Mengenal KPR Syariah dengan Akad Istihna

Rumah merupakan bagian dari kebutuhan pokok manusia, yang sama pentingnya dengan makanan serta pakaian. Rumah merupakan tempat pulang dari segala rasa letih, suka maupun duka dari berbagai aktivitas dan kesibukan. Oleh karena itu, tidak heran jika permintaan akan tempat tinggal terus meningkat setiap tahunnya. Bahkan rumah bisa dijadikan investasi properti bagi pemain bisnis properti. Namun, harga rumah yang terus melonjak membuat masyarakat kesulitan melakukan pembelian tunai untuk rumah. Peluang ini dimanfaatkan oleh banyak lembaga yang menyediakan layanan pembiayaan dan perbankan untuk produk-produk konsumtif yang sering dikenal dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Berbagai kemudahan fasilitas dari awal proses pengajuan, minimalnya biaya administrasi, suku bunga rendah, subsidi pemerintah, promo tanpa DP, dan lain – lain yang telah disediakan sebagai daya tarik.

Salah satu produk pembiayaan yang berkembang saat ini adalah pembiayaan rumah atau yang biasa disebut KPR syariah yang dikembangkan oleh bank syariah dan bank konvensional. Produk KPR pertama diluncurkan oleh Bank Rakyat Indonesia Tbk yang dimana bunga dijadikan alat untuk memperoleh keuntungan. Pembiayaan rumahan semacam ini dapat digunakan untuk membeli rumah baru atau bekas, membangun atau merenovasi rumah. Bagi sebagian orang, KPR yang diberikan oleh bank sangat membantu untuk memiliki rumah. Namun, bagi sebagian lainnya skema yang diberikan oleh bank konvensional dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum syariah karena skema riba yang dilarang oleh agama.

Berbagai bank syariah menyediakan pembiayaan kepemilikan rumah untuk individu dapat memenuhi sebagian atau seluruh biaya rumah menggunakan prinsip akad istishna untuk jual beli yang dimana pembayarannya boleh tunai bahkan diangsur sesuai kesepakatan dengan jumlah yang telah ditetapkan. Menurut data OJK, dibandingkan dengan akad murabahah, penggunaan akad istishna masih sangat kecil. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia menginginkan rumah yang sudah jadi dan cicilan yang lebih murah. Adapun kemungkinan akad istishna menjadi akad yang banyak diminati masyarakat dapat diukur dengan metode SOAR. Metode SOAR memiliki fungsi mengidentifikasi situasi dan posisi yang dihadapi perusahaan dalam persaingan bisnis sesuai dengan faktor strategis internal dan eksternal yang dihadapi perusahaan.

Pengaplikasian kredit kepemilikan rumah (KPR) menggunakan akad istishna diterapkan setelah konsumen melakukan proses ta’aruf, yaitu: termasuk mengajukan permohonan, mempelajari syarat-syarat transaksi, setelah developer menentukan kelayakan maka diwajibkan membayar tanda jadi yang dimana hal tersebut dapat mengurangi uang muka. Dalam dunia properti, akad istishna dipahami sebagai skema pesan setelah itu dibangun. Artinya, nasabah dapat membeli rumah berdasarkan pesanan yang telah disepakati. Skema istishna belakangan ini banyak digunakan oleh para developer syariah tanpa bank. Metode ini hanya menggunakan hukum syariah untuk menjalankan transaksi penjualan properti antara developer dan pembeli. Sebagai contoh yaitu, Developer Mahardika berencana membangun unit perumahan yang terdiri dari 100 unit secara inden di atas sebidang tanah. Harga mencapai Rp 500 juta untuk cicilan 10 tahun. Developer membuka bagi siapa saja yang ingin membeli rumah di atas tanah tersebut. Setelah itu, pembeli harus menyetor uang muka dan pembayaran cicilan hingga waktu yang telah ditentukan. Misalnya, jika Pak Dimas tertarik untuk membeli salah satu rumah, ia harus membayar uang muka yang telah disepakati sebesar Rp 80 juta. Pak Dimas harus membayar cicilan bulanan sebesar Rp 5 juta. Artinya Pak Dimas mencicil Rp 60 juta dalam waktu satu tahun. Jika uang muka ditambah, uang yang dikumpulkan Pak Dimas akan mencapai Rp 140 juta. Kemudian, uang tersebut akan digunakan oleh developer sebagai dana modal untuk pembangunan. Sisanya developer akan menalangi dana pembangunan, yang tentunya sudah diperhitungkan sebagai keuntungan.

Selain developer syariah, bank syariah juga menggunakan dua metode untuk melaksanakan akad istishna, yang pertama yaitu metode selesai. Metode selesai yaitu nasabah hanya mencicil pada saat pembangunan selesai, namun mewajibkan nasabah untuk membuka rekening selama masa pembangunan dan mengisi selama proses pembangunan selesai dilaksanakan. Yang kedua adalah metode penyelesaian. Metode penyelesaian yaitu nasabah harus membayar secara mencicil sesuai tahap pembangunan. Misalnya, jika 20% dari pembangunan telah selesai, maka nasabah wajib mencicil berdasarkan nilai tersebut. Contohnya setelah pondasi selesai, maka nasabah akan membayar. Contoh lainnya yaitu jika atap sudah terpasang maka nasabah akan membayar. []

Vinna Ayus Novaliya
Universitas Muhammadiyah Malang - FEB - Akuntansi

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini