Menjadi pejuang

Melanjutkan serial tulisan tentang pesan-pesan bapak kepada para guru dan pengurus, kali ini saya lanjutkan menulis tentang pesan bapak kepada para santri yang berjuang di masyarakat. Pesan ini bisa sebagai bekal untuk santri yang belum mulai terjun di masyarakat, dan juga bisa menjadi penambah senjata bagi yang sudah mulai terjun menjadi pejuang agama di tengah masyarakat.

Senjata rahasia ini akan menambah keberanian, juga sekaligus menjadi penambah keyakinan hati.

Dalam tulisan sebelumnya, bapak meyakinkan kami, bahwa salah satu hal yang akan memberikan kebarakahan pada murid adalah keikhlasan guru dalam mengajar. Dan salah satu cara menumbuhkannya adalah dengan merawat dan menghargai guru dengan selayaknya, apabila kita kebetulan dipercaya sebagai pengelola, maka kita harus berani mengupayakan kecukupan materi dalam merawat. Dan salah satu cara agar selalu diberi kecukupan adalah dengan melanggengkan bacaan istighfar atau permohonan ampunan pada Allah bagi para orang mukmin dan mukminat, juga kepada para orang muslim dan muslimat. Sebagaimana yang biasa dibaca di kwagean setiap setelah salat maktubah, yaitu:

‎أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِىْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِأَصْحَابِ الْحُقُوْقِ الْوَاجِبَةِ عَلَيَّ وَلِجَمِيْعِ الْمُؤْمِنِيْنَ ‏وَالْمُؤْمِنَاتِ وَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ

(untuk mendatangkan rezeki dan fadilah lain, istighfar ini dibaca sebanyak 27 kali dalam sehari semalam).

Untuk redaksinya sendiri, ada dua versi yang berbeda dalam mendahulukan kata muslimin dulu, atau mukminin dahulu. Bapak sendiri memilih untuk mendahulukan mukminin, beliau menjelaskan: “Kengeng nopo kok mukminin riyen muslimine keri, kengeng mawon. Kulo manut ten kitab jawahirul khoms (kenapa kok mukminin didahulukan musliminnya belakangan. Ini boleh saja, saya mengikuti pendapat yang ada di dalam kitab jawahirul khoms)”.

Baca Juga:  Memaknai Ramadan, Menyelami Kehidupan Santri di Yaman

Bapak sendiri memuji orang-orang yang mau merawat guru, atau secara umum merawat orang-orang yang berkhidmah pada agama, mereka akan mendapatkan keutamaan yang bahkan kadang sudah ditunjukkan di dunia. Sebagaimana cerita beliau berikut ini: “Wong kang khidmah njenengan rumat sak estu. Sae sae. Kulo niki wau metu ten boto putih terus metu ten pare ajeng tumbas getuk. Eh gak sido, gak sido wes sore. La kok mantun magrib enten tamu gowo getuk (orang yang mengabdikan diri pada agama apabila anda rawat, maka anda akan benar-benar mendapatkan kebaikan. Seperti contoh ini tadi saya keluar ke desa botoputih, lalu lanjut ke kota pare inginnya beli jajan getuk. tapi karena kesorean, akhirnya tidak jadi. Eh la kok ternyata, setelah magrib ada tamu yang datang dan membawakan getuk)”.

Dari cerita ini bapak ingin menunjukkan, bahwa karena berkahnya merawat orang-orang yang berkhidmah pada agama, doa beliau dikabulkan oleh Allah dalam waktu yang relatif singkat. Meskipun kadang, ada juga doa yang dikabulkan setelah menunggu beberapa waktu.

Ancen wong njalok kadang sedino sewengi teko. Kadang seminggu. Kadang sebulan. Kadang setahun (memang orang yang meminta pada Allah itu kadang sehari sudah dikabulkan, kadang seminggu, kadang juga sebulan, atau kadang juga sampai tahunan)”, dawuh bapak menambahkan.

Dan dilanjutkan dengan pesan: “Jane urip niki alat-alate e pun katah. Pokoke wiridane diopeni temenan. Onone murat-maret lak yo kerono ora diramut wiridane. Alate (Sebenarnya dalam hidup ini, berbagai alat untuk menunjang kesuksesannya sudah banyak. Asalkan wiridannya dijaga. Adapun penyebab keruwetan hidupnya adalah karena tidak dirawat wiridane, yang mana wiridan ini adalah sebagai alat)”.

Baca Juga:  Ramadan di Pesantren Kiai Mahfuz Thaha, Pelopor Tahfiz di Cirebon

Memang bapak mengibaratkan wiridan ini adalah alat yang bisa kita gunakan sebagai penunjang kesuksesan, asalkan diistikamahkan, maka dia akan mewujud menjadi tangga yang menghantarkan kita meraih cita-cita. Kemudian bapak menghaturkan sebuah keterangan: “Tiang enem saget diangkat derajate menowo nduwe cita-cita geh duwur. Lan seng diarani wong nduwe cita-cita. Yoiku wong mlaku selama durong tercapai cita-citane durong mandeg (Seorang pemuda, bisa diangkat derajatnya hanya apabila mempunyai cita-cita yang luhur. Dan seseorang yang dinamakan mempunyai cita-cita, yaitu orang yang apabila belum tercapai cita-citanya maka dia tidak akan berhenti)”.

Ditutup dengan pesan bapak: “Pesen kulo damel njenengan niki: ojo ninggal wiridan. Wiridan niku kekuatane gede banget. Wiridan niku bab urusan ilmu. Rizki. Keselametan. Niki ojo ditinggalaken. Niki mangke lek njenengan gelem ngelakoni, manggon ten pundi mawon bakal kendel. Anane santri ora pati nduwe kendel niki kerono ora pati nduwe wiridan (Pesan saya untuk anda semua: jangan meninggalkan wiridan, karena wiridan itu sangat besar kekuatannya. Wiridan tersebut entah berhubungan dengan ilmu, rezeki, keselamatan, atau apapun, itu jangan ditinggalkan. Ini nanti apabila anda mau menjaga wiridan, maka bertempat dimanapun akan berani. Adanya santri yang tidak punya cukup keberanian, ini biasanya karena tidak begitu punya wiridan yang diistiqomahkan)”.

Semoga kita mampu menjadi pribadi yang siap berjuang, dan siap bertempur dimanapun laga terbentang. [HW]

Muhammad Muslim Hanan
Santri Alumnus PIM Kajen dan PP Kwagean Kediri

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah