“Anak adalah amanah Allah swt paling berharga yang patut disyukuri dan wajib diasuh dan dididik yang pada akhirnya dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya” – Rochmat Wahab

Anak adalah anugerah dan amanah dari Allah swt yang harus dipertanggungjawabkan oleh setiap orang tua dalam merawat, mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Orangtua seharusnya mensyukuri nikmat yang tak terhingga, karena dipercaya untuk membesarkan anak-anaknya. Untuk mensyukurinya wajib menjaga pertumbuhan dan perkembangannya dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Dengan harapan anak bisa menikmati perjalanan hidupnya sebagai anak yang saleh atau salihah dan mencapai kemandirian, yang akhirnya menjadi kebanggaan orangtua, agama, bangsa dan umat manusia.

Orangtua diberi amanah oleh Allah swt dengan kehadiran anak, bukan hanya untuk kehidupan di dunia, melainkan juga untuk kehidupan di akhirat. Ingat bahwa tidak semua orangtua dianugerahi anak, kecuali yang dipercaya. Begitu sang istri mengandung, di saat itulah istri dan suami, sebagai calon orangtua wajib mempersiapkan diri untuk menjaga sejak dalam kandungan hingga dilahirkan berlanjut sampai anak siap membangun keluarga sendiri. Bahkan afdalnya jika sudah berkeluarga pun sangat dimungkinkan masih bisa ikut mengawal kelanjutan hidupnya, sehingga tetap terjaga anaknya dalam kehidupan yang baik, terhindar dari ancaman neraka. Sebagaimana Allah swt ingatkan, dalam QS. At-Tahrim:6, yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …” Dalam konteks inilah kita patut respek terhadap orangtua yang sejak awal sudah memiliki komitmen dan kepedulian akan penanaman agama kepada anak-anaknya sejak usia dini.

Selain kita menjaga anak dengan mendidiknya dengan sebaik-baiknya, supaya bisa hidup bahagia di akhirat, kita juga bertanggungjawab untuk membekali anak dengan kecakapan hidup yang memadai sehingga anak-anak menjadi anak yang cakap, kompeten dan kuat. Bukan sebaliknya, membiarkan anak, sehingga menjadi sebaliknya, tak cakap, tak kompeten, dan lemah. Kondisi yang demikian mendapat peringatan keras dari Allah swt, dalam
QS. an-Nisa`: 9, yang artinya “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” Dengan begitu kita orangtua, wajib mendidik anak dengan sebaik-baiknya, dengan memperhatikan bakat dan minatnya, sehingga mereka bisa berkembang optimal.

Baca Juga:  Sambut Ramadan, IPNU-IPPNU Cianjur Gelar Makesta

Dalam menghadapi anak, memang tidak mudah. Membutuhkan perhatian yang serius sepanjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Orangtua wajib menjaga psikologis anak. Rasulullah saw memperlakukan anak-anaknya begitu mulia, sehingga anak tidak merasa dilecehkan atau diabaikan. Diperlakukan secara adil. Beliau tidak segan-segannya, mengucapkan salam dan berjabat tangan dengan anak-anaknya. Hal ini bertujuan untuk memupuk rasa percaya diri dan menanamkan dalam jiwa mereka bahwa eksistensinya diakui oleh orangtua dan masyarakat. Perilaku-perilaku yang baik dan terpuji inilah yang patut diteladani.

Begitu pentingnya anak di hadapan Allah swt, secara fitrah menempatkan anak di depan orangtua dalam berbagai posisi. Pertama, anak sebagai musuh. Dalam QS At-Taghabun Ayat 14, yang “Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Di sini kita harus ekstra hati-hati bagaimana anak-anak itu bisa menjadi musuh orangtua, karena boleh jadi mereka bisa menjauhkan kita dari zikir kepada Allah dan berjuang di jalan-Nya dan bisa melemahkan tekad kita. Semoga kita bisa memaafkan mereka dan menyikapinya dengan penuh kasih sayang.

Kedua, anak bisa menjadi cobaan atau ujian. Allah swt berfirman dalam QS At-Taghabun Ayat 15, yang artinya: “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar“. Hampir sama isinya dalam QS. Al Anfal : 28, yang artinya “Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” Dengan adanya dua ayat yang hampir sama, menunjukkan betapa pentingnya persoalan ini. Sesungguhnya harta dan anak-anak kita hanyalah cobaan dan ujian bagi kita. Kadang anak-anak kita yang menggoda kita untuk harta yang tidak halal. Tidak bisa ikut menjaga nama baik keluarga karena terlalu kuatnya pengaruh jelek dari lingkungan dan teman-teman sebayanya. Karena itu kita harus peduli dengan pergaulan anak.

Baca Juga:  Pengumuman Pemenang Sayembara Menulis Santri 2020 "Ramadan, Santri, dan Covid-19"

Ketiga, anak sebagai perhiasan. Allah swt berfirman dalam QS Al-Kahfi:46, yang artinya “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. Dalam hal ini anak diposisikan sebagai perhiasan dan kekayaan dunia bagi orang tuanya. Layaknya perhiasan dan kekayaan, anak diperlakukan, dijaga, bahkan disayang sebaik-baiknya oleh para orang tua. Karena sebagai perhiasan, orangtua hanya boleh menyenangi dalam ukuran standar, tidak boleh berlebihan, karena bisa melupakan Tuhan dan merusak kepribadian dan keislaman anak sendiri.

Keempat, anak sebagai penyejuk hati. Allah swt berfirman dalam QS Al-Furqan:47, yang artinya “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”. Kita semua sangat mengharapkan hadirnya anak yang saleh dan salihah yang bisa menyejukkan hati dan mata, yang dalam kehidupannya taat beragama dan berakhlak mulia, serta taat dan loyal kepada orangtua. Juga menyenangkan hati dalam setiap tutur katanya. Selanjutnya anak-anak istikamah dalam kebenaran.

Kelima, anak adalah penerus keturunan. Allah swt berfirman dalam QS. Ali Imran: 38, yang artinya “Ya Tuhan kami, anugerahkan kepada kami dari sisi Engkau zuriah yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”.
Anak sebagai Zuriah (Penerus Keturunan)
anak adalah anugerah Allah swt yang akan meneruskan garis keturunan dan cita-cita orangtua. Mari kita lihat kisah Nabi Zakaria a.s. yang saat melihat Allah swt memberikan karunia kepada Siti Maryam a.s. berupa buah-buahan musim panas pada musim dingin, beliau mengharap sekali agar memiliki anak sebagai penerus garis keturunannya. Padahal beliau telah berusia tua, tulang-tulangnya rapuh, rambutnya memutih dan istrinya pun seorang yang mandul. Sejarah ini memberikan pelajaran yang berharga, bahwa melanjutkan keturunan itu memberikan kebahagiaan dan manfaat yang tak terhingga.

Baca Juga:  Belajar Pemaaf dan Tidak Mempermalukan Orang Lain Seperti Rasulullah SAW

Keenam, anak itu membawa rezeki. Allah swt berfirman dalam QS Al An’am:151 “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.” Kita harus yakin bahwa anak-anak yang lahir ke bumi sudah membawa rezeki. Kita harus husnudzdzon terhadap takdir Allah. Karena itu sangat tidak beralasan jika ada orangtua yang membunuh anaknya karena takut kelaparan.

Selanjutnya, jika anak-anak itu adalah anak-anak yang saleh dan salihah, yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah, maka semakin bertambahlah karunia yang Allah berikan kepada kedua orang tuanya. Hidup menjadi kian berkah dengan kehadiran mereka. Bisa jadi, kerja keras orang tua mendidik anak-anaknya menjadi hamba-hamba Allah yang saleh menjadi sebab semakin berkahnya rezeki yang didapatkan.

Demikianlah beberapa hal penting yang bisa angkat untuk diskusi tentang kehadiran anak sebagai amanah yang wajib kita tunaikan. Yang penting kehadiran anak kondisi apapun harus bisa semakin mendekatkan kita kepada Allah swt, bukan sebaliknya. Mari kita perhatikan firman Allah swt dalam QS. al-Munafiqun: 9, yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barang siapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” Karena itu kita jangan sampai menjadi anggota dari golongan orang-orang yang merugi, melainkan golongan orang -orang yang beruntung. Aamiin. Ingat bahwa dewasa ini tantangan orangtua semakin berat. Namun seberat apapun, semuanya seiring dengan zamannya, dan kita yakin disiapkan menjadi orangtua di jamannya. Semoga. [HW]

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah