Pudarnya hubungan antara manusia dengan Allah Swt. merupakan kesesatan jalan yang pada akhirnya dapat membuat kermukaan Allah Swt. Hal ini sudah diisyaratkan dalam surat Al-Fatihah:”Bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” Artinya kita meminta agar kita dijauhkan dari jalan mereka yang sesat, yang dapat menjadikan Allah Swt. murka. Apabila Allah Swt. sudah murka, maka azab dan siksa yang berbicara. Sebaliknya, ketika kita berusaha memperbaiki hubungan kita kepada Allah Swt. dengan sebuah penyesalan, maka janji Allah Swt. pasti ditepati.
Segala karunia yang sudah terlimpahkan kepada kita melalui apa yang sudah kita nikmati sekarang ini, yang sudah kita temukan melalui apa pun, adalah satu keniscayaan yang semua itu datangnya dari Allah Swt., bukan sebaliknya, menambah kesesatan kita atau bahkan malah menjadikan kita mempersekutukan-Nya.
Banyak sekali karunia yang sudah diberikan Allah Swt. kepada kita sebagai hamba mampu membuktikan kebesaran-Nya, keagungan-Nya, dan kekuasaan-Nya. Nabi Muhammad Saw. menganjurkan kita untuk berdzikir setiap bakda shalat dengan dengan mengucapakan subhanallah sebanyak 33 kali, alhamdulillah 33 kali, dan Allahu akbar juga 33 kali.
Dalam sebuah hadis shahih dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya: “Sukakah kamu kuajarkan suatu amal yang dapat memperoleh pahala orang-orang dahulu serta mendahului orang-orang sesudah kamu dan tidak ada orang yang lebih mulia dari kamu melainkan orang yang mengamalkan seperti amalmu? Hendaklah kamu tasbih, takbir, dan tahmid masing-masing 33 kali setiap selesai shalat.” (HR. Muslim, dishahihkan oleh Qutaibah). Jadi, apabila dalam setiap selesai shalat fardhu masing-masing kita mengucapkan dzikir sebanyak 33 kali, maka bias kita jumlahkan dalam sehari kita mengucapkan dzikir-dzikir tersebut sebanyak 165 kali.
Angka tersebut dapat kita tafsirkan bahwa upaya mengamalkan dzikir-dzikir yang dilakukan setiap bakda shalat fardhu selain sebagai pengokoh keislaman, keimanan, dan keihsanan kita, juga sebagai ruang bagi hamba untuk mengingat Allah Swt. Namun, hal itu tentu saja apabila kita mengamalkannya dengan konsisten, ikhlas, dan khusyuk.
Selain dzikir diatas, Nabi Muhammad Saw. juga menganjurkan kita berdzikir dengan mengucapkan subhanallah wabihamdihi sebanyak 100 kali dalam sehari. Keutamaan membaca dzikir tersebut kesalahan dosa-dosa akan diampuni oleh Allah walaupun sebanyak buih di lautan. Dalam sebuah hadis shahih dari Abu Hurairah, Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya: “Barangsiapa mengucapkan Subhanallah wabihamdihi Maha suci Allah dan segala pujian hanya untuk-Nya sehari seratus kali, maka kesalahan-kesalahannya akan terampuni walaupun sebanyak buih di lautan.” (HR. Bukhari, Shahih).
Dengan berdzikir artinya kita sedang mengingat Allah Swt. Dzikir tidak selalu dalam bentuk bacaan yang panjang atau dalam berbagai hitungan. Berdzikir mengingat Allah Swt. bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Mengingat segala hukum Allah Swt., hukum pengetahuan yang ada di alam ciptaan Allah Swt. ataupun adzab atau hukuman Allah Swt. Untuk itu, orang yang berdzikir akan mendekati kepada Allah Swt. dan semakin cinta akan syariat Allah Swt.
Penemuan-penemuan ini diharapkan bisa menambah keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Swt., serta menambah keyakinan kita tentang keagungan dan kekuasaan Allah Swt. Ketika kita sanggup melihat, mengingat, dan memikirkan semua karya besar dari Yang Maha Agung, maka akan muncul kekaguman dari segala yang diciptakan-Nya.
Kita bisa melihat miliaran bintang yang bercahaya di malam hari. Kita bisa melihat matahari yang bersinar di siang hari. Bumi yang kita pijak mengitari matahari, sementara rembulan berkeliling mengitari bumi. Semuanya merupakan ketentuan yang sungguh sangat serasi. Semuanya beraturan sesuai dengan fungsi masing-masing. Semuanya akan bergerak sesuai dengan ketentuan Allah Swt. Dia yang mengawali dan Dia pula yang akan mengakhiri, Dia yang mengadakan dan Dia pula yang mengatur dan melindungi. Inilah kekuatan dan kekuasaan Allah Swt. yang tidak ada batasnya.
Apabila manusia bisa menggunakan limpahan karunia-Nya dengan baik, maka dirinya akan dapat membuktikan kehadiran Allah Swt. dalam kehidupannya. Namun sebaliknya, apabila kita tidak mampu menikmati segala karunia-Nya, maka dia termasuk orang yang menutup (kufur) segala kenikmatan. Di sinilah letak rusaknya eksistensi manusia sebagai makhluk yang fitrah, pudarnya hubungan abadi antara manusia dengan Allah Swt.
Iman dan ketakwaan yang kuat serta senantiasa meningkat hanya akan didapatkan oleh orang-orang yang menikmati hidup dari Allah Swt. Mereka akan mendapatkan keimanan dan ketakwaan karena merasakan hidup yang penuh syukur, nikmat, pertolongan Allah, dan rezeki. Mereka yang merasakan ini tentu akan mendapatkan kenikmatan hidup dunia dan akhirat.
Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa dari semua jalan meningkatkan iman dan ketakwaan adalah menjalankan semuanya secara bertahap, konsisten, bersungguh-sungguh, niat yang lurus dan selalu berusaha untuk mencari lingkungan yang baik atau proses kondisi diri yang baik. Tanpa konsisten yang tinggi tentu saja iman dan takwa tidak akan meningkat, justru malah stagnan atau bahkan melemah. Maka itu iman dan taqwa jika ingin meningkat ia harus dipupuk terus menerus, dipelihara dan jangan sampai terperosok jurang kesesatan yang lebih dalam.
Untuk itu, umat islam harus senantiasa mengingat bahwa sekali terpuruk maka setan akan selalu menggoda untuk jatuh lebih dalam. Sebelum terpuruk, maka jangan sampai kita mendekati atau menyentuh lingkaran yang dibuat oleh setan untuk menjebak manusia. Semoga kita selalu dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. sehingga bisa selamat dalam menjalankan hidup di dunia dan akhirat. []