Keluhuran Ilmu Bagi Pemiliknya

“Aku melihat orang berilmu itu mulia, meskipun ia dilahirkan dari ayah yang buruk. Ia tetap terangkat dan luhur namanya. Ia juga dihormati oleh orang-orang yang mulia. Mereka mengikutinya setiap saat…,” kebijaksanaan Imam Syafi’i terkait keluhuran ilmu seseorang dijelaskan dalam Kitab Syarah Diwan Imam Syafi’i.

Menilik lagi apa yang disampaikan Imam Syafi’i memberikan pemahaman lebih kepada kita terkait keluhuran ilmu. Dapat dipahami kata “ilmu”  merupakan serapan dari bahasa Arab, bentuk mashdar dari ‘alima-ya’lamu-‘ilman. Sedang dari segi terminologi, ilmu dapat diartikan sebuah konseptual yang berisikan pengetahuan terhadap suatu bidang yang memiliki nilai praktis, baik ilmu umum atau pun ilmu agama (akhirat). Manusia awam mampu mendapatkan sebuah ilmu dengan  cara belajar. Beda halnya dengan manusia pilihan Allah, mereka bisa mendapatkan ilmu tanpa harus belajar terlebih dahulu (ilmu laduni).

Kewajiban mencari ilmu pun sudah tertera pada sebuah Hadits Nabi Muhammad SAW, طَلَبُ اْلعِلْمْ فَرِثْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ yang berarti kewajiban bagi setiap muslim dalam menuntut ilmu. Allah memerintahkan manusia untuk selalu menuntut ilmu dari buaian ibu hingga liang lahat bukan tanpa hikmah di dalamnya. Karena dapat disadari keluhuran ilmu bagi pemiliknya begitu luar biasa. Setiap sesuatu yang terjadi di sekitar kita pasti ada ilmunya. Misal saja bencana tanah longsor, terjadinya gunung meletus dan sebagainya – bukankah fenomena alam juga memiliki sebab yang bisa dipelajari?

Maka dari itu, seseorang yang memiliki ilmu mampu meraih derajat tinggi di hadapan Allah SWT. Dalam mendapatkan ilmu pun perlu bekal yang dibutuhkan. Seperti di dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim karya Syekh Az-Zarnuji disebutkan bahwa syarat mendapatkan ilmu itu ada 6 yakni, kecerdasan (akal yang sehat), rakus dalam menyerap ilmu, bersemangat atau bersungguh-sungguh, cukup harta (butuh biaya), mulazamah dengan guru, dan waktu cukup lama.  Di dunia ini tidak ada yang instan, Allah selalu memerintahkan kita untuk terus berusaha dalam meraih sesuatu, misalnya dalam menuntut ilmu. Tidak hanya sehari dua hari namun butuh waktu bertahun-tahun. Dalam syarah Kitab Diwan Imam Syafi’i terdapat kebijaksanaan tentang ilmu.

Baca Juga:  Imam Syafi’i dan Seorang Pemuda yang Sedang Jatuh Cinta

“Ilmu adalah alat kebanggaan, maka berbanggalah. Dan, waspadalah kamu apabila kebanggaan itu hilang. Ketauhilah olehmu bahwa ilmu tidak dapat diperoleh oleh orang-orang yang cita-citanya hanya makanan dan pakaian. Kecuali orang yang berilmu yang selalu memperhatikannya, baik ketika berbusana maupun tidak berbusana. Siapkanlah dirimu agar memperoleh ilmu yang banyak. Dan tinggalkanlah tidur enak dan bermalas-malasan.”

Betapa pentingnya ilmu hingga Imam Syafi’i pun memberikan nasihat demikian. Bahkan dalam penjelasan lain disebutkan bahwa sebaik-baiknya perkara yang layak dibanggakan oleh manusia adalah ilmu. Sebab, ia bagaikan tanah subur yang bisa ditanami apa saja, di mana manfaatnya akan senantiasa dirasakan oleh kita semua. Namun, yang perlu digarisbawahi yakni, ilmu tidak pantas disombongkan karena terkadang rasa bangga yang berlebihan mungkin saja menyebabkan sikap tersebut muncul. Maka dari itu, kita seharusnya berhati-hati dalam menyikapinya.

Beberapa keluhuran memiliki ilmu ialah memudahkan jalan kita menuju surga. Seperti sebuah hadits dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah orang yang meniti di jalan untuk menuntut ilmu kecuali Allah akan memudahkan jalannya menuju surga, sedangkan orang yang memperlambat dalam mengamalkannya maka tidak akan cepat mendapatkan nasabnya (keberuntungan).” H.R Abu Daud.

Selain itu, keluhuran sebuah ilmu di antaranya ialah terhindar dari kebodohan, menjadi orang yang bermanfaat jikalau mengamalkan ilmu yang dimilikinya, sebagai ahli ibadah, dan menjadi pejuang yang hebat. Karena mendapatkan ilmu butuh konsistensi dan niat yang kuat. Setelah memahami keluhuran dari ilmu, seyogianya kita lebih bersemangat dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya.

Wallahu A’lam bish-Shawab. []

Mafriha Azida
Mahasiswi jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Walisongo Semarang. Selain itu saya juga merupakan santriwati di Pondok Pesantren Darul Falah Besongo Semarang.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Hikmah