Gila Menulis

Ulama-ulama zaman dulu keranjingan menulis, sehingga apapun yang mereka ketahui dan alami ditulis secara detail. Menulis bermanfaat besar dalam mengorganisir pikiran, mendokumentasikan peristiwa, dan memberikan kontribusi dalam membangun peradaban.

Mereka adalah sosok-sosok manusia yang gila menulis. Demikian pandangan cendekiawan muslim, KH. Ulil Abshar Abdalla dalam forum motivasi menulis yang diadakan Pondok Pesantren Mansajul Ulum Cebolek Margoyoso Pati (Selasa, 8 Muharram 1443 / 17 Agustus 2021).

Putra KH. Abdullah Rifai ini menjelaskan, ulama tempo dulu tidak hanya menulis karya tentang fiqh, akhlak, tasawuf, tauhid, dan tafsir-hadis. Mereka juga menulis karya tentang hewan dan segala jenis kekayaan flora-fauna yang menjadi anugerah besar dari Sang Maha Kuasa.

Penggalan kisah hidup para ulama juga terdokumentasi dengan baik. Pengalaman menunaikan ibadah haji misalnya ditulis oleh para ulama dalam kitab-kitab besar yang berjilid-jilid.

Cucu KH. Muhammadun Pondowan yang juga putra menantu KH. A. Mustafa Bisri ini mendorong santri untuk menulis apapun yang mereka bisa, fiksi-non-fiksi, ilmiah-non-ilmiah, dengan tetap memperhatikan kaidah bahasa yang benar.

Supaya kualitas tulisan bagus, founder ngaji online kitab Ihya’ Ulumiddin ini, memberikan beberapa kiat sukses.

Pertama, banyak membaca karya sastra. Bahkan ini adalah syarat menjadi seorang ulama menurut Imam Syafi’i. Jika seseorang tidak menguasai sastra, maka kadar keulamaannya dipertanyakan.

Membaca karya sastra menjadikan tulisan hidup, renyah, dan sarat makna. Karya-karya Rendra, Emha Ainun Najib, Gunawan Muhammad, Taufiq Ismail, dan tentu saja KH. A. Mustafa Bisri sangat layak dilahap semuanya.

Kedua, banyak membaca karya, khususnya pada bidang keilmuan yang belum dikuasai supaya horison dan spektrum pemikiran menjadi luas dan semakin matang keilmuan dan wawasan yang sangat dibutuhkan dalam tulisan.

Baca Juga:  Motivasi Menulis Karya menurut Syekh Ramadhan al-Buthi

Jika seseorang hanya membatasi bacaan pada bidang yang dikuasai, maka ia mengalami kebuntuan berpikir dan mengakibatkan kepicikan pandangan. Semakin banyak menjelajah pemikiran, seseorang akan semakin bijaksana dalam merespons problem.

Ketiga, memperhatikan tata bahasa yang baik dan benar. Struktur tulisan harus sesuai dengan kaidahnya, seperti ada subyek, prediket, dan obyek. Dalam grammer bahasa arab, susunan kalimat harus lengkap: ada mubtada’-khabar dan fi’il-fa’il.

Estafet Santri

Jika ulama zaman dulu mampu menghasilkan karya besar, maka para santri sekarang seharusnya mampu menghasilkan karya yang sepadan atau lebih produktif dari ulama zaman dulu.

Mengapa?

Fasilitas dan sarana menulis sekarang melimpah ruah. Laptop, komputer, hp, facebook, instagram, twitter, dan berbagai media cetak-elektronik adalah sarana yang memudahkan seseorang untuk menulis.

Jika ulama zaman dulu mampu menulis karya besar, meskipun fasilitas dan sarana sangat terbatas, maka santri zaman sekarang harus mampu melahirkan karya besar sebagai legacy bagi generasi mendatang dan sebagai bukti nyata dalam memberikan kontribusi dalam membangun peradaban umat manusia.

Tekad kuat, cita-cita tinggi, semangat pantang menyerah, dan konsisten menjalani proses sepanjang hayat masih di kandung badan adalah syarat mutlak menjadi penulis sukses sebagaimana teladan ulama zaman dulu. []

فتشبهوا ان لم تكونوا مثلهم – ان التشبه بالرجال فلاح
الخط يبقي وكاتبه تحت التراب رميم
ولا تموتن الا وأنتم كاتبون

Dr. H. Jamal Makmur AS., M.A.
Penulis, Wakil Ketua PCNU Kabupaten Pati, dan Peneliti di IPMAFA Pati

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini