Ibnu Khaldun dan Beberapa Pemikiran Fundamentalnya

Pemikir Islam memang berkembang begitu luas, salah satunya yang sudah masyhur di telinga kita adalah Ibnu Khaldun. Sejarah berkata, Ibnu Khaldun lahir di Tunis Afrika Barat Laut pada tanggal 25 Mei 1332 M atau 732 H, dari keturunan keluarga bangsawan Banu Khaldun.

Banu Khaldun bermigrasi ke Tunisia pasca jatuhnya Savilla ke Reconquesta di pertengahan abad ke-13. Di bawah kekuasaannya, keluarga Ibnu Khaldun memegang beberapa jabatan politik. Tapi, bapak dan kakeknya menarik dirinya dari dunia politik dan menjalani kehidupan spiritual.

Semasa hidupnya, Ibnu Khaldun membantu kinerja kesultanan di Tunisia, Maroko, Spanyol, dan Aljazair sebagai duta besar, bendaharawan, dan anggota dewan penasihat sultan.

Selama kurang lebih dari dua dekade, ia juga aktif di bidang politik, serta menyaksikan penyusutan peradaban dan perpecahan di dunia Islam. Hal ini mendorongnya untuk menganalisa sebab-sebabnya, lalu meneliti kekacauan politik yang terjadi di Afrika Barat Laut.

Setelah Ibnu Khaldun mengundurkan diri dari kehidupan politik dan kembali ke Afrika, di situ ia melakukan studi dan menulis secara intensif selama 5 tahun dan menghasilkan karya-karya.

Atas dasar itu Ia menjadi terkenal dan diangkat menjadi guru besar studi Islam di Universitas Al-Azhar Kairo. Juga menekankan dirinya perihal pentingnya menghubungkan pemikiran sosiologi dan observasi sejarah.

Pokok pemikiran yang terpenting adalah teori sejarah masyarakat manusia sebagai proses tidak ada ujungnya manakala berputar. Oleh ilmuwan disebut teori siklus Ibnu Khaldun. Berdasarkan kajiannya, teori tersebut dapat diklasifikasi sebagai berikut:

#1 Sejarah Sosial

Bila membicarakan sejarah sosial, Ibnu Khaldun selalu mengulas tentang asal mula negara. Yakni, peran manusia yang sebagai makhluk politik, dan makhluk yang membutuhkan orang lain. Sehingga, kehidupannya dengan masyarakat itu satu kesatuan yang bersifat keharusan dimiliki.

Baca Juga:  Orang Badui dalam Pemikiran Ibnu Khaldun

Mannusia hanya mungkin bertahan hidup dengan bantuan makanan dan tujuan memenuhi kebutuhan dalam menjalankan kehidupannya. Namun, manusia juga memerlukan perlindungan hidup dengan pertahanan yang terorganisir dari seorang pemimpin.

#2 Solidaritas Sosial

Di zaman modern ini, konsep solidaritas sosial telah meroket untuk dibutuhkan sebagai penopang setiap pemikir yang hidup modern. Baginya, peradaban badui, orang kota dan solidaritas sosial merupakan faktor pembentuk negara.

Solidaritas sosial yang mengandung makna group feeling, fanatisme kesukuan dan nasionalisme merupakan sebuah cinta dan kasih sayang setiap manusia kepada saudaranya jika di antaranya tidak diperlakukan dengan adil.

Hal ini, memunculkan dua kategori sosial fundamental yaitu badawah (komunitas pendalaman) dan hadarah (komunitas masyarakat kota) sebagai fenomena yang alamiah.

#3 Persaudaraan berdasarkan Kesamaan Keyakinan (Mu’akhah)

Bagi Ibnu Khaldun, persamaan konsep ketuhanan (mu’akhah) yaitu solidaritas yang dibangun berdasarkan persaudaraan atas kesamaan keyakinan. Berhasil mendirikan dinasti, menurutnya karena bangsa Arab adalah bangsa yang tidak mau tunduk kepada satu sama lain, kasar dan angkuh.

Maka yang menjadi pemimpin bangsa Arab adalah suku atau kabilah, bukan dinasti. Itulah mengapa Nabi diturunkan di wilayah Arab. Hegemonitas kelompok dapat disatukan oleh keyakinan agama.

#4 Politik dan Ulama’

Ibnu Khaldun dalam membungkam pemerintah, dengan melakukan perbandingan yang ditempuh al-Farabi dan Ibnu al-Kabi. Ia tidak memandang sisi jabatan Imam, tapi pada makna fungsional keimanan itu sendiri. Sehingga, substansi setiap pemerintah adalah undang-undang yang menjelaskan karakter suatu sistem pemerintah.

Adapun ulama’, menurut Ibnu Khaldun, harus jauh dari persoalan politik dan hal yang rumit. Ulama’ cenderung menjauhi politik, karena watak mereka lebih condong tenggelam atau menenggelamkan diri dalam dunia ide dan refleksi intelektual.

Baca Juga:   Ibnu Khaldun dengan Masyarakat Hadar

#5 Model Generasi Politik

Ibnu Khaldun juga memiliki konsep tentang model generasi politik. Berkenaan dengan ini, menurutnya terdapat tiga model generasi, yaitu:

  1. Generasi pembangun segala kesederhanaan di atas solidaritas yang tulus di bawah otoritas kekuasaan yang didukungnya.
  2. Generasi penikmat, adalah mereka yang diuntungkan secara ekonomi dan politik dalam sistem kekuasaan menjadi tidak peka lagi terhadap kepentingan negara.
  3. Generasi yang tidak lagi memiliki hubungan emosional dengan negara.

#6 Filsafat Sejarah

Terakhir, menurut Ibnu Khaldun, hakikat sejarah adalah catatan tentang masyarakat umat manusia. Sejarah itu identik dengan peradaban dunia, tentang revolusi, dan pemberontakan oleh segolongan yang lain dengan akibat timbulnya negara-negara dengan berbagai macam tingkatannya.

Demikian tadi merupakan pemikiran fundamental Ibnu Khaldun. Semoga dengan ulasan yang dipaparkan artikel ini, seluruhnya bisa membawa kebermafaatan di masa mendatang. Aamiin.

 

Refrensi:

Samsinas. “Ibnu Khaldun: Kajian Tokoh Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial”, Jurnal Hunafa, Vol. 6, No. 3 (Desember 2009), 329-346.

M. Zulfikar Nur Falah
Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an dan Sains Al-Ishlah

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Kisah