Pesantren.id– Saya kira momennya pas untuk berbagi hal di Hari Raya Idul Adha tahun ini dalam keadaan masih pandemi covid-19 yang belum usai. seraya terdengar gema Takbir, Tahmid, Tahlil berkumandang dari kejauhan sana, disinipun sayup-sayup sholawat yang diputar berungkali oleh seorang pramusaji di coffe shop tempat saya ngopi. Kira-kira begini liriknya, li khomasatun uthfi biha bila diterjemahkan yakni “ Antara azab & ujian”. Keadaan semacam ini mendorong saya untuk merefleksikan melalui tulisan.

Ditengah lantunan sholawat bergema, bunyi sirine ambulance berlalu lalang, jalanan sepi. Tidak biasanya perayaan hari besar umat Islam ini dirayakan dengan gema bunyi sirine. Saya seolah-olah mendengar bunyi ambulance lebih kencang dibandingkan gema takbir. Melihat kembali smartphone, sambil menyeruput kopi, nyatanya tetap sama.

Status whats’app, beranda twitter, facebook dan instagram, dipenuhi dengan ucapan Idul Adha. Kali ini beda, diakhir ada ucapan “Semoga pandemi cepat berlalu”. Rasanya memang menyakitkan. Tiba-tiba mendengar kabar bahwa teman harus gulung tikar coffe shopnya akibat pandemi, belum lagi mendengar teman yang lain yang sibuk mencari rumah sakit untuk istrinya yang melahirkan.

Alih-alih kebahagiaan yang ditunggu sebab anak pertamanya, justru sang istri beserta anaknya menghadap Yang Maha Kuasa. “Innalillahi wa Inna Ilaihi Raji’un”, sebuah pesan yang saya kirimkan kepadanya, seraya mendengar lantunan sholawat tadi. Sesak rasanya mendengar kabar duka setiap waktu melalui pesan di smartphone, sedangkan kita tidak bisa kemana-kemana, tidak bisa bertegur sapa secara langsung, tidak bisa menemani momentum kesedihannya. Tidak banyak yang dilakukan, selain berdoa kepada Allah Swt.

Rasanya semacam nano-nano, tidak ada pencapaian terbesar yang bisa diraih dalam hidup ditengah pandemi, selain bisa bertahan hidup. Untungnya tidak mati kelaparan.

Idul Adha atau idul qurban merupakan momentum dalam sejarah peradaban umat manusia.  Pada hari itu, Kembali manusia memvisualisasikan peristiwa miliaran tahun yang lalu. Pengorbanan atas dasar cinta yang lakukan oleh Ibrahim as terhadap buah hatinya dengan siti hajar yakni Ismail as. Anak semata wayang yang telah lama ditunggu kehadirannya adalah prasyarat mutlak sang pencipta agar Ibrahim lebih dekat kepada-Nya.

Dua tahun telah berlalu, umat Islam dunia hingga Indonesia lalui Idul qurban dalam himpitan pandemi covid-19. Idul qurban dimanapun dan kapanpun, harus dimaknai sebagai implementasi spirit pengorbanan dan keikhlasan atas keduniawian manusia.

Pandemi covid-19 yang melanda bangsa Indonesia tampak meluluh lantakan sendi-sendi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Mayoritas rakyat menjadi korban keganasan Covid-19, tidak sedikit pula umat Islam dirundung kesusahan, serba kekurangan akibat pandemi. Tetapi disisi yang lain sebagian diantaranya telah menjadi individualistik dan tamak.

Umat Islam kembali merayakan idul qurban dalam suasana kedukaan, penuh rasa ibah. obituary korban pandemi tiap detik mengisi branda sosial media kita. Isak tangis dan air mata sanak saudara korban pandemi hingga raungan ambulance terus menerus menggema tanah air. Persoalan demi persoalan tak henti datang silih berganti. Kelangkaan tabung oksigen, overloadnya rumah sakit serta jeritan pedagang kecil menambah jejeren kesedihan yang ada. Sungguh memilukan.

Umat Islam dalam momentum idul adha kali ini harus dikhidmati sebagai bentuk Taqorrub Illah. Selain itu, sebagai makhluk sosial umat Islam wajib mengaktualisasikan spirit Ibrahimiyah dalam kehidupan sehari-hari dengan sukarela membantu – berderma kepada tetangga, sahabat dan orang yang membutuhkan semampu kita. Di sisilain kita harus memenggal egosentris dan mementingkan kehidupan orang banyak serta bahu membahu mengatasi pandemi.

Kehadiran pandemi dapat diartikan sebagai hukum kausalitas (sebab-akibat). Dimana hal tersebut dapat berupa pujian, ujian hingga mungkin hinaan untuk umat manusia. Tentu apapun itu adalah dalam rangka meningkatkan derajat makhluknua dengan menerima segala ketentuanmya yang tak lupa mengusahakan seraya memohon pertolongan Allah Swt. Yang itu lebih baik bagi setiap manusia.

Sekiranya yang tersebut di atas adalah kaharusan yang diwajibkan maka dalam momentum idul adha kali in perlu kiranya kita bermuhasabah atas apa yang kita kerjakan. Apabila pandemi ini azab semoga kita diampuni dan jika berupa ujian semoga kita diberi ketabahan. Wallahu a’lam (IZ)

Arik Abd. Muhyi
Manusia yang sedang berikhtiar menjadi manusia. Bisa disapa melalui instagram @arixabdoel

    Rekomendasi

    Tunangan dengan Benar
    Opini

    Tunangan dengan Benar

    Tunangan tradisi “mengikat” pasangan sebelum janji suci akad pernikahan, ia semacam hubungan yang ...

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini