Diplomasi Tinggi KH Idham Chalid ke Raja Faisal

KH. Muizzuddin, Direktur Darul Ma’arif bercerita, bahwa pada tahun 1970 Raja Faisal bin Abdul Aziz dari Kerajaan Saudi Arabia berkunjung ke Indonesia. Kunjungan itu disambut Presiden Soeharto dan Ibu Tien di Istana Merdeka pada Rabu, 10 Juni 1970. Percakapan saat itu diikuti antara lain oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik, Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi H. Aminuddin Aziz, Menteri Negara KH Idham Chalid, dan rombongan Raja Faisal.

Setelah melakukan kunjungan kenegaraan, Raja Faisal ingin bertemu dengan tokoh-tokoh muslim di negeri ini. Bertemulah dengan tokoh nasional dari Masyumi.

Mereka berdiskusi panjang lebar, namun ada suatu hal yang ditanyakan Raja Faisal tokoh Masyumi itu.

“Bagaimana menurutmu Idham Chalid?”
“Idham Chalid itu orangnya tidak baik”, jawab sang tokoh menceritakan panjang lebar begini dan begini, dengan nada merendahkan.

Usai pertemuan itu. Raja Faisal kembali menemui KH. Idham Chalid. Raja bertanya.
“Idham, bagaimana menurutmu tentang tokoh Masyumi itu?”
“Oh, beliau itu orangnya bagus. Beliau berjasa, mengembangkan islam di Indonesia”.

Raja Faisal tidak menyangka jawaban Idham Chalid begitu kontras dengan jawaban tokoh Masyumi tersebut. Kemudian berucap, “Sebelumnya saya bertemu dengan orang itu. Dia bilang kamu tidak baik, begini dan begini”.

Idham menjawab dengan rendah hati. “Saya tidak tahu akan kejelekan saya. Mungkin orang lain lebih tahu akan hal itu”.

Raja terkagum, betapa seorang Idham Chalid tidak membenci orang yang menjelekkannya, bahkan menganggap semua orang lebih baik dari dirinya. Atas sikap mulia yang dimiliki Idham Chalid, raja memberikan penawaran khusus padanya.

“Kamu mau minta apa?” (maksudnya kebutuhan materi, uang atau semisalnya)
“Saya tidak minta apa-apa”.
“Katakan saja! Permintaanmu akan aku kabulkan”.

Baca Juga:  Dunia Santri Summit 2023 Gelar Literasi Digital Santri Milenial

“Baik, saya minta satu hal. Mohon kelambu makam Rasulullah di Madinah diganti! Sudah terlihat lusuh, tidak rapi lagi”
“Adakah permintaan yang lain?” Tanya raja.
“tidak ada, cukup hanya itu”.

Raja mengabulkan permintaan itu, bahkan kembali menawarkan sesuatu yang menggiurkan, yakni memberikan surat lesensi agar beberapa persen (komisi) dari hasil tambang minyak di Saudi Arabia dinikmati oleh KH Idham Chalid. Namun KH. Idham beserta keluarga sama sekali tidak memanfaat hal itu, beliau merasa cukup dengan rezeki yang ada.

Selesai kunjungan di Indonesia. Raja Faisal pulang kembali ke tanah Arab. Beliau langsung mempersiapkan pengantian kiswah makam Rasulullah SAW. Kurang lebih setahun kemudian, Masjid Nabawi ditutup selama 2 hari, karena difokuskan untuk mengganti kelambu makam Rasulullah Saw. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1971. Kelambu makam sebelumnya yang diganti telah berusia 75 tahun, sesuai dengan tanggal yang ada di atasnya.

Subhanallah. Jarang-jarang ada orang Indonesia yang ditawari suatu permintaan dari Raja Saudi, dan langsung dikabulkan. Umumnya kita yang meminta kepada raja, presiden atau kepada gubernur. Tapi hal ini terbalik, karena ketokohan dan kesantunan KH Idham Chalid.

Berkat kelincahannya dalam berpolitik dan berdiplomasi, ia disebut sebagai Guru Politik orang NU. Di antara kiprah di Internasional, beliau dipercaya sebagai Presiden Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) di Bandung pada 6 s.d. 14 Maret 1965.

Nur Hidayatullah
Alumni PP Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai Kalsel, Penulis Buku KH Idham Khalid Dimensi Spiritual & Negarawan Agamis, Dosen Ilmu Falak UIN Walisongo Semarang

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Ulama