Fazlur Rahman: Teori Hermeneutika dalam Interpretasi Ayat Al-Qur’an

Fazlur Rahman, seorang pemikir dan pembaharu islam yang lahir di Pakistan pada hari Minggu, 21 September 1919 disebuah daerah yang bernama Hazara, terletak di Barat Laut Pakistan. Suatu tempat yang telah banyak memunculkan pemikir-pemikir handal, seperti Syah Waliyullah al-Dahlawi, Sayyid Khan, Amir Alidan dan M. Iqbal.

Ketika Rahman lahir, situasi sosial masyarakat pada saat itu diwarnai dengan terjadinya perdebatan publik diantara ketiga kelompok yang bersiteru yaitu modernis, tradisionalis, dan fundamentalis yang mengklaim kebenaran terhadap pendapatnya masing-masing.

Ketiga kelompok tersebut saling bersiteru ide maupun gagasan berkaitan dengan masalah bagaimana membentuk Negara Pakistan pasca merdeka dari India. Kelompok modernis merumuskan konsep kenegaraan Islam dalam bingkai term-term modern. Tradisionalis menawarkan konsep kenegaraan yang didasarkan atas Khilafah-Imamah. Kemudian, Fundamentalis mengusulkan konsep “Kerajaan Tuhan”. Perdebatan ini terus berlanjut hingga melahirkan sebuah konstitusi dengan amandemennya. (Sibawaihi, 2007, hlm. 17) atas fenomena inilah kelak Fazlur Rahman mengemukakan gagasan neo-modernisnya.

Perjalanan Intelektual

Pendidikan Fazlur Rahman berawal dari bimbingan langsung oleh ayahnya, Maulana Syahab al-Din seperti menghafalkan al-Qur’an dan mempelajari ilmu-ilmu keislaman. Kemudian ia melanjutkan pendidikan di Punjab University jurusan Sastra Arab dan selesai pada tahun 1940 dan juga gelar master untuk jurusan ketimuran pada tahun 1942. Pada tahun 1946, Rahman melanjutkan studi ke Oxford University dalam bidang sastra dan selesai pada tahun 1950.

Setelah selesai menempuh pendidikan di Oxford, Rahman mengajar di Eropa dan menjadi dosen bahasa Persia dan Filsafat Islam di Durham University Inggris pada tahun 1950-1958. Setelah itu beralih ke McGill University Kanada untuk menjadi assosiate professor pada bidang islamic studies. Pada tahun 1970 Rahman berangkat ke Chicago dan dinobatkan menjadi guru besar untuk pemikiran Islam di Universitas Chicago. Universitas tersebut merupakan tempatnya menyalurkan banyak karya. Hingga wafat pada tanggal 26 Juli 1988.

Baca Juga:  Jejak Forensik dalam Al-Quran

Adapun karya-karya Fazlur Rahman sebagai berikut: Avicenna Psycology 1958, Propechy in islam Philsophy andOrthodoxy 1958, Islamic Metodology in History 1965, Islami 1966, The Philosophy of Mulla Sandra 1975, Major Themes of The Qur’anctual Tradision 1982, Healt and Medicicine in Islam Tradition; Change and Idienty 1987, dll.

Sejarah Hermeneutika

Kata hermeneutika sendiri berasal dari Yunani, hermeneunein yang berarti menerjemahkan, menafsirkan. (Sibawaihi, 2007, hlm. 6) Istilah ini berhubungan dengan metologi Yunani, Hermes yang bertugas menyampaikan pesan dari dewa. Abad ke-17, hermeneutika pada awal perkembangannya digunakan oleh kalangan agamawan gereja untuk membongkar makna teks Injil.

Teori hermeneutika tidak bisa dilepaskan dari perkembangan pemikiran tentang bahasa dalam tradisi Yunani, bahasa dan hermeneutik adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Hasilnya, sebagai teori Hermeneutik berfokus pada problem mengenai interpretasi sebuah teks. Asumsinya adalah sebagai pembaca, orang tidak mempunyai akses karena pembedanya dengan ruang dan waktu.

Dalam menginterpretasikan kitab suci, Hermeneutika oleh Ricahard E Palmer dibagi dalam berbagai kategori yaitu sebagai penafsiraan kitab suci, filologi, pemahaman linguistik dan sistem penafsiran. (Sibawaihi, 2007, hlm. 8-10)

Pertama, Hermeneutik sebagai teori penafsiran kitab suci difungsikan untuk acuan dalam interpretasi secara metodologis. Mengkaji segala aspek yang melingkupi terbentuknya kitab suci tersebut.

Kedua, Hermeneutik sebagai metode filologi difungsikan untuk pengkajian teks dan menempatkan semua teks sama.

Ketiga, Hermeneutik sebagai ilmu pemahaman linguistik, difungsikan sebagai landasan bagi segala interpretasi teks kaitannya dengan pemaparan segala kondisi yang terdapat dalam teks tersebut, untuk menyusup lebih jauh dibalik sebuah teks.

Keempat, Hermeneutik sebagai sistem penafsiran. disini Hermeneutik difungsikan sebagai seperangkat aturan penafsiran dengan cara menghilangkan segala misteri yang menyelimuti simbol.

Baca Juga:  Tafsir Ayat Poligami Prespektif Fazlur Rahman
Hermeneutika Fazlur Rahman

Menurut Fazlur Rahman, Al-Qur’an tidak dapat dipahami secara terpisah, akan tetapi dipahami dengan kesatupaduan dan saling berkesinambungan. Pemahaman-pemahaman seperti itu tidak didapatkan dalam penafsiran klasik, yang berakibat memahami arti kata-kata dalam penafsiran literal-tekstual. Maka dari itu, fenomena tersebut membuat ketidaktepatan dan ketidaksempurnaan alat-alat dalam metode penafsiran.

Fazlur Rahman menawarkan suatu metode yang logis, kritis, dan komprehensif, yaitu hermeneutika dengan merumuskan metodenya double movement (gerak ganda interpretasi). Double movement merupakan metode penafsiran yang dimulai dari masa sekarang ke masa Al-Qur’an dan kembali lagi ke masa kini. Jadi, Metode ini memberikan pemahaman yang sistematis dan konstektualis sehingga mampu menjawab persoalan-persoalan kekinian. (Sahiron Syamsuddin, 2010, hlm. 70)

Double Movement

Mekanisme Fazlur Rohman dalam metode hermeneutika double movement sebagai berikut: Pertama, seorang mufasir dalam menafsirkan al-Qur’an harus menemukan makna autentik ayat dengan cara membaca dan memahami konteks sosio-historis masa lalu sewaktu diturunkan ayat-ayat tersebut, kemudian mengontekstualisasikan makna autentik ayat itu pada masa kini. Hal ini ditujukan supaya penafsiran tidak terlepas dari nilai-nilai etik dasar (ideal-moral) yang menjadi ruh dari ayat-ayat saat diangkut kedalam realitas kehidupan masa kini.

Kedua, metode tematik, yaitu menggali pandangan-pandangan dasar Al-Qur’an (ideal-moral) secara holistik dan komprehensif. Yang didapatkan pemahaman komprehensif terhadap unsur-unsur yang meliputi diturunkannya ayat-ayat yang memiliki tema yang sama atau identik, sebelum kemudian diinterpretasikan dengan konteks sosio-historis masa kini. Dalam hal ini Fazlur Rahman masih melibatkan seperangkat alat ilmu penafsiran lama seperti ilmu Asbabun Nuzul dan Nasikh Mansukh harus dilibatkan dalam proses penafsiran masa kini. (Edi AH Iyubenu, 2015, hlm. 32). []

Muhammad Yusril Muna
Alumni S1 UIN Walisongo Semarang

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini