Roombutter (A tribute to KH. Faishal Haq)

Saat pertama kali masuk UINSA (dulu masih IAIN), Beliau menjabat sebagai Dekan Fakultas Syariah. Perangai Beliau yang lembut dan mengayomi mudah dikenali dalam lingkup-lingkup komunitas kampus yang Beliau akrabi, baik di kalangan dosen maupun mahasiswa. Meski secara pribadi hanya beberapa kali bersua temu di kampus, namun gambaran Beliau yang selalu tampak antusias dan supel sulit untuk dilupakan.

Baru setelah Saya intens terlibat dalam lingkungan perbankan syariah, Saya bisa lebih intens sungkem kepada Beliau karena sama-sama terlibat dalam proses pembentukan embrio Asosiasi Dewan Pengawas Syariah Jawa Timur. Jangan salah paham, Beliau masuk ke dalam lingkup para elitnya, sementara Saya cukup kebagian wira-wiri bawa kertas dan pulpen serta mencatat notulensinya.

Di momen-momen inilah, Saya sering memanfaatkan waktu jeda untuk mepet sedekat-dekatnya dengan Beliau, sembari berharap ada setetes dua tetes ilmu yang Beliau limpahkan kepada Saya, dari samudra ilmu yang Allah SWT limpahkan kepada Beliau.

Di momen-momen inilah, Saya mengenali dan belajar meneladani cara Beliau bersikap layaknya para pakar sekaligus akademisi. Dalam setiap kesempatan, jarang sekali Beliau secara frontal mengungkapkan gagasan-gagasan dalam suatu forum, meski tersirat dari wajah dan senyum Beliau ada banyak ide-ide yang membuncah. Beliau menalar dan menakar banyak hal sebelum berujar. Baru jika kemudian forum menghendaki Beliau menambah khazanah, Beliau akan mengurai dulu hulu hingga hilir masalah atau topik yang menurut Beliau paling relevan dengan singkat dan runtut, lalu mengambil beberapa usulan dan ide-ide orang lain yang sudah terlebih dulu berseliweran di forum dan menyusunnya dalam rentetan yang logis dan layak pakai. Di setiap sambungan ide-ide itu Beliau lem dengan kaidah-kaidah lintas sains yang sering membuat Saya terpancing fokus menyimak dan jadi lupa mencatat.

Di momen-momen inilah, dari Beliau Saya mendapat pelajaran bagaimana cara mengembangkan tema ngobrol menjadi topik-topik ilmiah yang menarik, lalu menyempurnakan setiap topik itu menjadi satu alur pembicaraan yang penuh dengan analisis yang komprehensif dan dipungkasi dengan konklusi yang legit dan memorable. Bagi Beliau, selagi ilmiah, tidak ada tema yang remeh. Pernah dalam jeda istirahat saat rapat, Saya mohon maaf karena datang terlambat 5 menit dari jadual, A. Yani memang tanpa kompromi pada jam-jam tertentu. Beliau sambil senyum malah berbicara santai tentang macet dari sebab sampai akibatnya, dan menenangkan Saya dengan pungkasan yang spektakuler dan solutip: ijazah supaya dihindarkan dari kemacetan. Doa yang sampai sekarang tidak hanya Saya baca saat akan melakukan perjalanan, tapi juga saat akan bernegoisasi atau berbicara di forum-forum.

Seumpama bahan kue, Beliau bukanlah margarin yang membuat kue keras begitu mendingin, atau butter biasa yang bikin lembut kue tapi tak beraroma, Beliau adalah roombutter (roomboter, Ned.), mentega terbaik. Beliau tidak pernah memaksakan diri menjadi bahan utama, tapi begitu Beliau masuk, semua kue akan naik kelasnya, karena punya cita rasa, aroma, dan kelembutan yang berbeda.

Setahun intens bersama Beliau, 2 semester yang setara dengan 1 paket kuliah di jurusan komunikasi hingga lulus.

Jika doa anti-macet dari Beliau saja Saya jadikan andalan harian, sudah tentu Saya haqqul yakin bahwa perjalanan Beliau lancar dan tidak menemui halangan.

Matur sembah nuwun, Yi. Sugeng tindak, wangsul dateng ngarsanipun Pengeran. Sembah sungkem kulo kagem Njenengan, dhahiran wa bathinan. []

Sa'dulloh Syarofi
Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya, Alumnus PP Tambakberas Jombang, Alumnus Universitas Darul Ulum , Alumnus Universitas Padjadjaran

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Ulama