Gus Zaki Hadzik, Guru Terbaik Itu Telah Pulang

Bakda Isya ini saya membuka FB dan terkaget membaca lini masa penuh ucapan belasungkawa atas berpulangnya KH. Muhammad Zaki Hadzik (Gus Zaki Hadzik). Pengasuh Pondok Pesantren Al Masruriyah, Tebuireng Jombang. Saya buka beberapa grup WA, sama.

Saya memanggil beliau Gus Zaki. Kenal lewat Facebook, entah tahun berapa. Suatu saat saya posting foto sedang ziarah ke makam Gus Dur, beliau langsung inbox mempersilakan mampir. Ndalem beliau memang tepat di depan Pondok Pesantren Tebuireng, yang kalau kita mau ke makam Gus Dur ya tentu melewatinya.

Saya diperkenalkan pada istri beliau, Ning Santi, Cantik, kalem. Gus Zaki juga memanggil semua putra putrinya, dan diminta salim pada saya. Makdeg. Dari sini saya merasa bukan saja diterima sebagai sahabat, tapi juga sebagai saudara. Dan memang, begitulah sikap beliau pada semua orang. Pada siapapun, tak pernah membedakan perlakuan. Selalu ramah, hangat dan menyenangkan. Guyonannya juga selalu segar.

Pada sowan Jombang yang kesekian, saya diminta mengisi materi untuk santri Al Masruriyah. Saya tidak berani menolak. Tapi untuk menyanggupi juga gamang. Sebab pagi hingga siang hari itu, saya harus belajar bersama ibu-ibu di PP. Al Hikam, sore sowan Tambak Beras, bakda magrib mengisi untuk asrama Al Faros dan santri putri Tebuireng. Besoknya sudah harus pulang, “Kalau begitu, semalam apapun Ning Evi harus kesini”.

Saya hanya tersenyum, karena saya pikir guyon. Pukul 21.00 saya baru berpamitan pada Bu Nyai Farida Sholahuddin Wahid, lalu fota-foto dengan santri, ngobrol dengan Ning istri Gus Fahmi sampai Al Masruriyah sudah pukul 22.00.

Sepi. Santri sudah istirahat. Ternyata serius, Gus Zaki dan Ning minta pada pengurus agar semua santri dibangunkan. Pelatihan tengah malam. Duh, kenangan tak terlupakan.

Baca Juga:  122 Tahun Pondok Tebuireng dan Jawaban Mengapa Pesantren Kuno Selalu Berdiri di Dekat Pabrik Gula

Sejak saat itu, setiap ke Jombang saya sempatkan sowan Gus Irfan dan Gus Zaki Hadzik.

Semangat beliau luar biasa. Jika berdiskusi tentang pendidikan dan pesantren, Gus Zaki tahan berjam-jam. Tentu, didampingi Ning yang terus tersenyum meneduhkan. Cita-cita beliau untuk dakwah dan agama, sangat tinggi. Mendengarkan tiap ngendikannya, saya selalu mendapat ilmu berlimpah. Diselingi humor khas kiai NU, analisa beliau selalu tajam dan bernas. Maka tiap sowan, bismillah saya niatkan mengaji dan memohon doa.

Sering juga beliau memberi contoh dengan menceritakan keteladanan para sesepuh Tebuireng. Takzim beliau pada guru kiai dan para pendahulu, termasuk Gus Dur, selalu diungkap dengan, “Doakan kami bisa meniru dan meneruskan perjuangan beliau semua nggih”.

Sampai akhirnya beliau mendirikan sekolah SMPT Al Chodidjah, “Tolong, Ning Evi berkenan membantu ya”.

Jujur, saya belum bisa membantu optimal. Mendampingi para murid dan guru disanapun, saya baru ingah-ingih. Padahal tiap saya datang, sambutan beliau sekeluarga selalu membuat saya malu. Saya merasa punya “hutang” pada Gus Zaki.

Terakhir bertemu beliau, ketika acara Silatnas Bu Nyai Nusantara di Surabaya tahun lalu. Gus Zaki adalah ketua RMI (Rabithah Ma’ahid Islamiyah) Jawa Timur, dan silatnas adalah bagian dari gawe RMI.

Saya hadir terlambat karena harus ke Jogja lebih dulu. Tapi lagi-lagi, sambutan beliau membuat saya merasa makin kerdil. Tawaduknya itu. Duh. Kami sempat membicarakan beberapa hal, saya matur dan mengenalkan pada sahabat. Gus Zaki menyampaikan satu dua poin penting, lalu mengajak saya berfoto bersama Ning sebelum saya pamit ke Banyuwangi.

Saya tidak menyangka jika itu menjadi pertemuan terakhir.

Setelahnya, tiap mau sowan lagi, selalu gagal. Berkali juga beliau dan keluarga menyampaikan keinginannya main ke Lampung.

Baca Juga:  Gus Sholah; Sang Insinyur yang Kembali ke Pesantren

Kini, beliau telah berpulang. Gus Zaki, salah satu guru terbaik telah dipanggil kembali oleh Rabb yang sangat mencintainya.

Sedih, sangat. Ada beberapa kitab besar dan beberapa kaos bergambar KH. Hasyim Asyari, datuk beliau, yang diberikan pada saya, suami dan anak-anak. Sajadah dan buku-buku. Juga kumpulan wirid kecil dan ijazah doa-doa. Kami akan merawatnya sekuat yang kami bisa. InsyaAllah.

Sugeng tindak, Gus. Sugeng tindak, guru terbaik. [HW]

Evi Ghozaly
Penulis Buku Mendidik dengan Cinta, Konsultan Pendidikan dan Pengurus Yayasan Global Madani Lampung

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Berita