwaini), serta Ibnu Tamim berpendapat bahwa telur busuk menurut pendapat yang shahih dihukumi suci, sebagaimana daging yang menjadi busuk.
Demikian status telur yang sudah membusuk dari segi suci tidaknya. Namun meskipun mayoritas ulama berpendapat akan kesucian telur busuk, tetap kita tidak boleh mengkonsumsinya. Sebab, selain masuk kategori mustaqdzar (menjijikkan), juga mengkonsumsinya rentan menimbulkan dharar (bahaya) dan mafsadat (kerusakan) terutama untuk kesehatan badan. Dalam kitab Asna al-Mathalib (7/190) dijelaskan:
(فَصْلٌ يَحْرُمُ) تَنَاوُلُ (مَا يَضُرُّ) الْبَدَنَ أَوْ العَقْلَ
Haram mengkonsumsi segala hal yang membahayakan badan dan akal. Wallahu a’lam. []