Lika-Liku Skripsi serta Ijazah Topcer dalam Menyelesaikannya

Skripsi merupakan karya tulis ilmiah yang berupa paparan tulisan hasil penelitian sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana strata satu. Banyak orang yang mengeluh karena kesulitan dalam mengerjakan dan drama saat menjalaninya. Skripsi sangat menentukan lama dan cepatnya mahasiswa lulus. Banyak tantangan yang harus dilalui dalam mengerjakannya.

Jika diiibaratkan, fase skripsi itu seperti cerita perjuangan Bima dalam mencari toya amerta atau air kehidupan. Di dalam cerita Serat Bimasuci diceritakan bahwa Bima diamanahi oleh guru besarnya, Resi Druna untuk mencari toya amerta. Karena dengan toya amerta Bima bisa mendapatkan kemuliaan agung, bisa terlepas dari segala bencana dan bisa menguasai dunia.

Sebelum menemukan toya amerta yang letaknya di dalam dasar samudera besar. Tantangan demi tantangan harus dilalui oleh Bima. Mulai dari melewati hutan belantara yang penuh dengan marabahaya. Samudera yang luas dengan ombak bergulung-gulung beserta hewan buas di dalamnya. Dan yang paling mengerikan Bima harus duel dengan seekor naga ganas yang siap untuk melahapnya.

Dengan penuh keberanian, keyakinan, usaha yang keras serta tekat yang kuat Bima bisa melewati semua tantangan itu, dan akhirnya Bima bisa mendapatkan apa yang  dicarinya. Setelah menemukan toya amerta, Bima baru menyadari bahwa toya amerta tidak ada dimana-mana, percuma mencarinya di segala tempat di dunia, sebab toya amerta  berada di dalam dirinya sendiri.

Bima berkesimpulan bahwa sejatinya toya amerta adalah pencarian jati diri dan penjernihan hati untuk mencapai wujud sejati.

Seperti halnya cerita perjuangan Bima mencari toya amerta, di dalam skripsi juga akan dihadapkan dengan tantangan demi tantangan. Mulai dari tantangan yang berasal dari dalam diri sendiri serta tantangan dari lingkungan atau orang lain. Seperti sulit mengumpulkan niat, susah mencari judul, dosen pembimbing yang ribet, repot dalam penelitian, lingkungan dan teman yang tidak mendukung serta masih banyak lagi.

Baca Juga:  Ijazah Musalsal Bil Mushafahah, Berikut penuturan Alumni PPMH Gading

Maka, untuk melewati semua tantangan itu, dibutuhkan niat yang sungguh serta keseriusan dalam mengerjakan. Karena pada hakikatnya semua tantangan itu bukan berasal dari orang lain atau lingkungan, melainkan berasal dari diri sendiri.

Dosen pembimbing yang ribet bukan sepenuhnya karena dosennya, tapi karena kamu belum bisa memahami karakter dosen. Lingkungan atau teman yang tidak mendukung bukan karena lingkungan atau temanmu, tapi karena kamu belum bisa menekankan prioritas dan sikap tegas pada diri kamu.

Apakah kamu akan menjadikan semua tantangan itu sebagai alasan untuk menyerah?, atau malah sebaliknya. Karena selalu ada seribu alasan untuk menyerah, dan ada sejuta alasan untuk melanjutkan. Semuanya kembali ke pribadi masing-masing.

Setelah semua ikhtiyar kamu lakukan jangan lupa dibarengi juga dengan doa dan berpasrah diri kepada Allah. Keduanya harus seimbang, jangan hanya mengandalkan ikhtiyar tanpa doa, karena hal itu yang membuat seseorang menjadi sombong. Begitu juga sebaliknya, jangan hanya mengandalkan doa tanpa ikhtiyar karena itu juga tidak baik.

Berbicara mengenai doa, ada tradisi unik yang lumrah terjadi di kalangan santri. Dimana jika mempunyai suatu hajat, seorang santri akan menemui kiainya untuk dimintai ijazah doa sebagai lantaran supaya hajatnya bisa terkabulkan. Ada satu ijazah doa yang ringan untuk dilafadzkan tapi mujarab untuk mencapai suatu hajat, termasuk skripsi.

Penulis mendapatkan ijazah dari salah satu ulama kharismatik Demak, KH Munhamir Malik pengasuh PP al-Hadi Girikusumo. Ijazah doa itu berupa Allahumma dipekso. Allahumma berasal dari bahasa arab yang artinya ya Allah dan dipekso merupakan bahasa jawa yang artinya dipaksa.

Allahumma dipekso memiliki makna yang mendalam yang jarang ditemukan dalam doa-doa yang lain. Dimana di dalam lafadz atau ejaannya, mewakili ikhtiyar lahir sekaligus batin. Allahumma mewakili doa dan kepasrahan seorang hamba kepada Allah, dan dipekso mewakili ikhtiyar seseorang dalam mencapainya. Jadi didalamnya menunjukan makna yang gamblang bahwa untuk mencapai suatu hajat maka kuncinya adalah ikhtiyar, doa dan tawakal. []

Muhammad Luthfi
Mahasantri Ponpes Darul Falah Besongo dan Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini