Kewajiban Bela Negara sebagai Jawaban Kekuasaan Politik Islam

Pada masa Orde Lama dan Orde Baru, peran Ulama dan Santri dalam berjuang mempertahankan dan merebut kembali kemerdekaan bangsa Indonesia, serta penegakan kembali ajaran Islam yang telah dirusak oleh Imperialisme Barat, kurang diperlihatkan bahkan dihilangkan dari catatan sejarah. Padahal setiap perjuangan dalam membela tanah air, Ulama dan Santri tidak pernah absen. Maka dari itu Alquran menekankan kepada kita, wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad – perhatikanlah apa yang telah diperjuangkan oleh para pendahulumu agar kamu menentukan langkahmu yang benar di hari esokmu (QS.59:18)

Rasulullah SAW sebagai suri tauladan umat Islam telah menyampaikan bahwa masyarakat Islam yang damai selalu dihadapkan dengan musuh yang anti Islam. Islam mencontohkan bahwa sabar dan ulet yang disertai kekompakan dan memegang prinsip bahwa kewajiban bela negara adalah jawaban dari keberhasilan sistem politik di dalam negara.

Dengan disertai kemampuan ilmu, Islam tidak hanya memberi contoh dari kehidupan Rasulullah dan para sahabat dalam membangun masyarakat Mekkah dan Madinah, namun untuk seluruh negara di alam semesta dan sepanjang zaman. Melalui pendekatan sebagai hamba dan pengamalan hukum Allah adalah benar-benar menciptakan kesempurnaan cahaya kedamaian dalam kehidupan bernegara.

Prof. Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul Api Sejarah jilid pertama halaman 134 menjelaskan bahwa sejarah kerasulan memperlihatkan di tengah keragaman kepentingan masyarakat Madinah, sangat diperlukan lahirnya kelompok kecil pemimpin yang aktif, yakni Rasulullah SAW bersama dengan para sahabat. Kelompok kecil pemimpin tersebut akan membentuk keefektifan pengorganisasian sehingga akan mudah terbentuk rasa kebersamaan yang menyeluruh. Terbukti dengan keberhasilan Rasulullah dengan para sahabat sebagai pusat penggerak masyarakat Madinah pada waktu itu. Walau memiliki keberagaman dan kepentingan yang berbeda. Namun mereka bisa menyatukan tanpa adanya politik pecah belah antar sesama.

Baca Juga:  Tokoh Santri Milenial; KH Abdul Ghaffar Razin (1)

Kunci keberhasilan dari Rasulullah dalam menumbuhkan kesadaran masyarakat adalah dengan menegakkan hukum Allah. Dalam hal ini, beliau SAW memberikan teladan bagaimana proses menegakkan sistem politik Islam yang Islami. Dengan tujuan meningkatkan pastisipasi dan inisiatif warga dalam turut serta membela dan membangun negara.

Pertama, Rasulullah menekankan prinsip bahwa setiap individu umat Islam memiliki wewenang dalam balighu anni walau ayatan. Sebutan ummat terbaik yang diberikan Allah kepada ummat Nabi Muhammad adalah karena diharapkan mampu menjadi figur manusia yang saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Kedua, Rasulullah menumbuhkan jiwa kepemimpinan serta tanggung jawab. Dengan redaksi hadist riwayat Imam Al-Bukhari yang berbunyi- Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawabannya. Pada hakikatnya, setiap individu yang berada dalam strata sosial apapun dan dimanapun adalah seorang pemimpin. Baik dia seorang pejabat, direktur, manajer bahkan pembantu rumah tangga, tetaplah dia adalah pemimpin yang akan mempertanggung jawabkan segala perbuatannya kelak dihadapan Allah SWT. Dengan demikian, adanya kesadaran kepemimpinan akan melahirkan rasa tanggung jawab (sense of responsibility) dan rasa ikut memiliki (sense of belonging) terhadap pengamalan ajaran Islam dalam setiap pribadi umat muslim.

Hal ini sejalan dengan identitas negara Indonesia sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi. Artinya kehidupan bernegara bahwa setiap rakyat memiliki persamaan dan kesetaraan hak untuk menyampaikan pendapat, dan memilih suatu pilihan tanpa unsur paksaan dari pihak lain. Adanya payung hukum UUD 1945 ayat tentang Kewajiban bela negara yaitu Pasal 27 ayat (3) yang berbunyi,”Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam pembelaan Negara.”Ketentuan ini menegaskan bahwa kewajiban membela negara bukan hanya melatih warga negara secara militer namun juga menghidupkan jiwa kepemimpinan yang menjadi fitrah manusia yang beragama

Baca Juga:  Kemenag RI adakan Kopdar Pengelola Media Pesantren untuk Eksistensikan Pesantren

Salah satu pengamalan dari bela negara di Indonesia adalah memiliki kebebasan dalam berpendapat bagi setiap warga negara. Hal ini termaktub dalam UUD 1945 pasal 28E ayat (3) yang berbunyi: “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Dijamin pula oleh Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia PBB dalam pasal 19 yang berbunyi: Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai pendapat dan mengeluarkan pendapat. Dalam hal ini termasuk pendapat yang mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan

Ajaran dan metode yang demikian tidaklah diajarkan oleh agama non Islam. Dimana hak penyampaian ajaran agama hanya diperbolehkan kepada pemegang tinggi dalam struktur organisasi keagamaan. Berbeda dengan ajaran Rasulullah yang memberikan kewenangan untuk setiap individu dalam menyampaikan ajaran kebenaran walau satu ayat yang baru diketahuinya.

Namun, upaya pembelaan negara dengan jiwa kepemimpinannya harus disertai dengan kesadaran diri untuk selalu menuntut ilmu sepanjang ayat. Dengan kata lain, setiap warga negara haruslah saling menghormati dan dekat dengan pakar serta ulama dalam rangka memperluas keilmuan yang akan menjadi landasan dalam bertindak. [HW]

Siti Junita
Mahasiswi Manajemen Pendidikan Islam Institut Agama Islam Negeri Jember

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini