Entahlah, hingga saat ini kita kerap mendapati gerombolan mabuk agama dan puber politik yang kuat membenci selama 5 tahun, serta para pengasong khilafah dari kalangan jidatis, jenggotis, cingkrangis, dan hijrahis yang masih meyakini sembari ngotot gak ketulungan bahwa khilafah adalah janji Tuhan dan warisan Nabi, sehingga mereka “jual” nama agung sang Nabi dengan lapak: Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah.

Tak pelak, bola liar yang mereka gelindingkan, siapapun yang menolak mereka berarti menolak Islam, yang menolak Islam berarti musuh Allah, halal darahnya. Sangat bau kentut narasi dan framing yang beginian.

Lantas, ketika para Kiai dan nahdliyyin mengingatkan mereka untuk setia pada Pancasila dan menerima NKRI, dengan keji mereka malah memusuhi dan memfitnah NU, “Indonesia milik Allah,” teriak mereka. Hallo, kalian waras atau masih pengin lebih lama sakau kencing onta?

Pasca khulafaur-rasyidin, dinasti-dinasti yang datang kemudian membawa wangsa kesukuan yang sangat kental, lebih kental dari kopi hitam saya, he. Nah, inilah yang hendak dihidupkan lagi oleh HT, ISIS, JAD serta ormas-ormas jahiliyah yang bercokol dan numpang hidup di Indonesia dengan jualan ayat sembari bawa pentungan dan bendera, padahal mereka tidak punya andil untuk berdirinya negara-bangsa ini.

Seandainya mereka mau sedikit lapang dada, bersabar dan merentangkan pikiran (tapi, hampir gak mungkin deh, Chyn…) untuk mengurangi konsumsi hoaks dan mulai membuka buku-buku sejarah yang mu’tabarah, segera akan terkuak fakta-fakta mengagetkan tentang anyir-ngerinya sistem khilafah yang pada gilirannya dan dengan sendirinya membuat mereka menginsyafi bahwa salah satu misi kenabian (nubuwwah) adalah menghapus kesukuan juga budaya Arab Jahiliyah yang cenderung tribalistik dan etnosentris, membunuh anak perempuan, perbudakan, memperbanyak isteri dan gundik sampai 300 orang. Serius, Bro?

Baca Juga:  Sumber Daya Pancasila

Sayyidina Abu Bakar dari suku Taimi oleh kanjeng Nabi diganti as-Shiddiq (yang jujur), Umar bin Khattab dari klan ‘Adi menanggalkan kesukuannya dan oleh Nabi Saw diganti al-Faruq (pembeda benar-salah), Utsman bin Affan al-Umawi berganti Dzun-Nurain (pemilik dua cahaya), dan Ali bin Abi Thalib al-Hasyimi oleh Nabi Muhammad diganti al-Murtadha (yang diridhoi Tuhan), begitu pula Salman al-Farisi dari Persia, oleh baginda diganti Salman Alu Muhammadi (keluarga Muhammad). Itu maknanya, bicara dan membanggakan suku sangat memalukan di zaman Nabi. Apa sebab? Kullu taqiyyin alu Muhammadin (setiap orang yang bertakwa adalah keluarga Muhammad).

Tapi anehnya, khilafah pasca mereka justru menghidupkan kembali dan membanggakan kesukuan: dinasti bani Umayyah, suku Abbasyiyah, klan Ayyubiyah, dan bahkan imperium Ottoman. Ini jelas kemunduran. Jadi, khilafah ala bani-bani itu plus yang diusung HT, ISIS, JAD, dll jelas satu kemunduran dan menghancurkan spirit elgalitarianisme yang dicanangkan Nabi. Ini jelas ingkar Sunnah, meski tidak mereka sadar-akui. Mengapa? Karena yang mereka tahu tentang Sunnah cuma dua, jenggot dan poligami!

Kalau menoleh lebih jauh lagi ke belakang, rentetan peperangan pra Islam adalah perang suku alias tribalisme, perang rebutan akses politik dan lapak-lapak ekonomi. Sementara itu, 9 kali perang yang dilakukan Nabi Muhammad Saw bersama kaum muslimin adalah semata karena diperangi, itupun setelah diplomasi gagal, merebak pengkhianatan dan mengingkari perjanjian damai.

Perlu diketahui bahwa perang baginda Nabi bukan ofensif (thalabi), tapi defensif (difa’i). Rasulullah Saw juga selalu menghindari perang di tengah kota, sehingga perang-perang beliau terjadi di lembah (Badar), di bukit (Uhud), di benteng (Khaibar), di parit (Khandaq).

Beliau juga melarang kaum perempuan, orang tua, anak-anak serta penyandang disabilitas ikut terjun ke medan jihad. Terpaksa saya katakan, ini pelajaran tingkat dasar di pesantren-pesantren NU, sejarah Nabi yang benar telah diajarkan bahkan sebelum saya lulus Madrasah Diniyah Ibtidaiyah (setingkat SD).

Baca Juga:  Tiga Peran Besar Pesantren bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia

Fakta benderang di atas adalah pukulan telak bagi gerombolan penyembah khilafah yang sok ingin perang, sedikit-sedikit takbir dan teriak jihad. Para jidatis, jenggotis, cingkrangis, sebagian cadaris dan hijrahis defisit ilmu dan cuti nalar sekali lagi lupa bahwa Nabi Muhammad Saw adalah Nabi yang penuh cinta-kasih (Nabiyyur-rahmah). Memang, ada ayat-ayat perang (musayifah) dalam Kitab Suci, tapi jangan lupa ayat-ayat tentang perdamaian (musalimah) lebih banyak. Inilah akibatnya kalau belajar agama bukan pada ahlinya, tapi mengklaim paling ahli dan ngerti agama. Jauh panggang daripada api. Kopi masih ada kan? Lanjut.

Pertanyaannya, jika terpaksa angkat senjata, dalam rangka apa? Kalau Nabi, jelas karena beliau diintimidasi, diusir dan berkali-kali diperangi! Lagi pula, perang sudah bukan dengan panah dan pedang, juga tak lagi naik kuda seperti yang mereka khayalkan. Inilah mengapa 821 ayat dalam Al-Qur’an bicara tentang ilmu pengetahuan, jauh lebih buuuanyak dari pada ayat tentang ibadah dan perang. Toh perang kemerdekaan ya santri-santri dan para nasionalis yang paling berani menyabung nyawa mengusir penjajah, lha meraka ke mana saja dari dulu, tiba-tiba teriak khilafah!

Malah, kabar terbaru, setelah NU kian mengibarkan sarung dengan ratusan perguruan tinggi, rumah sakit, tiga puluh ribu pesantren, memiliki cabang di 194 negara dengan anggota lebih dari 100 juta, tiba-tiba golongan sakit hati di Negeri ini mempropagandakan 2 x 2 hasilnya bukan 4, tapi 2 x 2 = asal bukan NU. Apa sebab? NU adalah ancaman terbesar bagi segala niat jahat mereka untuk merusak dan mengacak-acak NKRI.

Saya tidak ingin mengatakan bahwa yang anti NU dan ormas moderat lainnya sama dengan anti NKRI, tetapi fakta-fakta yang mereka tunjukkan satu dekade terakhir oleh tempurung-tempurung jahat itu, terutama di tahun-tahun politik kemarin, sangat benderang untuk sampai pada kesimpulan di atas. Yang pasti, siapapun yang menolak konsensus berupa Pancasila, berarti ia musuh Negara sekaligus musuh agama!

Baca Juga:  Menuju Pancasila melalui Jalan Soekarno

Ah, pengetahuan dan ketidaktahuan memang sama mahalnya. Dunia baru tahu tujuan lahirnya PBB, World Bank dan IMF (International Monetery Fund) pasca Perang Dunia II. Tak kalah aneh adalah selama Perang Teluk, tak satupun kilang minyak di Irak bocor, padahal gedung parlemen, pangkalan militer, masjid dan gereja hancur. Lahirlah tuduhan Barat bahwa ada manuver-manuver Baghdad-Kremlin. Konspirasi terus berlanjut ketika presiden Amerika ke-40, Ronald Reagan menggelontorkan dana 400 juta US untuk membangun jaringan gembong teroris internasional, Al-Qaeda.

Anda tahu, panglima DI/TII wilayah VII Jawa Tengah yang anti Pancasila dan NKRI bernama Abdullah Sungkar membawa muridnya, Abu Bakar Baasyir ke Afghanistan? Anda juga tahu bahwa trio bom(ber) Bali adalah murid meraka, juga jaringan teroris di Indonesia berafiliasi dengan mereka?

Sekali lagi, pengetahuan teramat mahal. Terutama pengetahuan untuk membodohi dan ketidaktahuan untuk dibodohi dengan iming-iming khilafah.

Yang terjadi di mana-mana adalah tindakan mendistorsi pemikiran, kata mendistorsi makna, krisis akal sehat dan memberhalakan pemutlakan pendapat. Agama dipolitisasi, politik disembah sampai ke mimpi. Di satu sisi, terbuai iming-iming khilafah, di sisi lain, terbekap modernitas tak tentu arah. Sampai-sampai, listrik mati, fakir pulsa dan jomblo 24 karatpun solusinya adalah khilafah. Saran terbaiknya, jangan lupa ngopi, dan ngaji!

Ach Dhofir Zuhry
Alumni PP Nurul Jadid Paiton, Penulis Buku Peradaban Sarung, Kondom Gergaji dan Mari Menjadi Gila, Pengasuh Pesantren Luhur Baitul Hikmah Penasehat Dunia Santri Community dan pengampu kajian Tafsir Tematik NUonline tiap ahad sore 16.30 WIB

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Berita