Larangan Penyembelihan Hewan Kurban Sapi bagi Warga Kudus sebagai Bukti Toleransi Umat Beragama

Salah satu sumber daya manusia paling penting di Indonesia adalah kaum santri. Santri lahir dari lembaga pendidikan pesantren yang memiliki kekhasan tersendiri dalam sistem pendidikannya. Di kalangan umat Islam, pesantren dianggap sebagai bentuk lembaga pendidikan yang mempunyai kelebihan baik dari segi moral maupun keilmuan.

Pada zaman dahulu, pesantren hanya dijadikan sebagai media dakwah saja. Banyak yang berpandangan bahwa ilmu agama tidak bisa disamakan dengan ilmu umum. ilmu agama ialah ilmu untuk akhirat. Sedangkan ilmu umum ialah ilmu dunia, keduanya tak bisa disatukan. Dikotomi kedua ilmu tersebut telah menjadi paradigma pengembangan keilmuan yang menyebabkan adanya ketimpangan pengelolaan pendidikan, tentunya sangat mempengaruhi cara pandang masyarakat. Mereka akan beranggapan bahwa ilmu agama seperti Fikih, Tauhid, Hadits itu wajib dipelajari. Sedangkan, ilmu umum seperti Biologi, Fisika, Geografi, dan sebagainya itu tidak wajib dipelajari. Akibatnya, mereka akan tertinggal oleh dunia modern dan eksistensi pendidikan Islam akan melemah. Sehingga, pesantren tidak bisa menjadi pusat pengembangan ilmu yang dapat diandalkan pada era modern.

Padahal di era persaingan global saat ini, antara ilmu agama dan ilmu umum sesungguhnya dapat dipadukan (saling terintegrasi). Integrasi dalam ilmu itu sendiri sangat penting, karena Islam saat ini tengah dihadapkan pada tantangan yang besar, yaitu bagaimana menyelenggarakan pendidikan Islam yang bermutu dan berkualitas agar dapat menjawab tantangan zaman dan tidak tergerus oleh arus globalisasi. Tantangan tersebut harus segera diatasi agar kualitas sumber daya manusia dapat bersaing pada dunia global.

Pesantren, apabila saya lakukan tamtsil (pengumpaan), ialah ibarat sebuah pohon ilmu. Akar yang kuat dan menghunjam ke bumi, menggambarkan pesantren memiliki dasar keilmuan yang mumpuni untuk bisa menumbuhkan batang yang kokoh dan dapat menopang daun yang rimbun. Batang yang semakin hari semakin kokoh menggambarkan perkembangan pesantren yang pesat dan merespon arus zaman. Sedangkan, ranting pohon adalah ilustrasi dari berbagai cabang ilmu yang dihasilkan dari satu batang keilmuan yang kokoh. Dan daun yang rimbun menandakan pohon tersebut berkualitas hingga kemudian menghasilkan buah atau lulusan yang berkualitas pula.

Baca Juga:  Menelisik Hari Santri : Di Pondok Pesantren al-Salafi Miftahul Huda

Santri, Buah dari Pohon Ilmu

Sebagai manifestasi (perwujudan) dari didirikannya pesantren, kualitas santri sangatlah dipengaruhi oleh model pendidikan yang diselenggarakan oleh pesantren. Semakin pesantren mampu menyediakan kurikulum yang relevan dengan perkembangan zaman, maka alumni-alumni yang dihasilkan juga dapat merespon perkembangan zaman dengan baik. Oleh karenanya di era persaingan global yang ditandai dengan munculnya berbagai invensi (penemuan) ilmu pengetahuan  dan teknologi, penting bagi pesantren untuk menyediakan kurikulum yang mengintegrasikan antara ilmu agama dan ilmu umum (sains), agar ke depan para santri dapat berperan aktif menjawab problematika dunia modern.

Apabila kita lihat, dalam perjalanan sejarahnya, beberapa pesantren belum dapat melebarkan kiprah sosialnya hingga ke tengah-tengah lini kehidupan masyarakat modern. Hal ini dikarenakan masih adanya dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum di dalam tubuh pesantren. Padahal peran pesantren –utamanya di era globalisasi kini- kian diharapkan oleh masyarakat, apalagi kiprah para alumninya.

Menyoal adanya dikotomi tersebut dan bagaimana sikap kita terhadapnya, kita dapat merujuk pada pendapat Syaikh Ramadhan al-Buthi bahwa sejatinya segala bentuk ilmu apabila ditujukan untuk taqarrub (mendekat) pada Allah, maka secara otomatis segala ilmu tadi menjadi ilmu syariat. Itu artinya ketika seseorang mempelajari ilmu kedokteran berarti ia sedang mendekatkan diri kepada Allah. Karena fungsi dari ilmu adalah membuka hakikat pengetahuan dan hakikat yang sebenarnya adalah Allah SWT.

Agar pesantren dapat memaksimalkan perannya sebagai pohon ilmu bangsa Indonesia, maka ada tiga poin yang perlu menjadi titik tekan. Pertama yaitu terus melakukan inovasi dalam hal manajemen kurikulum pendidikan agar lahir santri-santri yang kompeten dan cakap dalam menghadapi perubahan zaman. Proses inovasi ini tentu tetap menjunjung tinggi pada asas “al-muhaafadhotu ‘ala qodiimis sholih wal akhdzu bil jadiidil ashlah.” Kedua yaitu terbuka dengan berbagai macam fan (disiplin) ilmu, utamanya ilmu sains yang terintegrasi dengan ‘ulumul syariah.

Hal ini bertujuan agar pengetahuan yang didapatkan santri lebih holistik (menyeluruh) dan kelak siap menghadapi tantangan globalisasi yang serba dinamis. Ketiga yaitu penting bagi pesantren, memiliki komitmen kebangsaan yang kuat di mana seluruh elemen yang ada di dalamnya tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan yang terkandung dalam Pancasila. Jangan sampai dalam menghadapi arus globalisasi ini, elemen-elemen di dalam pesantren justru mengalami krisis ideologi kebangsaan. Tentu ini akan menggerus jati diri pesantren itu sendiri yang seharusnya menjadi pohon ilmu bangsa, malah menjadi bumerang bagi ideologi bangsanya sendiri. Wallahua’lam bisshowab(IZ)

Rekomendasi

1 Comment

  1. Semangat untuk penulisan perdananya sayang, tetap terus dikembangkan ya artikelnya❤️

Tinggalkan Komentar

More in Opini