Memilih pasangan

Tak terasa sebentar lagi bulan Dzulhijjah atau bulan besar biasanya orang jawa menyebut, akan datang. Bulan dimana start undangan pernikahan biasanya mulai berdatangan. Dan meskipun suasana pandemi belum usai, tapi tetap saja banyak pasangan yang tetap akan melangsungkan pernikahan.

Tak hanya bulan, ngaji ihya’ beberapa hari kemarin di masjid kwagean yang diampu oleh bapak pun kebetulan sedang membahas tentang pernikahan. Salah satu hal yang tentu dibahas adalah bagaimana memilih pasangan. Karena pasangan, adalah syarat utama untuk melangsungkan pernikahan. Hahaha

Saya tak akan menerangkan panjang lebar tentang cara memilih ala ulama’ dalam kitab ihya’, saya hanya akan mengutip sedikit hal yang saya tangkap sekilas dalam pengajian minggu kemarin. Dimana penjelasan bapak ini menurut saya adalah sesuatu yang menarik untuk dibahas.

Ketika membahas kriteria pasangan, maka salah satu hadis adalah hadis nabi yang berbunyi

‎تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ : لِمَالِهَا ، وَلِحَسَبِهَا ، وَلِجَمَالِهَا ، وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

Dalam memaknai hadis ini, bapak menerangkan: “ redaksine sanes amar, tetapi damel kata tunkahu. Biasane tiang estri utawi jaler niku dinikahi keranten patang perkoro: keranten bondone, keranten ganteng utowo ayune, keranten nasabe, lan keranten agomone (Redaksinya bukan amar, tapi tunkahu. Yang bermakna, biasanya seseorang itu dinikahi karena empat hal: karena kekayaannya, karena keelokan fisiknya, karena nasabnya, dan karena agamanya)”.

Bapak melanjutkan: “ten pilihan tigo kang awal hadis niki mboten mengunggulkan salah setunggal pilihan ngalahaken lintune utawi ngurutaken, tetapi namung nyebutaken beberapa kriteria. Nembe wonten pilihan kang ketigo niki enten kalimat fadzfar, enten fa’e. Enten penekanan (pada tiga pilihan yang pertama, hadis nabi tidak mengutamakan salah satunya atau bahkan mengurutkan (mulai dari harta, fisik, nasab dst), tetapi hanya menyebutkan beberapa kriteria. Baru pada yang pilihan terakhir ini ada kalimat fadzfar, ada fa’-nya. ada penekanan pilihan disana)”.

Baca Juga:  Al-Mubadalah dan Lima Bahasa Cinta dalam Rumah Tangga

Ini menunjukkan bahwa bagi siapa saja yang memilih pada keunggulan agama, maka dia akan beruntung. Meskipun banyak diterangkan dalam khazanah pesantren, tapi masih belum banyak dari kalangan santri yang mengamalkannya. Minimal menurut bapak dalam keterangannya:” meskipun ngeten, tapi kulo selama disuwoni tolong tiang ken madosaken bojo, justru tiang kang mboten mondok kang nyuwone namung kang saget ngimami kulo kanti sae. Dereng enten santri kang kados ngoten (meskipun begini, tapi selama saya disowani untuk dimintai tolong mencarikan pasangan, justru bukan santri yang permintaannya sederhana:’ siapa saja asalkan mampu menjadi imam dengan baik. Justru belum ada santri yang datang dan meminta seperti ini)”.

Bapak melanjutkan keterangannya tentang hadis ini: ”Munculipun babul kafaah geh dugi niki. Lan menawi niki diamalaken, mangke gampel angsal jodoh utawi pasangan. Niki geh saget didamel mbiji awak. Seumpami tiang pas umur 25 nilai fisike 7, mongko mangke pas umur 40 geh secara otomatis nilai fisike mandap dados 5 (muncullah babul kafaah karena kriteria-kriteria yang disebutkan tadi. Dan apabila teori ini dilakukan maka akan mudah bagi seseorang untuk mendapatkan pasangan. Ini juga sebagai penilai diri. Seumpama seseorang umur 25, nilai fisiknya 7, maka ketika usia 40 pun secara otomatis nilai fisiknya menurun menjadi 5)”.

Ketika mendengar uraian ini, saya jadi sadar betapa sudah canggihnya teori mencari jodoh sejak zaman Nabi. Kita sudah dipandu tentang teknis jitu mendapatkan pasangan. Betapa kupernya saya tentang pengetahuan ini. Bahkan membaca trik mendapatkan gebetan ala majalah remaja pun baru saya baca ketika masih sekolah tsanawiyah dulu. Dan salah satu poin terpenting adalah tepat menilai diri sendiri.

Baca Juga:  Membangun Pernikahan tanpa Kekerasan

Banyak dari kita yang mengeluhkan lama tidak kunjung mendapatkan jodoh, namun setelah diteliti ternyata bukan karena tidak laku, tapi lebih karena terlalu tinggi saja kriteria jodoh yang kita inginkan. Lupa menilai diri sendiri dulu, sebelum meminta.

Dan satu lagi yang menurut saya menarik, bapak tidak membatasi kriteria ini hanya pada wanita. Tetapi juga bagi pria. Bapak menerangkan bahwa kriteria tentang seseorang dipilih untuk menjadi pasangan berdasarkan empat hal berlaku juga bagi pria. Meskipun redaksinya tunkahul maratu, tetapi mempunyai cakupan luas.

Saya jadi ingat anekdot yang saya baca beberapa tahun yang lalu. “Ada seorang guru yang menasehati murid-muridnya: “nak, dalam mencari jodoh kita tidak boleh melupakan rumus tiga B. B yang pertama adalah berusaha. Karena usaha adalah syarat utama bagi tercapainya tujuan. Dan setelah berusaha, maka kita lanjutkan pada B yang kedua yaitu berdoa. Karena sekeras apapun usaha kita, bila tak disertai doa, maka akan sia-sia. Namun bila kita sudah berusaha keras, dan juga berdoa dengan tak kalah tekunnya, maka perlu adanya B yang ketiga. Yaitu Berkaca. Karena seringkali, seseorang yang biasa-biasa saja. Tidak terlalu kaya, tidak juga rupawan, apalagi bernasab raja, pun pengetahuan agama juga biasa, namun mengidamkan gadis yang kaya, cantik jelita, bernasab tinggi, dan pintar. Maka sampai kiamat pun dia akan menjomblo seutuhnya”.

Sebuah lelucon yang menurut saya tepat dalam mengingatkan diri kita untuk sadar diri.

Semoga kita mampu memilih pasangan yang tepat, dan yang belum semoga disegerakan. Agar kita manjadi pribadi yang bahagia. Sebagaimana maksud baik yang terkandung didalam doa-doa pernikahan yang diartikan oleh bapak: “barakallahu laka, Mugo-mugo tetep ngibadah keadaan longgar. wa baaroka alaika, lan tetep ngibadah ketika keadaane sempit (barakallahu laka, semoga selalu beribadah dalam keadaan longgar atau sejahtera. Dan tetap beribadah meskipun keadaan sempit atau kurang baik)”. [HW]

Muhammad Muslim Hanan
Santri Alumnus PIM Kajen dan PP Kwagean Kediri

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah