kepemimpinan perempuan dalam islam

Pesantren.id-Orientasi kepemimpinan dalam Islam adalah mewujudkan kemaslahatan seluruh rakyat yang dipimpin. Siapapun, baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki kapasitas untuk kemaslahatan berhak menjadi pemimpin. Kepemimpinan harus dipegang oleh orang yang bertanggungjawab, kuat melayani, memberikan kebaikan, dan menyejahterakan masyarakat.

Syariat Islam yang sifatnya komprehensif, elastis, dinamis, dan fleksibel, menentukan kriteria-kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, antara lain adil, punya kapasitas keilmuan, sehat fisik, dan mental. Abu Wafa Ibn „Uqail Al Hanbali (w. 513 H/1119 M) tentang politik kemasalahatan dalam Islam, “Bahwa politik kebijakan yang islami itu adalah yang bisa mendekatkan masyarakat pada kemaslahatan, dan menjauhkan dari kemafsadatan.”

Dalam pandangan Islam, perempuan boleh saja menjadi pemimpin. Berkaitan dengan nilai kesetaraan dan keadilan, Islam tidak mentolerir adanya perbedaan atau perlakuan diskriminatif diantara umat manusia. Berdasarkan surat Al Ahzab ayat 35, dari ayat tersebut terlihat bahwa Allah SWT tidak membeda-bedakan laki-laki dan perempuan.

Sudah sejak lama perempuan telah bangkit dari tidur panjangnya setelah maraknya isu hak asasi manusia dan kesetaraan gender yang disuarakan aktivis feminis. Sudah banyak aktivis perempuan yang berpendidikan sejajar dengan kaum laki-laki sehingga dapat menempati posisi jabatan strategis dalam pemerintahan maupun suatu organisasi.

Aktivis gender sekaligus ahli sosiologi dan antropologi agama, Lies Marcoes, dalam bukunya Maqashid Al Islam: Konsep Perlindungan Manusia dalam Perspektif Islam, mengatakan peran pemimpin perempuan seolah lenyap, terkikis oleh narasi yang bernafsu untuk menempatkan perempuan di ranah domestik. Padahal banyak sekali pemimpin perempuan di zaman Rasulullah yang bisa menjadi contoh, tidak hanya bagi perempuan tapi juga laki-laki.

Pertama, Ratu Balqis. Selain parasnya yang jelita, Ratu Balqis adalah seorang pemimpin yang bijaksana. Ratu Balqis sukses memimpin rakyatnya sehingga mereka makmur dan sejahtera. Kedua, Asiah Binti Muzahim. Asiah adalah perempuan yang dipuji karena kemandiriannya dan ketegasan dalam imannya ketika melawan raja zalin, Raja Firaun.

Ketiga, Siti Maryam. Seorang perempuan terbaik sepanjang masa. Siti Maryam dengan ketegasannya menjaga kehormatan dalam dirinya sehingga Allah SWT memberikan amanah berupa putera shaleh yitu Nabi Isa AS.

Tidak sampai disitu, Sahabat nabi Nusaibah. Perempuan yang berani berjuang di medan perang menunjukkan bahwa perempuan juga memiliki kapabilitas yang sama dengan laki-laki. Selain itu, perempuan juga memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menjadi seorang pemimpin.

Di Indonesia masih banyak orang yang membeda-bedakan gender, bahkan sebagian orang masih menganggap perempuan tidak mampu menjadi pemimpin. Kesetaraan dalam konteks kepemimpinan berarti antara laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama untuk menjadi pemimpin dalam skala mikro maupun makro.

Kepemimpinan perempuan harus didukung, sebagai alternatif dari pemimpin laki-laki yang dalam banyak kasus sering gagal dan tidak menyejahterakan masyarakat. Pada tahun 2001, ada beberapa ulama yang memperbolehkan perempuan menjadi pemimpin, karena dalam pandangan Allah yang membedakan hambanya hanyalah ketakwaan serta akhlak yang dimiliki seseorang.

Fakta ini didukung oleh banyaknya pemimpin perempuan Indonesia yang menunjukkan bahwa kemampuan perempuan dalam memimpin dapat diperhitungkan. Contohnya, Susi Mulyani selaku menteri keuangan yang menjaga kestabilan keuangan negara Indonesia selalu mengambil langkah tegas dalam menyelesaikan kasus-kasusnya.

Selain itu juga, ada Tri Rismaharini selaku menteri sosial, pernah menjabat sebagai walikota Surabaya yang memberikan perubahan positif pada tata lingkungan yang lebih bersih dan rapi.

Kepemimpinan perempuan setidaknya harus dianggap sebagai bagian dari praktik keislaman yang otoritatif yang patut di dukung dan diapresiasi. Bukan dianggap sebagai penyimpangan, justru bagian integral dari ajaran Islam.

Kepemimpinan harus dipegang oleh orang yang bertanggung jawab, kuat, melayani, memberikan kebaikan, dan menyejahterakan masyarakat. Dalam artian bahwa kepemimpinan seorang perempuan itu adalah sah dan bahkan bisa lebih baik sepanjang ia lebih mampu membawa kemaslahatan dari kepemimpinan laki-laki.

Kepemimpinan perempuan yang dipegang orang yang memiliki integritas, kapasitas, dan dukungan politk yang cukup, bisa menjadi modal bagi kesuksesan orang-orang yang dipimpinnya.

Kepemimpinan tidak sebatas pada kekuatan fisik dan sifat-sifat maskulin yang ada pada diri seseorang berdasarkan jenis kelamin. Namun lebih dari itu, kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam mengemban tugas-tugas yang diberikan kepadanya, suatu nilai yang dianggap paling dominan dibandingkan hanya ditinjau dari perbedaan jenis kelamin.

Sebuah kualitas kepribadian yang meliputi kemampuan, kecakapan, kesanggupan, dan kepandaian dalam berpikir, bertindak serta melakukan umpan balik terhadap suatu permasalahan. Hal inilah yang sebenarnya disampaikan Islam terkait hubungan antara laki- laki dan perempuan. Dengan demikian, tidak diragukan lagi dorongan ke arah kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam konteks kepemimpinan.

Selanjutnya, yang perlu diperjuangkan dalam narasi keagamaan, bukan lagi kepemimpinan jenis kelamin perempuan, tetapi kepemimpinan yang kebijakannya benar- benar memperhatikan segala kebutuhan perempuan, sebagai kebutuhan kemanusiaan, yang harus difasilitasi baik di ranah domestik maupun publik. (IZ)

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Perempuan