Konsep Tafakkur dalam Al-Qur’an

Salah satu karakteristik yang harus dimiliki oleh orang yang beriman ialah bertafakkur tentang kekuasaan Allah melalui mahluknya. Segala mahluk yang ada di alam semesta, Allah ciptakan sebagai pengingat dan petunjuk bagi manusia bukan sebagai tontonan yang tidak berfaedah sama sekali sebagaimana yang dijelaskan dalam Q.S Ali Imran [4]: 191.

Apabila seorang mukmin mampu untuk bertafakkur tentang kebesaran dan kekuasaan Allah terhadap setiap makhluk dan segala ciptaan-Nya maka, ia akan selalu merasa dekat kepada Allah sehingga, menjadikannya orang yang beruntung dan berhasil baik di dunia maupun di akhirat.

Imam Nawawi al-Dimasqi dalam kitab “Riyadh al-Shalihin” mendefinisikan tafakkur yakni manusia menggunakan akal fikirannya terhadap suatu hal sehingga, menumbuhkan hasil dari pemikiran tersebut.

Allah swt berfirman dalam Q.S Ali Imran [4]: 190-191.

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (190) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191)

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka” (Q.S Ali Imran [4]: 190-191)

Dalam tafsirnya, Al-Maraghi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan potongan ayat “Inna fi Khalqi al-Samawati” ialah susunan langit dan bumi yang indah serta hal yang mengagumkan dari penciptaannya. Begitu juga pergantian malam dan siang dengan jarak waktu yang begitu panjang, dampaknya pun dapat dirasakan oleh tubuh seperti panasnya matahari dan diginnya waktu malam. Semua yang telah disebutkan tersebut merupakan tanda-tanda bagi Uli al-Albab.

Al-Maraghi juga menyebutkan bahwa maksud dari Uli al-Albab yaitu orang-orang yang melihat, mengambil faedah, mengambil petunjuk serta menghadirkan kekuasaan Allah dalam hatinya. Tidak hanya itu, ia juga selalu mengingat keutamaan serta keagungan Allah baik dalam keadaan duduk, berdiri atau dalam keadaan berbaring.

Baca Juga:  Ramadan Bulan Ilmu Pengetahuan

Kemudian, Allah swt juga memberikan perintah agar manusia bertafakkur terhadap penciptaan langit dan bumi. Menurut Al-Maraghi hal tersebut sebagai perantara untuk mendekatkan kepada Alla swt. Sehingga, Al-Maraghi menyimpulkan bahwa keberuntungan dan keberhasilan dapat diraih dengan selalu berdzikir kepada Allah serta berafakkur tentang ciptaan-ciptaannya di dunia.

Menurut Syaikh Nawawi Banten dalam kitabnya “Kasyifah al-Saja” jumhur ulama’ membagi tafakkur menjadi lima yaitu, bertafakkur tentang ayat-ayat Allah yang disertai dengan bertawajjuh dan meyakininya, bertafakkur atas nikmat-nikmat yang telah Allah berikan. Tafakkur ini dapat mendatangkan mahabbah (kecintaan) pada Allah swt.

Selanjutnya bertafakkur tentang janji-janji Allah sehingga, dapat menumbuhkan semangat dalam beramal saleh lalu, bertafakkur dalam rangka merenungi peringatan Allah sehingga, akan tumbuh rasa malu dan takut di hati seseorang untuk melakukan maksiat dan yang terakhir ialah bertafakkur untuk merenungi kelalaian diri dalam menjalankan perintahnya. Tafakkur pada bagian ini dapat menubuhkan rasa malu.

Allah swt juga memberikan perintah kepada hamba-hamba-Nya agar mereka tidak hanya bertafakkur tentang langit dan bumi tetapi juga bertafakkur tentang ayat-ayat-Nya dalam kitab Al-Qur’an sebagaimana dijelaskan dalam Q.S al-Nahl [14]: 44.

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (44)

“Dan Kami turunkan al-Zikr (Al-Qur’an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan” (Q.S al-Nahl [14]: 44)

Syaikh Muhammad al-Amin al-Syinqithi dalam kitabnya “Adwa’ al-Bayan fi> ’Idah al-Qur’an bi al-Qur’an” menafsiri kata “al-Zikr” dengan Al-Qur’an. Menurut beliau ayat di atas memiliki dua hikmah yang terkandung di dalamnya.

Hikmah yang pertama ialah menjelaskan kepada manusia tentang isi-isi Al-Qur’an baik dalam segi perintah, larangan, janji serta ancaman Allah swt dan lain sebagainya. Sedangkan hikmah kedua ialah bertafakkur tentang ayat-ayat Al-Qur’an dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat tersebut.

Baca Juga:  Ijazah Kerasan Mondok

Oleh sebab itu, dari beberapa penjelasan di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa untuk menuju makrifat kepada Allah maka, Allah memberikan perintah kepada hamba-Nya agar senantasa bertafakkur tentang ciptaan-ciptaan-Nya di dunia sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Al-Maraghi di atas.

Sedangkan pada ayat kedua, Allah swt juga menyeru hamba-Nya agar bertafakkur tentang ayat-ayat Al-Qur’an dan mengambil pelajaran darinya sebab dalam Al-Qur’an mengandung larangan dan perintah, janji dan ancaman, serta surga dan neraka. Sehingga, semua hal tersebut dapat dijadikan sarana untuk bertafakkur. Dengan bertafakkur seorang hamba dapat mendekatkan diri kepada Allah dan menjadikannya bahagia baik di dunia maupun di akhirat. [HW]

Lukman Hakim
Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Fithrah Surabaya

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. […] kita sadari beberapa hal tersebut yang sedang berkecamuk dalam pikiran kita sudah terjawab dalam Al-Qur’an sebelum kita menyadarinya. Karena segala sesuatu yang diciptakan Allah tidak pernah ada yang […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini