Hikmah

Menjaga Tempat Ibadah dari Bahaya Radikalisme

(Foto: NU Online)

Beberapa tahun ini umat Islam disuguhkan berbagai peristiwa yang sangat mengagetkan. Bukan saja hal positif yang menggembirakan, melainkan banyak tindakan negatif yang terasa amat memprihatinkan. Salah satu peristiwa itu ialah digunakannya tempat ibadah sebagai panggung ceramah berbau perpecahan.

Berdasarkan pengamatan, fenomena tersebut kini justru semakin menguat. Masjid dan mushola kerap digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk menebarkan benih perpecahan. Mirisnya, benih perpecahan tersebut disampaikan melalui ceramah/khutbah berbalut agama. Akibatnya, banyak masyarakat yang memiliki semangat tinggi dalam belajar agama, kini justru mengeksklusifkan diri. Sebabnya pun sama, yakni paradigma bahwa Islam perspektifnyalah yang paling benar dan beraroma surga, sementara yang lain selalu salah bahkan sesat.

Jika ditelaah dengan cermat, faktor penyebab terjadinya fenomena tersebut adalah satu, yakni radikalisme agama. Radikalisme agama yang kian menggurita di kehidupan masyarakat kini menjadi problematika serius. Pemahaman terhadap Islam secara fundamentalis-ekstrim dinilai membahayakan. Sebab, hal itu dapat memunculkan kesalahan memahami Islam yang berujung pada tindakan takfiri, intoleransi dan klaim paling benar sendiri. Padahal, dalam perkara furu’iyah telah dimaklumi adanya ikhtilaf (perbedaan) di antara ulama.

Fenomena ini harus segera ditanggulangi. Masjid dan mushola sebagai tempat ibadah yang mulia harus dijaga dan dilindungi dari paham-paham radikalisme. Jika tidak, hal ini akan mengancam harmonisasi kehidupan beragama dan bernegara di Indonesia.

Dalam rangka menanggulangi persoalan tersebut, terdapat empat langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga tempat ibadah dari paham radikalisme yaitu : Pertama, reaktualisasi fungsi tempat ibadah. Fungsi masjid dan mushola sebagai tempat ibadah harus diaktualisasikan terus-menerus. Rasulullah SAW bersabda :

“Sesungguhnya (masjid-masjid) ini hanyalah untuk (tempat) dzikrullah, shalat, dan qira’ah Alquran”. (HR. Muslim)

Hadits tersebut secara eksplisit menerangkan bahwa masjid/mushola merupakan tempat untuk berdzikir, shalat dan membaca Al-Qur’an. Dari hadits ini kita menemukan tiga narasi utama fungsi masjid/mushola, yakni tempat kontemplasi (dzikir), ritual ibadah dan pusat kajian.

Masjid dan mushala menjadi tempat paling nyaman untuk berkotemplasi mengingat keagungan Allah. Sambil berintrospeksi guna meningkatkan kualitas diri. Masjid dan mushola juga merupakan tempat terbaik untuk menunaikan ibadah. Baik ibadah mahdlah (vertikal) maupun ibadah sosial (horizontal). Ibadah mahdlah berupa sholat, zakat, dan lain sebagainya. Sementara ibadah sosial bisa berupa ceramah, diskusi, bakhti sosial dan lain-lain.

Sebagai pusat kajian, baik masjid maupun mushola harus diaktualisasikan seoptimal mungkin. Bentuk aktifitasnya pun beragam, bisa tadarus al-Qur’an atau kajian keagamaan (ta’lim). Dan ketika hendak mengadakan pengajian/ceramah misalnya, sangat perlu memilih penceramah yang alim, santun dan moderat. Bukan penceramah yang radikal, intoleran, dan gemar memecah belah umat. Masjid dan mushola tidak boleh digunakan sebagai sarana provokasi dan adu domba. Sehingga fungsi dari masjid dan mushola benar-benar terjaga.

Kedua, memakmurkan tempat ibadah melalui ajaran dan amaliah Islam ahlussunnah wal jama’ah (aswaja). Allah SWT memerintahkan kita untuk senantiasa memakmurkan masjid/mushola sebagaimana tertuang dalam Surat At-Taubah ayat 18 :

“Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut kepada siapapun selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. At-Taubah: 18)

Tempat ibadah sebagai sarana taqarrub kepada Allah, serta sebagai wadah pembangunan umat wajib untuk terus dimakmurkan. Salah satu caranya dengan mengisi amaliah aswaja (dzikir, tahlil, istighatsah, shalawatan, mauludan, musyawarah, dan lain-lain). Upaya ini penting, sebab terbukti mampu mencegah masuknya paham/aliran radikal ke tempat-tempat ibadah. Kaum radikal akan takut dan menyerah karena kokohnya amaliah aswaja yang dijalankan. Selain itu, masjid dan mushola juga dimakmurkan melalui kegiatan-kegiatan positif yang menebar manfaat bagi jamaah dan masyarakat luas.  

Ketiga, mengadakan pelatihan pengurus masjid dan mushola. Pelatihan pengurus masjid dan mushola dinilai sangat efektif guna menangkal paham radikalisme. Pemberian wawasan dan bekal tentang Islam rahmatan lil ‘alamin serta manajemen pengelolaan dan penjagaan tempat ibadah sangat penting untuk terus diupayakan. Sebagai contoh, PBNU melalui Lembaga Ta’mir Masjid (LTM) dan Lembaga Dakwah (LD) selalu aktif melakukan pelatihan para imam, khatib dan pengurus masjid-mushola di seluruh Indonesia. Mereka diberikan bekal dasar-dasar agama, amalan keseharian, manajemen pengelolaan masjid-mushola, dan lain sebagainya. Selanjutnya, pembinaan terhadap para remaja masjid-mushola juga sangat perlu dilakukan secara berkelanjutan.

Keempat, mengamankan status hukum tempat ibadah. Hal ini sangatlah penting guna menjaga tempat ibadah dari infiltrasi paham radikalisme. Sebagaimana diketahui, bahwa kelompok-kelompok radikalis-ekstrim beberapa tahun ini telah merebut dan menguasai ratusan masjid-mushola masyarakat. Tentu gerakan ini sangat mengkhawatirkan. Hal ini dikarenakan kurang kuatnya legalitas atas status hukum tempat ibadah tersebut, terutama status tanah yang ditempati.

Banyak masjid dan mushola yang tanahnya belum diwakafkan, alias masih berstatus hak milik. Jika ada jaminan terjaganya masjid dan mushola tersebut di kemudian hari memang tidak apa-apa. Namun, jika tidak ada jaminan atas hal tersebut tentu menjadi sangat berbahaya. Sebab, sewaktu-waktu kelompok radikalis dapat menguasainya dengan berbagai cara. Maka, proses perwakakafan menjadi langkah yang paling aman dan kuat untuk menjaga dan melindungi masjid dan mushola tersebut. Apalagi, kini pemerintah dan ormas-ormas keagamaan tengah mengkampanyekan wakaf dengan nadzir organisasi / badan hukum. Sehingga, keberadaan tempat ibadah kian terlindungi. Wallahu alam bisshowab.

 

01084
Habib Wakidatul Ihtiar
Pengajar di IAIN Tulungagung dan Gudurian Trenggalek.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Hikmah