Finding Gus Dur (2) : Teladan yang Dirindukan

Saya bukan siapa-siapa. Saya juga ‘tidak mengenal’ Gus Dur dalam artian bertemu Gus Dur secara talaqqi (bertemu secara fisik langsung). Paling sowan anak bungsu Gus Dur di Ciganjur untuk membahas penerbitan bukunya. Saya benar-benar menggandrungi dan mengagumi pemikirannya soal toleransi. Toleransi yang diajarkan oleh Gus Dur adalah toleransi hulu. Toleransi yang sehat dan bermartabat. “Silakan kamu menjalankan agamamu, aku menjalankan agamaku, dan semoga di ujung nanti kita bertemu pada kebenaran yang sama. Bukan toleransi permukaan, abal-abal, yakni toleransi hilir: “silakan kamu menjalankan agamamu, tapi agamaku yang paling benar.” Inilah toleransi hilir. Tampak luarnya toleran. Tapi dalam hati antar pemeluk agama yang berbeda tetap ada bara sekam rasa unggul. Seharusnya agama-agama mengajarkan kebijaksanaan dan kearifan. Tapi, orang-orang yang mengaku beragama yang justru gaduh mempersoalkan siapa-siapa saja yang boleh masuk surga dan siapa-siapa saja calon penghuni neraka. Siapa yang benar, siapa yang sesat? Siapa yang terberkati, siapa yang dilaknat Tuhan? Tuhan adalah Kebaikan Absolut, maka bertuhan adalah berlaku baik. Kebaikan bisa lahir dari apa saja, oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Ini tidak bisa mengacu kepada konsep teologi, tapi merupakan output hati nurani.

Gus Dur adalah sosok yang matang dalam teori dan praktik. Bukan manusia wacana, tukang teori. Saking matangnya, sebagian orang tidak memahami statemen-statemennya. Gus Dur seorang maha guru. Gus Dur adalah wong agung. Gus Dur adalah seorang Ksatria sekaligus Brahmana. Gus Dur memenuhi kualifikasi sebagaimana dalam konsep ketatanegaraan dalam Carita Parahyangan: Tritangtu Dina Buana, yakni trias politika Resi, Rama, Ratu. Rama, representasi dari unsur Tuhan yang dimanifestasikan dalam tugas Rama yaitu bidang Spiritual, dimana seorang rama ini adalah manusia yang sudah meninggalkan kepentingan yang bersifat duniawi dan lahiriah, sehingga bisa menjaga rasa asih yang tinggi dan bijaksana. Resi: Representasi dari unsur alam yang merupakan penyedia bagi kepentingan kehidupan, maka para Resi merupakan ahli-ahli atau guru-guru di dalam bidang-bidang diantaranya ahli pendidikan, pejuang HAM, Pemimpin Ormas, seniman, misinya adalah Asah. Ratu: Representasi unsur manusia yang bertugas untuk mengasuh seluruh kegiatan dan kekayaan negara. Karena misinya adalah Asuh. Pernah menjadi Presiden Ke-4 RI.

Baca Juga:  Kiai Irfan Bin Musa dan Tradisi Pesentren Salaf di Kaliwungu

Keluhuran budi Gus Dur adalah tuntutan hidup sebagai wujud karakteristik ketuhanan (al-khuluq). Moralitasnya dalam bentuk laku, bukan diucapkan. Sebuah tindakan, bukan tulisan. Pengamalan, bukan hafalan. Keteladanan, bukan gagasan. Kata hati, bukan diskusi. Moralitas itu kunci membangun peradaban manusia. Setiap kebaikan menjadi investasi di masa depan.

Gus Dur adalah contoh manusia yang telah melakukan investasi kebaikan di sepanjang hidupnya. Buah dari investasi kebaikan Gus Dur tentu peradaban Indonesia saat ini dan di masa depan. Sejak sepulang dari studi di luar negeri: beraktivitas sebagai guru di Pondok Pesantren Tebu Ireng hingga menjadi presiden dan wafat pada tanggal 30 Desember 2009 di Jakarta, Gus Dur tak henti-henti menanamkan kebaikan untuk bangsa Indonesia.

Buya Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, memuji Gus Dur sebagaimana tulisannya di pengantar buku The Wisdom of Gus Dur: Butir-Butir Kearifan Sang Waskita (Penerbit Imania, 2012): “Aktivitas positif Gus Dur tak sebatas melakukan rutinitas kebaikan namun bereksperimen positif (tajribah thayyibah) untuk kehidupan. Seseorang yang masih dalam tahap melakukan “rutinitas kebajikan” tentu bisa kesulitan memahami Gus Dur yang sudah dalam tahap tajribah thayyibah. Ibn Miskawih menulis kitab Tajarrubul Umam, dan Gus Dur termasuk satu di antara pelaku eksperimen positif untuk kemanusiaan itu. Gus Dur menjadi sosok multidimensi. Karena itu kebaikan Gus Dur mampu dirasakan oleh orang-orang dari berbagai ragam profesi dan bidang kehidupan. Investasi kebaikannya telah menjadi modal bagi orang-orang untuk membangun peradaban sesuai dengan bidang dan keahliannya masing-masing. Khulq (moralitas) Gus Dur layak diteladani karena setiap tindakannya meniru Rasulullah Saw. dan setiap perkataannya merujuk kepada ajaran Islam. Berbahagialah Gus Dur yang sepanjang hidupnya telah mampu menjaga kesempurnaan dan kemuliaan fisik (khalq) dan moralitas (khulq) saat di dunia. “

Baca Juga:  Kiai Nganggur

Gus Dur adalah cermin. Cermin kebaikan. Seseorang yang memahami Gus Dur maka akan terkoreksi dirinya. Seorang budayawan yang menyelami Gus Dur akan merasakan kontribusinya untuk kebudayaan Indonesia masih jauh dari harapan masyarakat. Seorang kiai yang mengakrabi Gus Dur maka akan merasa peran sosial keagamaannya belum berarti apa-apa. Seorang politisi yang mengetahui Gus Dur akan menyadari dirinya masih jauh dari sosok negarawan. Seorang pelaku sufi yang memahami Gus Dur akan merasakan bahwa dirinya belum terbebas dari kepentingan dunia. Berhadapan dengan Gus Dur, suka atau tidak suka, diri kita akan terkoreksi.

Selanjuntnya, Gus Dur berhasil mengubah persepsi orang tentang Nahdlatul Ulama sehingga kaum santri pun menjadi bangga dan percaya diri sebagai warga NU. Berbeda dengan para pembaru dan sekuler, Gus Dur melihat sesuatu secara rasional dan transrasional (nalar bayani dan irfani). Pendekatan Gus Dur tersebut tentu mewujudkan pemikiran dan tindakan yang hebat. Fakta itu menjadi penghalang orang yang akan meremehkan kelompok Muslim tradisional. Jika ingin melihat kiai tradisional yang kosmopolit menginternasional maka lihatlah Gus Dur.

Omar Suleiman, Kepala Badan Intelijen Mesir pernah bertanya kepada KH. Asad Said Ali: “Presiden Wahid itu orang hebat! Dia pernah presentasi tanpa teks secara bagus tentang isu penting dan berat, di hadapan kami orang Mesir. Namun, kenapa ya Presiden cerdas itu bisa diturunkan dari jabatannya?” katanya heran.

Al-Fatihah untuk Gus Dur, Ustad Rosyidi, Kakek, Bapak, Pak De dan Ibu saya. []

Faried Wijdan
Pengelola Pabrik Aksara

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Ulama