Nelayan

Pada zaman dahulu, Di zaman bani Israil ada dua orang nelayan yang  bersaudara, yang satunya mukmin, sedangkan yang satunya kafir penyembah berhala. Suatu hari saat sang kafir melemparkan jalanya di lautan, banyak sekali ikan yang tersangkut di jalanya, sehingga ia sangat kesulitan untuk mengangkatnya. Sedangkan saudaranya yang mukmin disaat dia melemparkan jalanya, hanya ada seekor ikan yang tersangkut di jalanya, tapi dia tetap bersyukur serta sabar akan apa yang telah Allah takdirkan kepadanya.

Pada suatu hari, sang istri dari sang nelayan mukmin naik keatas atap rumah, dan dia melihat istri si nelayan kafir sedang mengenakan pakaian mewah dan perhiasan yang indah. Kemudian istri nelayan mukmin iri ingin memiliki pakaian dan perhiasan yang seperti itu juga. Kemudian istri si nelayan kafir melihat dia memperhatikannya lalu sang istri si nelayan  kafir berkata, “Katakan pada suamimu untuk menyembah tuhan suamiku, maka ia pasti bisa membelikanmu pakaian dan perhiasan seperti punyaku.”

Lalu istri si nelayan mukmin turun dengan hati gelisah, tak lama kemudian suaminya yang seorang mukmin itu datang menemuinya, tetapi dia mendapati istrinya sedang bersedih. Lalu sang mukmin mendekati istrinya, “Apa yang telah terjadi padamu sehingga engkau bersedih?” Tanya suaminya. “Mas, jika engkau tidak mau menceraikan aku, maka sembahlah tuhan suadaramu”, jawab sang istri. “Apakah engkau tidak takut pada Allah? Apakah engkau akan menjadi kafir setelah engkau beriman?”, tanya sang suami dengan terheran. “Sudahlah, tidak perlu banyak bicara. Aku tidak mau menjadi orang yang telanjang, sedangkan orang-orang sudah mengenakan pakaian mewah dan perhiasan yang indah.” Jawab istrinya.

Melihat keseriusan di jawaban sang istri, sang suami lalu berkata “Janganlah engkau terlalu terburu-buru, besok insyaAllah aku akan berangkat bekerja dengan imbalan setiap hari dua dirham, dan aku akan berikan itu padamu, agar engkau menjadi lebih baik dan hatimu menjadi tenang”. Keesokan harinya, ia pergi untuk mencari pekerjaan, tetapi tak ada satu orangpun yang mau mempekerjakannya. Sampai dia telah putus asa, lalu dia memutuskan untuk pergi ke pantai dan beribadah di sana sampai malam hari.

Baca Juga:  Kisah Wali dan Buku "Catatan dari Tarim"

Saat ia pulang, istrinya bertanya “Bagaimana dengan pekerjaanmu ?”. “Aku bekerja pada seorang raja dermawan yang kaya raya, tetapi ia mensyaratkan agar aku bekerja padanya selama tiga puluh satu hari, setelah itu baru ia akan memberikan apa yang aku inginkan.” Ucap suaminya berbohong untuk menyenangkan hati istrinya. Lalu sang istri percaya padanya. Dan setiap hari ia selalu mendatangi pantai itu untuk kembali beribadah kepada Allah.

Maka tibalah malam yang ke tiga puluh, sang istri berkata padanya “Apabila besok engkau tetap tidak memberikan upahmu, maka ceraikanlah aku”. Keesokan harinya sang suami berangkat mencari pekerjaan dengan hati takut akan terjadi talak dan istrinya akan menjadi murtad. Kemudian di perjalanan dia bertemu seorang yahudi, dan dia bertanya “Apakah engkau membutuhkan seorang pekerja?. “iya” jawab si yahudi itu. Akhirnya sang suami bekerja pada orang yahudi itu dengan syarat dia tidak boleh makan apapun dari benda yahudi itu. Akhirnya dia setuju untuk bekerja, dan memutuskan untuk berpuasa pada hari itu.

Kemudian Allah berfirman pada Malaikat Jibril “Letakkanlah 29 dinar (uang yang terbuat dari emas) di atas sebuah piring yang terbuat dari cahaya, lalu bawalah pada istri lelaki mukmin itu”. Kemudian Malaikat Jibril membawanya pada istri lelaki mukmin  itu dan berkata “Aku adalah utusan raja tempat suamimu bekerja, saat ia bekerja pada kami, kami tidak pernah meninggalkannya, sampai dia yang meninggalkan kami, dan ia bekerja pada seorang yahudi. Seandainya ia bekerja pada kami sebulan penuh, maka kami tidak akan mengurangi gajinya.”

Lalu sang istri mengambil satu dinar untuk di bawa kapasar, dan di uang dinar itu terdapat tulisan “Laailaha Illa Allahu Wahdahu Laa Syariika Lahu“. Dan sesampainya di pasar ternyata orang di pasar mau menukar uang satu dinar itu dengan uang seribu dirham (uang yang terbuat dari perak). Saat sang suami pulang kerumahnya, istrinya bertanya “Mas, dari mana saja engkau?”. “Aku baru saja pulang dari bekerja pada seorang yahudi” jawab suaminya. “Duh mas, kenapa engkau mau meninggalkan pekerjaanmu pada raja itu demi bekerja pada seorang yahudi ” Ucap istrinya , lalu ia menceritakan apa yang telah terjadi. Mendengar cerita istrinya, sang suami lalu menangis sampai dia pingsan, saat setelah siuman, dia lalu berkata “Aku telah mengabdi kepadanya, namun aku tidak menepati hak beribadah padanya.” kemudian sang suami meninggalkan istrinya, dan pergi ke pinggir gunung untuk beribadah di sana hingga akhir hayatnya.

Baca Juga:  Urgensi Silaturahmi Bagi Orang Beriman

Dari kisah tersebut, kita dapat mengambil hikmah, bahwasannya memiliki sifat buruk seperti melihat milik orang lain dan berharap kita memilikinya juga dan ada rasa iri hati  itu tidak baik karena sifat tersebut membuat kita tidak bersyukur atas apa yang diberikan oleh Allah dan ketika kita menyerahkan segala urusan kepada Allah dan yakin atas takdir Allah, maka Allah akan memberikan segala apa yang kita inginkan. [HW]

Cici Ayu Wulandari
Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya

    Rekomendasi

    Kuburan Bagirap
    Karamah

    Kuburan Bagirap

    72 TAHUN yang lalu, tepatnya di malam Jum’at, 15 September 1954 terjadi peristiwa ...

    Tinggalkan Komentar

    More in Kisah