Hari ini adalah awal Ramadan 1441 H. Kita bersyukur bisa bertemu lagi dengan bulan Ramadan, karena ada orangtua, keluarga, dan sahabat yang sudah kembali ke rahmatullah untuk selamanya. Semoga mereka husnul khatimah. Untuk menunjukkan rasa syukur kita dengan berniat secara ikhlas mengisi Ramadan dengan amalan yang lebih baik daripada tahun sebelumnya. Walaupun itu tidak mudah, karena sepanjang hidup yang kini berjalan 63 tahun, belum pernah absen shalat Jumat 3x berturut-turut, tarawih di Masjid, dan salat Idul Fitri sejak Mukallaf.

Sebelum kita membahas lebih jauh tentang puasa, mari kita memahami eksistensi sebagai hamba Allah swt. Kita manusia diciptakan oleh Allah swt bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal dan menolong. Di antara kita, tidak boleh ada yang merasa lebih superior daripada yang lainnya, karena sebenarnya yang lebih mulia di antara kita, adalah yang paling taqwa (QS. Al Hujurat:13). Bukan keturunan/nasab, gelar, jabatan, atau pangkat, dan sebagainya, tapi justru taqwa di mata Tuhan merupakan status yang paling mulia.

Dengan sifat rahman dan rahim-Nya, Allah swt memberikan jalan, bahwa puasa merupakan cara yang paling baik untuk meraih taqwa. Sebagaimana yang kita dapatkan dalam QS. Al Baqarah: 183, bahwa kita diwajibkan menunaikan puasa Ramadan, agar kita bertaqwa (tattaquun). Di sini sebutan taqwa dengan fi’il mudzari’ (ing-form), karena dengan taqwa yang kita dapatkan setelah berpuasa itu tidak bersifat final, langsung berpredikat muttaqin, melainkan ketaqwaan harus dijaga terus dengan istiqamah beramal shaleh. Berpuasa bukan menjadi beban, melainkan menjadi kebutuhan.

Apalagi puasa Ramadan merupakan amal sholeh untuk-Nya, bukan untuk kita. Sebagimana sabda Rasulullah saw, yang artinya : “Seluruh amalan anak Adam untuk mereka sendiri, kecuali puasa. Sungguh, ibadah puasa itu untuk-Ku. Akulah yang langsung akan memberikan imbalannya. Puasa adalah perisai.” (HR Imam Bukhâri). Sungguh penting kedudukan puasa di antara ibadah-ibadah khas lainnya,

Baca Juga:  Puasa Yang Tidak Boleh Ditawar : Kritik Atas Tulisan “Mengganti Puasa Secara Kolektif”

Betapa tingginya nilai puasa Ramadan di mata Allah swt dan di mata manusia, sehingga Ramadan selalu kita rindukan kedatangannya. Karena itulah sudah sepatutnya kita menyambut kehadiran Ramadan saat ini yang relatif berbeda dengan Ramadan sebelumnya, ketika saat ini ada ujian yang sangat berat, menghadapi ganasnya Covid-19, bahkan ujian itu jauh lebih berat daripada sebelumnya. Ujian itu membuat kita berubah dalam menyambutnya, baik yang terkait denga ibadah wajib maupun ibadah sunnat.

Walaupun demikian, kita tetap ungkapkan
Marhaban yaa Ramadan. Karena banyaknya keistimewaan yang menempel pada Ramadan. Adapun keistimewaannya di antaranya :
1. Bulan wajib berpuasa sebulan penuh untuk melatih kesabaran dan meningkatkan iman
2. Bulan yang terbuka pintu rahmat Allan swt.
3. Bulan yang memiliki satu malam lailatul qadar atau malam yang lebih baik dari seribu bulan.
4. Bulan peringatan turunnya Al-Quran.
5. Bulan pengampunan dosa-dosa yang telah lalu.
6. Bulan yang memiliki pahala berlipat ganda sampai 70 kali lipat.
7. Bulan yang membuat orang yang menunaikan ibadah umrah dihargai seperti yang menunaikan ibadah haji.
8. Bulan yang sepuluh hari terakhirnya sangat baik untuk melakukan i’tikaf.

Menyadari keistimewaan itu, maka kita seharusnya menyambut dengan ikhlas dan gembira. Banyak keutamaan di hadapan kita, yang bebas kita pilih dengan penuh keleluasaan yang bertumpu pada wisdom kita masing-masing. Memang Ramadan saat ini tidak banyak yang bisa ditawarkan ke kita sebagai konsekuensi logis dari mushibah yang menimpa kita. Karena itu kita harus lebih aktif dan proaktif manfaatkan jasa IT untuk bisa mengakses banyak informasi dan bekal belajar mandiri untuk menyempurnakan diri.

Demikian juga kemampuan dan kesempatan kita tidak sekuat dan selonggar masa sebelumnya, sehingga keistimewaan Ramadan tidak serta merta bisa datang di depan kita. Upaya yang harus kita lakukan jauh lebih serius dan sungguh-sungguh, sehingga kita bisa menggait keistimewaan dengan optimal. Kita harus bisa mengalahkan nafsu dan godaan rasa malas, pesimis, apatis, dan tak berdaya. Karena kita tidak ingin menjadi korban langsung ataupun tidak langsung dari musibah Covid-19.

Baca Juga:  Tantangan Puasa di Tanah Koloni Selama Masa Pandemi

Kita menyambut kehadiran tamu istimewa Ramadan 1441 H, dengan penuh optimisme, raja’, dan big dream. Kita jalani semua amaliah Ramadan dengan semangat dan antusiasme di rumah sendiri bersama keluarga yang sekaligus sebagai media konsolidasi. Juga melakukan akses infromasi dan berinteraksi secara digital atau cara lainnya sesuai dengan kebutuhan. Dengan harapan kita bisa mengakhiri ramadan dengan tauhid kita yang semakin kuat yang terhindar dari ilah-ilah yang menyesatkan dengan menandai takbir semalam suntuk, mengakhiri Ramadan dengan kembali ke fitrah (dengan memperoleh maaf dari sesama dan ampunan-Nya), meningkat kesehatan jasmaniyah dan ruhaniyahnya, dan meningkat taqwanya (syawwal) serta semakin kuat ukhuwwah islamiyyah, wathaniyah dan basyariyah-nya. [HW]

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah