Islam sebagai agama universal mengenal sistem perpaduan antara yang disebut konstan non-adaptabel, di satu sisi, ajaran Islam dalam kelompok ini tidak mengenal perubahan apa pun karena berkaitan dengan persoalan-persoalan ritus agama yang transenden. Segmen ini harus diterima apa adanya tanpa harus adaptasi dengan perubahan-perubahan di sekitarnya, seperti persoalan keimanan (tauhid), salat, zakat, puasa, dan haji.

Selanjutnya ada ajaran Islam yang bersifat elastis-adaptabel. Segmen ini mempunyai nilai taktis-operasional, bersentuhan langsung fenomena sosial dan masyarakat. Wataknya yang taktis inilah, segmen ini menerima akses perubahan pada tataran operasionalnya sepanjang tetap mengacu pada pesan-pesan moral yang terkandung dalam ajaran agama.

Fenomena wabah virus corona

Hari ini seluruh masyarakat di dunia disibukkan dengan satu fenomena yang sangat menakutkan yang mengancam keselamatan jiwa manusia, hingga seluruh aktivitas manusia di batasi dengan adanya Physical distancing (pembatasan fisik), maka apapun yang di dalamnya mengindikasikan adanya kontak antara manusia dengan manusia yang lain dalam jumlah yang relatif besar, perlu dilakukan pencegahan, tentu hal ini berdampak besar terkhusus pada ritual ibadah umat Islam.

Dalam suasana normal apalagi di bulan suci ramadan, masjid selalu dipenuhi warga untuk melaksanakan salat lima waktu dan Salat Jumat, termasuk Salat Tarawih dan Salat Idul Fitri. Namun dengan adanya fenomena ini semuanya harus terhenti bahkan di larang, tidak sedikit dari kalangan umat islam merasa kecewa dan merasa tidak fair karena merasa haknya di rampas, lantas bagaimana seharusnya sikap seorang muslim yang taat? di sini lah perlu nya kita memahami secara luas bagaimana hukum Islam bisa menjadi solusi.

Di dalam instrumen fikih para ulama menjadikan al maslahah (kemaslahatan) sebagai salah satu dalil syariat yang dapat di jadikan landasan untuk merumuskan sebuah hukum atau fatwa, di dalam kitab kitab fikih terdapat ratusan hukum yang didasari dengan kausa hukum (illat) kemaslahatan atau mencegah kerusakan (daf al darar). Sebagai contoh yang kita hadapi saat ini, Dengan adanya rukhsah (keringanan) untuk tidak melaksanakan sholat jumat, bukan berarti semena mena meniadakan esensi kewajiban salat jumat itu sendiri, melainkan ini adalah bentuk dari upaya menjaga diri dari bahaya yang mengancam keselamatan manusia, para ulama sepakat bahwa di sana ada kausa hukum (illat) yang bisa menggugurkan sebuah kewajiban salat jumat yaitu karena   adanya wabah virus yang penyebaran nya di karena kan percampuran orang atau kerumunan masa.

Baca Juga:  Musibah Demi Musibah

Oleh karena itu untuk Menyikapi fenomena di atas para ulama kontemporer memasukkan permasalahan ini dalam sebuah kerangka fikih yang di sebut dengan fikih nawazil, kata nawazil menurut para Ulama ahli fikih di gunakan untuk menggambarkan suatu permasalahan baru yang terjadi di tengah umat dan menuntut adanya ijtihad dan penjabaran hukum. Makna ini terfahami dari perkataan beberapa Ulama, misalnya, perkataan Ibnu Abdil Barr rahimahullah, dalam kitab Jâmi’ Bayânil ‘ilmi wa fadhluhu : بَابُ اجْتِهَادِ الرَّأْيِ عَلَى الأُصُوْلِ عِنْدَ عَدَمِ النُّصُوْصِ فِي حِيْنِ نُزُوْلِ النَّازِلَةِ Sebuah bab tentang berijtihad dengan akal berdasarkan kaidah-kaidah pokok saat tidak ada (keterangan) dari nash-nash (al-Quran dan Sunnah) ketika nâzilah (permasalahan baru yang menuntut ijtihad dan penjabaran hukum-) terjadi.

Dari landasan itu lah para ulama dan umaro (pemerintah) merumuskan sebuah hukum yang bisa memberikan kemaslahatan dan keselamatan jiwa manusia.

Dalam kaidah fikih ditegaskan bahwa tasharruf al-imam ‘al-ra’iyyah manuthun bil mashlalah,(kebijakan para pemimpin harus sejalan dengan prinsip kemaslahatan).

Pada akhirnya spirit ibadah pun harus didasari dengan Ilmu yang kuat, Dengan demikian, hukum Islam adalah hukum yang dinamis yang dibuat umat Islam atas dasar pemahaman mereka terhadap wahyu. Pemahaman dan penafsiran terhadap wahyu dan penyesuaian terhadap konteks waktu disebut dengan fikih, dan fikih inilah yang disebut dengan hukum Islam.

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata:

العامل على غير علم كالسالك على غير طريق والعامل على غير علم يفسد أكثر مما يصلح فاطلبوا العلم طلبا لا يضر العبادة واطلبوا العبادة طلبا لا يضر العلم فإن قوما طلبوا العبادة وتركوا العلم حتى خرجوا بأسيافهم على أمة محمد ولو طلبوا العلم لم يدلهم على ما فعلوا

Baca Juga:  Kedisiplinan Era COVID-19

Orang yang beramal tanpa ilmu bagaikan orang-orang yang menempuh perjalanan tidak pada jalurnya, lebih banyak merusak daripada memperbaiki. Tuntutlah ilmu (agama) dan jangan lupakan ibadah Beribadahlah dan jangan tinggalkan menuntut ilmu (agama) Sesungguhnya ada suatu kaum yang mereka beribadah, tetapi meninggalkan menuntut ilmu (agama) sehingga dengan sebab itu mereka keluar membawa pedang kepada umat Muhammad SAW . Kalau seandainya mereka menuntut ilmu agama, niscaya ilmu itu tidak akan membimbing mereka melakukan perbuatan tersebut. [HW]

Muhammad Iqbal
Rais Syuriah PCINU Maroko dan S3 Teologi dan Perbandingan Agama Universitas Hassan II Maroko.

Rekomendasi

Piagam Perdamaian
Opini

Piagam Perdamaian

Dalam kitab Takmilatul Majmu’ dijelaskan bahwa perdamaian adalah dasar hubungan antara orang Islam ...

Tinggalkan Komentar

More in Opini