Mengenal Tafsir Al-Manar sebagai Bibit Munculnya Tafsir Era Modern

Rasulullah saw adalah mufasir pertama dalam sejarah penafsiran. Metode penafsiran yang beliau gunakan adalah penjelasan secara langsung. Yaitu menjelaskan secara langsung kepada para sahabat pada ayat-ayat yang belum dipahami maknanya. Penafsiran inilah yang kemudian disebut dengan tafsir bil-ma’sur. Setelah zaman as-Suyuthi tafsir sudah bercampur dengan pendapat-pendapat pribadi para mufasir dengan kemampuan akalnya, kemampuan ilmu pengetahuannya dan perkembangan zaman. Tafsir yang disandarkan dari pendapat akal inilah yang kemudian disebut tafsir bil-ra’yi.

Perkembangan tafsir selalu mengalami perubahan dalam setiap masa, baik itu dalam aspek metode maupun paradigma dalam penafsiran. Sehingga dari setiap masa mempunyai ciri dan karakteristik tersendiri. Sebagai contoh tafsir Ibnu Kasir (Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim) yang menggunakan metode tahlili dalam menafsirkan ayat-ayatNya, tafsir Jalalain menggunakan metode ijmali dalam penafsirannya, dan lain sebagainya.

Kembali pada tafsir Al-Manar, tafsir ini merupakan buah karya dari tokoh revolusioner di Mesir yakni Muhammad Abduh dan Rasyi Ridha, yang mana dalam melakukan penafsiran al-Quran, mereka lebih mengutamakan aspek rasionalitas dan peranan sosial sehingga tidak hanya bertaklid buta terhadap penafsiran dari mufasir sebelumnya. Berikut biografi Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.

Biografi Muhammad Abduh

Nama asli beliau yaitu Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Lahir pada tahun 1849 M, di Desa Mahallat Nashr, Mesir. Beliau mengawali pendidikannya dengan berguru kepada ayahnya sendiri. Kemudian pada usia 14 tahun beliau dikirim ke Tanta untuk belajar di Masjid Al-Ahmadi untuk melancarkan Al-Qurannya, belajar bahasa Arab dan Fikih. Setelah menikah beliau menuntut ilmu di Al-Azar kepada syekh Hasan at-Takwi. Abduh dan kawan-kawannya berkesempatan berdialog dengan tokoh pembaharu “Jamaluddin al-Afghani”, dari sinilah beliau mendalami ilmu filsafat, teologi, politik dan jurnalistik, dibidang jurnalistik ini beliau menjadi pimpinan redaksi Al-Qaqaid Al-Mishriyyah.

Baca Juga:  Tafsīr Al-Ijāz Fi Taisīr Al-I’jāz Al-Anbiya': 38-39

Beliau pernah di penjara dan diasingkan keluar negeri karena ikut bergabung dalam gerakan yang menentang penetrasi kekuasaan barat yang dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani. Setelah diasingkan, beliau bersama Jamaluddin membentuk gerakan Urwatul Wusqa yang salah satu kegiatannya menerbitkan majalah.

Pemikiran Muhammad Abduh tentang pendidikan dinilai sebagai awal dari kebangkitan umat Islam di awal abad 20. Pemikirannya yang disebarluaskan melalui tulisan di majalah Al-Manar dan Urwatul Wusqa menjadi rujukan para tokoh pembaharu dalam dunia Islam.

Biografi Muhammad Rasyid Ridho

Lahir pada hari rabu tanggal 27 Jumadil Ula 1282H. atau 18 Oktober 1865M. di Qolamun, sebuah desa yang terletak di pantai laut tengah, Libanon. Beliau mengawali pendidikan sejak kecil dengan ayahnya. Kemudian setelah genap tujuh tahun beliau dimasukkan ke sebuah lembaga pendidikan dasar tradisional yang disebut Kuttab. Setelah lulus dari Kuttab ia melanjutkan ke Madrasah Ibtidaiyyah al-Rusyiyyah di Tripoli.

Pada tahun 1300H ia memasuki Madrasah Islamiyah yang dipimpin oleh Syekh Husayn al-Jisr, seorang ulama besar Libanon yang telah terpengaruh oleh ide-ide pembaharuan yang digulirkan oleh Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh. Beliau juga belajar ilmu bahasa dan sastra Arab pada Syekh Abdulghani al-Rifa’i, Syekh Muhammad Al-Qawaqiji, belajar fikih asy-Syafi’i dan hadis kepada Syekh Muhammad Nasyabah.

Beliau aktif dalam bidang tulis menulis dibeberapa majalah harian dan majalah terbit dengan bimbingan gurunya Syekh Jisr. Pengalamannya dibidang menulis itulah yang mengantarkannya menjadi seorang penulis yang produktif dan menjadi pemimpin redaksi majalah al-Manar sampai akhir hayatnya.

Tentang tafsir Al-Manar

Tafsir Al-Manar, sebutan masyhur dari tafsir Al-Quran Al-Hakim. Tafsir yang terdiri dari 12 jilid degan sampul warna merah kombinasi keemasan. Disebut tafsir Al-Manar karena pada mulanya diterbitkan dalam majalah al-Manar. Majalah al-Manar adalah mimbar bagi pemikiran Rasyid Ridho, Muhammad Abduh maupun kaum modernis secara umum selama hampir 40 tahun, terbit pertama kali pada tanggal 17 Maret 1898.

Baca Juga:  Tafsīr Al-Ijāz Fi Taisīr Al-I’jāz Al-Anbiya: 44-45

Tafsir ini menggunakan bentuk bil ra’yi, mengingat definisi tafsir bil ra’yi sendiri yaitu tafsir yang beragkat dari pemikiran (ijtihad) kemudian dicari argumen dari Al-Quran dan sunah Nabi untuk mendukung penafsiran tersebut. meskipun bentuk bil-Ra’yi tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa dalam penafsirannya, tafsir al-Manar mengambil beberapa referensi dari beberapa kitab terdahulu. Seperti, Al-Kasyaf, Al-Jami’ Fi Ahkam Al-Qur’an, Tafsir At-Thabari, Tafsir Kabir, Takwil Musykil Al-Qur’an, Tafsir Al-Alusi, Tafsir Al-Bahr Al-Muhith, Tafsir Ibnu Kasir, Al-Itqan Mabahis fi Ulum Al-Qur’an, Lubab an-Naqul fi Asbab wa Nuzul, I’jaz al-Qur’an, dan Al-Burhan fi Ulum Al-Qur’an

Metode penafsiran tafsir Al-Manar dengan menggunakan metode tahlili. Hal tersebut terlihat pada keseluruhan uraiannya, mulai dari jilid pertama hingga jilid terakhir. Yaitu dari surat al-Fatihah berdasarkan susunan surat-surat yang ada di mushaf, menjelaskan dan menafsirkan ayat per-ayat, dengan memaparkan makna dan aspek yang terkandung dalam ayat tersebut dengan tujuan menghasilkan makna yang benar dari setiap bagian ayat, dan pula pendapat-pendapat yang telah diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi, sahabat, para tabiin, maupun tafsir lainnya.

Tafsir al-Manar menggunakan pendekatan sosial, sehingga menghasilkan corak adabi ijtima’i. Corak ini menitikberatkan penjelasan ayat-ayat al-Quran pada segi ketelitian redaksinya, kemudian menyusun kandungannya dalam suatu redaksi yang indah dengan penonjolan segi-segi petunjuk al-Quran bagi kehidupan, serta menghubungkan pengertian ayat-ayat dengan hukum alam yang berlaku dalam masyarakat dan pembangunan dunia. [HW]

Qonaah Dwi Hastuti
Alumni Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora, Sekarang santri aktif di Pondok Pesanten Al-Qur’aniy Az-Zayadiy Solo, dan Alumni IAIN Surakarta.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini