“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (Hadits riwayat Muslim dari Abdullah ibnu Umar)

“Motherhood: All love begins and ends there.” – Robert Browning

Menjadi ibu yang baik merupakan harapan suami, ibu sendiri, dan terutama anak. Ibu yang baik juga bermanfaat bagi bangsa dan negara. Karena Ibu merupakan tiang negara, jika ibu tegak tegaklah negara, jika ibu roboh maka robohlah negara. Ibu juga memiliki posisi strategis dalam kepemimpinan rumah tangga, ketika sang suami meninggalkan rumah untuk menunaikan tugas mencari nafkah. Bahkan secara religius, bahwa syurga itu terletak di telapak kaki Ibu. Demikian juga Ibu memiliki posisi terhormat tiga kali dari ayah di hadapan anak. Betapa strategisnya posisi ibu dalam kehidupan kita, manusia yang ada di muka bumi ini.

Nina Harcia (2017), mengemukakan bahwa sifat-sifat yang seharusnya dimiliki Ibu yang baik di antaranya: Sabar, kuat, rendah hati, empati, respectful, otoritatif, supportif dan sayang. Adapun Alison Lange (2018), mengemukakan bahwa karakteristik Ibu yang baik di antaranya: sabar, konsisten, memaafkan, arakteristik Ibu yang baik menurut kalem, tertata, menyayangi, ramah, hangat, berpengetahuan, dan berani.

Menurut Islam, bahwa wanita yang baik adalah “…Maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka…” (QS. An-Nisa: 34). Selain daripada itu Rasulullah bersabda, “Wanita Quraisy adalah sebaik-baik wanita Arab. Merekalah yang paling belas kasih terhadap anaknya, dan paling perhatian terhadap urusan suaminya.” (Mutaqa’alaih). Dengan demikian bahwa ibu yang baik adalah ibu yang sayang, sabar, dan perhatian terhadap suaminya, sehingga keutuhan keluarga tetap terjaga.

Baca Juga:  Memuliakan Ibu Tersayang

Bagaimana jadinya jika ibu itu tidak baik? Keluarga tidak lagi terasa sebagai syurga. Kondisi rumah tidak lagi membuat penghuninya kerasan atau at home. Semua orang ingin menghendaki BAITIY JANNATIY. Rumah yang mampu menghadirkan kebahagiaan lahir dan batin. Rumah yang diisi dengan ibu yang menjadi sumber kebahagiaan dan kedamaian. Ibu yang selalu hadirkan solusi terhadap berbagai persoalan yang dibawa pulang, atau persoalan yang muncul di rumah sendiri. Untuk menjadikan keluarga yang baik, ibu yang baik selalu dinantikan kehadirannya.

Anak itu menjadi baik atau buruk perilakunya, salah satunya disebabkan oleh bentuk pola asuh orangtua, terutama ibunya. Pertama, ibu yang suka marah terhadap anaknya, sehingga anak berperilaku agresif. Kedua, orangtua, terutama ibu suka memaki anak, sehingga anak menjadi hilang rasa percaya dirinya. Menjadi minder terhadap orang lain. Ketiga, orangtua, terutama Ibu suka berbuat pilih kasih, memperlskukan tidak adil kepada anak-anaknya. Akibatnya, bisa terjadi putusnya hubungan kasih sayang antara anak dan orangtua, karena anak merasa dibuang. Keempat, orangtua, terutama ibu tidak memberi pendidikan yang baik kepada anaknya. Anak yatim yang sebenarnya bukanlah anak yang ditinggalkan ibunya, melainkan anak yang masih memiliki ibu tetapi anak tidak pernah memperoleh keteladanan dan asuhan yang benar dari ibunya, karena ibu sibuk kerja atau kegiatan, sehingga anak terabaikan.

Ada sejumlah upaya yang bisa dilakukan untuk menjadi ibu yang baik. Menurut Kate Kripty (2012) menawarkan sejumlah tip menjadi ibu yang baik, yaitu (1) mengajari anak untuk tumbuh dan berkembang yang optimal, (2) selalu hadir untuk anak ketika mereka membutuhkan, (3) mengajarkan kepada anak akan pentingnya pribadi yang berharga, (4) memberikan makanan, perlindungan dan cinta dengan baik dan tulus, (5) menjadi model yang baik untuk anaknya, (6) menyediakan waktu untuk hal- hal yang menyenangkan bagi anaknya, (7) memberikan ruang bagi anak untuk berbuat salah yang anak bisa belajar dari hal ini, (8) mengajar cara menyayangi yang tak bersyarat kepada anak-anaknya.

Baca Juga:  Pak, Mak, Jangan Marah!

Untuk menjadi Ibu yang baik tidaklah mudah, karena banyak tantangan yang harus dihadapi, di antaranya: (1) membangun keseimbangan antara keluarga dan karir, (2) takut mengatakan “Tidak”, (3) Adanya budaya menyalahkan, (4) menjamin anak memperoleh pendidikan yang bermutu, (5) Terlalu banyaknya informasi, (6) Menyamakan kapasitas anak dengan dirinya, (7) kurangnya waktu, (8) Menanamkan nilai-nilai yang baik, dan (9) derasnya masuknya budaya asing. Tantangan ini tidak bisa diabaikan, melainkan harus dihadapi dengan kesungguhan, sehingga keluarga biasa terselamatkan.

Akhirnya disadari bahwa menjadi Ibu yang baik bisa mudah dan bisa sulit. Semuanya tergantung pada kesiapan dan kesungguhan menghadapi kewajiban sebagai Ibu. Karena menjadi Ibu itu merupakan sesuatu yang dikehendaki, maka menjadi Ibu yang baik seharusnya menjadi kebutuhan. Semoga dengan kesadaran ini, kuantitas dan kualitas Ibu yang baik terus meningkat. Jika demikian maka keluarga utuh bisa meningkat dan anak yang baik juga meningkat. Semoga.

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Perempuan