Moderasi Beragama; Upaya Membangun Wajah Indonesia yang Damai ditengah Pandemi Covid-19

Beberapa tahun ini dunia diguncang dengan adanya pandemi covid-19 yang menyerang seluruh warga tanpa pandang ras, agama maupun kelompok. Tentu tidak ada yang menyangka bahwa virus tersebut menghancurkan segala lini kehidupan dan setiap Negara mempunyai metode sendiri dalam menyelesaikannya. Maka dari itu, virus merupakan ciptaan Allah yang mana manusia bisa terkena penyakit tersebut baik mereka yang saleh maupun yang tidak. Karena kesalehan seorang hamba tidak bisa menjadi jaminan bahwa orang tersebut terhindar dari covid-19.

Efek adanya virus corona dalam kehidupan manusia, lebih khususnya umat Islam. Aturan dari pemerintah yang menerapkan social distancing (jaga jarak) berakibat masjid tidak bisa digunakan seperti normalnya dulu, kegiatan belajar mengajar di sekolah dan perguruan tinggi pun harus dilakukan melalui daring. Aturan tersebut tentu mengakibatkan masalah di masyarakat. Ada yang berasumsi bahwa penutupan tempat ibadah merupakan wajar karena adanya pendemi virus, ada juga yang menyayangkan aturan dari pemerintah yang menutup tempat ibadah tetapi pabrik dan pasar tetap dibuka.

Berdasarkan anggapan-anggapan yang ada ditengah masyaraka mengenai covid-19 tentu menimbulkan banyak efek negatif bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itu, moderasi beragama menjadi sangat mutlak dilakukan dalam menghadapi pandemi. Sebagai warga Negara yang baik tentu harus bisa bersikap moderat dalam memahami ketidaksamaan dari berbagai sudut pandang positif alias toleransi. Bukannya malah membuat propaganda di lingkungan ataupun melalui media sosial.

Moderasi merupakan sebuah keseimbangan (tawazun) dalam bersikap, toleran, damai, dan santun, tidak menghendaki terjadinya konflik serta tidak memaksakan kehendak. Kita sebagai umat muslim, terlebih mengikuti ajaran para ulama yang tergabung dalam organisasi Nahdlatul Ulama tentu harus lebih moderat dalam beragama, yang mengajarkan prinsip adil dan berimbang dari agama itu sendiri. Prinsip beragama saat pandemic berbeda dengan tanpa pandemic. Contohnya, Idul Adha kali ini kita melaksanakannya dirumah masing-masing tetapi hal tersebut tidak mengurangi kesakralan dalam beribadah. Moderasi beragama juga menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tidak hanya dalam akidah, tapi juga dalam hal ibadah dan muamalah.

Baca Juga:  Kopertais Wilayah V Aceh Gelar Sosialiasi Penyusunan BKD di Kampus IAI Al-Aziziyah Samalanga

Kementerian Agama RI mengambil peran dalam situasi pandemi dengan kebijakan yang tujuannya berdasarkan kepada moderasi beragama. Misalnya, Surat edaran Menteri Agama Nomor 1tahun 2020 tentang pelaksanaan protocol penanganan covid-19 pada rumah ibadah. Edaran tersebut berisi urgensi mencegah penyebaran covid-19 pada rumah ibadah dengan mengajak seluruh kementerian agama untuk mensosialisasikan edaran ditengah warga masyaraka dimana substansinya adalah mengajarkan masyarakat untuk bisa mengutamakan sikap moderat dalam menjalankan ibadah agamanya masing-masing.

Dalam situasi pandemic sekarang ini, menjaga jiwa atau kesehatan menjadi lebih penting karena tidak ada solusi yang lain. Berbeda dengan menjaga agama yang memiliki solusi atau keringanan. Contoh, seperti fatwa ulama bahwa kita boleh untuk sementara waktu melaksanakan ibadah sholat dirumah sampai pandemi ini reda.

Sikap moderat sangat urgen untuk digalakkan saat situasi pandemic ini. Pertama, supaya kita dapat terhindar dari sikap ekstrem. Karena jika pemikiran kita ekstrim maka dalam hal tolong menolong kita akan pilih-pilih, padahal dalam situasi ini siapapun harus kita tolong tanpa memandang agama, suku atau status social mereka. Kedua, supaya mindet beragama kita tidak mengancam bagi kesehatan pribadi dan masyarakat. Maksudnya adalah kita harus mengikuti anjuran dari pemerintah dan para ulama dalam mencegah pandemi covid-19. Hal ini sesuai dengan kaidah fikih yang berbunyi dar`ul mafasid aula min jalbil mashalih, yaitu menghilangkan kemudlaratan harus lebih didahulukan daripada mengambil manfaat.

Menjadi sebuah keharusan bahwa setiap orang lebih khusus umat Islam harus mempunyai sikap moderat dalam beragama pada situasi covid-19. Kita harus menjaga kesehatan diri dan orang lain karena itu merupakan lebih utama dari pada memaksakan kehendak ibadah dimasjid atau rumah ibadah lainnya. Hukum Islam memberikan pilihan rukhsah saat umat dalam situasi yang sulit. Membiasakan diri untuk dapat legowo (menerima) suatu yang diakibatkan oleh virus corona dari segala aspek terutama dalam hal beribadah. Pentingnya kaidah fiqh untuk menghindari mudlorot lebih penting daripada melaksanakan maslahat menjadi metode dalam Islam untuk menjaga moderasi beragama terutama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Baca Juga:  Ijtihad Kebangsaan: Titik Temu Nahdlatul Ulama dan Soekarno

Penanaman Moderasi beragama ini dimaksudkan agar masyarakat terutama generasi muda memiliki sikap keagamaan yang inklusif. Sehingga jika berada di masyarakat yang multikultural dan multireligius, kita bisa menghargai dan menghormati perbedaan yang ada dan bisa menempatkan diri secara bijak dalam interaksi sosial di tengah-tengah masyarakat apalagi didalam kondisi pandemi covid-19. [HW]

Sumber:

———. 2020. “SURAT EDARAN NOMOR: SE. 1 Tahun 2020 TENTANG PELAKSANAAN PROTOKOL PENANGANAN COVID-19 PADA RUMAH IBADAH.”

Agama, Tim Penyusun Kementerian. 2019. MODERASI BERAGAMA. I. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

Syatar, Abdul. 2012. Konsep Masyaqqah Perspektif Hukum Islam; Implementasi Terhadap Isu-Isu Fikih Kontemporer. Makassar: UIN Alauddin Makassar. http://repositori.uin-alauddin.ac.id/id/eprint/6009.

Saenong, Faried F. dkk. 2020. Fikih Pandemi; Beribadah Di Masa Wabah. I. Jakarta: Nuo Publishing.

Syahrul Juniar Setiawan
Santri PP Darul Istiqomah, Desa Tahunan Kab. Jepara Jawa Tengah dan Mahasiswa Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini