Hari ini adalah hari Sabtu tanggal 2 Mei tahun 2020, hari istimewa karena hari kelahiran Ki Hajar Dewantara (Bapak Pelopor Pendidikan Indonesia) dan diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Tadi malam secara tidak sengaja saya melihat buku-buku di rak dan menemukan buku menarik yang berjudul “Ki Hadjar Dewantara; Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka” Bab I (satu) menjelaskan khusus tentang pendidikan dan Bab II (dua) menjelaskan tentang kebudayaan.

Buku ini diterbitkan oleh Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa Cetakan kelima tahun 2013. Setelah saya baca saya menemukan hal yang menarik dalam bab I (satu) yaitu tentang “Sistem Trisentra: Di dalam hidupnya anak-anak adalah tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang amat penting baginya yaitu: alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda” (Hal.70).

Konsep ini sekarang kita kenal dengan istilah Tri-Pusat Pendidikan, yaitu Pendidikan berlangsung di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Namun realitanya sangat minim sekolah/kampus yang dapat mengaplikasikan ini.

Peringatan Hardiknas tahun 2020 ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena dalam suasana terdampak covid-19, harus melakukan social distancing dan physical distancing serta work from home. dilarang melakukan pertemuan-pertemuan dalam jumlah yang besar untuk memutus mata rantai penularannya (SE Mendikbud No 4 2020). sehingga pelaksanaan Hardiknas tahun ini hanya bisa dilakukan dari rumah tidak ada upacara seperti tahun-tahun sebelumnya.

Dengan adanya covid-19 ini para guru “terpaksa” melaksanakan pembelajaran secara daring dan mencoba platform-platform yang paling nyaman. Eksperimen-eksperimen dilakukan dengan segala kekurangan dan kelebihan dengan penyesuaian kurikulumnya.

orang tua benar-benar merasakan bagaimana beratnya menjadi pendidik dan tidak sedikit orang tua yang diam-diam mempunyai rasa empati kepada para guru-gurunya. Mungkin dulu orang tua (hanya) mengandalkan pendidikan di lingkungan sekolah saja dan tidak memperdulikan pendidikan di lingkungan keluarga serta masyarakat. Tapi dengan adanya covid-19 ini orang tua mendapatkan hikmah di balik musibah.

Baca Juga:  Kado Hardiknas II: Riwayat Mandulnya Serikat Guru

Lickona (1991) merumuskan pembentukan karakter mencakup 3 dimensi; pertama Moral Knowing, kedua Moral Feeling dan ketiga Moral Action. Dalam pembentukan karakter, pembiasaan (habbit) adalah kunci (Hamid, 2017:100). Untuk mencapainya dibutuhkan sinergitas tri-pusat pendidikan tersebut. Tidak hanya peran sekolah, tetapi juga peran keluarga dan peran masyarakat.

Pertanyaannya bagaimana sistem yang bisa mensinkronkan pembelajaran di sekolah, di keluarga dan di masyarakat?

Salah satunya adalah dengan memanfaatkan model pembelajaran abad 21 yaitu Mobile Seamless Learning (MSL), pembelajaran yang memanfaatkan internet, smartphone yang menyambungkan ketiga pembelajaran tersebut di atas.

Wong (2015:20) menyebutkan ada 10 dimensi dalam MSL: 1) Menyambungkan pembelajaran formal dan informal, 2) pribadi dan sosial, 3) melintasi waktu, 4) melintasi tempat, 5) akses di mana-mana 6) dunia fisik dan digital 7) menggabungkan beberapa jenis perangkat offline dan online, 8. Beralih antara beberapa tugas, 9) pengetahuan sintesis 10) meliputi beberapa model pembelajaran.

Dengan system MSL pembelajaran bisa tersambungkan antara pembelajaran di sekolah, di keluarga dan di masyarakat dan mengamini konsep trisentra sistem berbasis digital. Trisentra sistemnya Ki Hajar Dewantara perlu kita bangkitkan dengan memanfaatkan teknologi digital sehingga sesuai dengan adigium “merapat tradisi lama yang masih baik dan mengambil inovasi-inovasi yang lebih baik sesuai dengan situasi dan kondisi”.

Semoga covid-19 cepat berlalu agar kita bisa segera kembali ke sekolah belajar dan mengajar serta melepas rindu bersama teman-teman dan para guru. Tulisan ini sudah pernah dimuat di https://www.timesindonesia.co.id/read/news/268941/mungkinkah-sistem-trisentra-ki-hajar-berbasis-digital. [HW]

Abdulloh Hamid
Co-Founder Pesantren.id, founder Dunia Santri Community, dosen UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di pengurus pusat asosiasi pesantren NU (RMI PBNU)

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini