Dalam Kisah Isra Mi’raj Awalnya Allah Memerintahkan Shalat 50 Kali, Apakah Logis?

Di dalam Islam, dikenal istilah-istilah mukjizat, karomah, dan ma’unah. Yang pada intinya, ketiganya adalah suatu hal istimewa atau peristiwa menakjubkan yang Allah anugerahkan kepada hamba-Nya. Bedanya, mukjizat diperuntukan kepada para Nabi dan Rasul, karomah diperuntukan pada orang-orang shalih, dan ma’unah diperuntukan kepada manusia biasa. Sebagai seorang Nabi dan Rasul, Nabi Muhammad memiliki beberapa mukjizat, diantara mukjizat Nabi yang istimewa adalah peristiwa Isra Mi’raj.

Isra’ Mi’raj merupakan salah satu mukjizat Nabi Muhammad. Yang mana di dalam peristiwa ini, Nabi diperjalankan oleh Allah dengan kendaraan buroq dari Masjidil Haram ke Majidil Aqsha, dan dilanjutkan naik menuju Sidratul Muntaha. Peristiwa Isra’ Mi’raj ini adalah suatu peristiwa yang sangat susah jika dipahami dengan pendekatan logika. Sebab, semua peristiwa yang terjadi di dalamnya, dari sudut pandang mana pun logika melihatnya, tidak akan sampai. Hal ini erat hubungannya dengan bentuk kebesaran Allah, peristiwa ini menjadi sebuah bukti bahwa sehebat apapun akal manusia, tidak akan bisa menandingi kebesaran dan kekuasaan Allah.

Pada kesempatan kali ini, yang akan dibicarakan lebih jauh bukanlah terkait peristiwa Isra’ Mi’raj secara menyuluruh. Akan tetapi hanya terfokus pada salah satu bagian yang terjadi di dalam Isra’ Mi’raj, tepatnya adalah perintah sholat. Sebagaimana yang sudah diketahui bersama, bahwa salah satu hikmah dari perjalanan Isra’ Mi’rajnya Nabi adalah perintah wajib sholat lima waktu. Akan tetapi, sebelum mencapai jumlah lima waktu tersebut. Pada mulanya Allah memerintahkan sholat wajib sebanyak 50 kali. Pada poin inilah, fokus dari tulisan kali ini.

Di dalam Isra’ Mi’rajnya Nabi, Allah pada mulanya memerintah sholat 50 kali dalam sehari semalam. Jika dianalogikan, katakan sekali shalat menghabiskan waktu 5 menit. Artinya 5 menit dikali 50 menjadi 250 menit, jika diubah menjadi jam kurang lebih sama dengan 4 jam 10 menit. Dengan waktu selama itu, apakah terhitung praktis? Apakah logis? Apakah seberat itukah agama Islam? Apakah Allah tidak mengetahui bahwa sholat sebegitu banyaknya dan lamanya merupakan hal yang tidak logis dan tidak praktis untuk manusia, bahkan mungkin cenderung memberatkan? Sedangkan kita tahu bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Mengetahui.

Baca Juga:  Kisah Sufi Taubat dalam Hobi Berburu

Pertanyaan-pertanyaan seperti tadi, tak jarang muncul dari kalangan yang sangat menjunjung tinggi logika, seperti para peneliti atau ilmuan-ilmuan Barat, yang dengan sengaja terkadang mencari celah kelemahan Islam. lalu bagaimana cara kita menjawabnya? Bagaimana cara kita menyikapi dan memahaminya? Dalam hal ini, satu sisi apa yang tadi disebutkan memang ada benarnya. Dengan perintah sholat 50 kali dalam sehari semalam memang sangat tidak praktis dan tidak masuk akal, karena justru menimbulkan anggapan bahwa Islam adalah agama yang memberatkan. Akan tetapi, ada sudut pandang lain yang masih bisa kita gunakan untuk menyikapi pertanyaan tadi.

Pertama kita pahami terlebih dahulu siapakah sosok Nabi bagi Allah. Jawabnya jelas, tentu Nabi Muhammad adalah kekasih Allah. Selanjutnya, coba bayangkan. Pertemuan antar kekasih apakah cukup hanya dengan sekali bertemu? Tentu jika dijawab dengan logika, maka jawabannya tidaklah cukup. Yang namanya kekasih yang saling mencintai, saling menyayangi, saling merindu satu sama lain. Pasti tidak akan puas dengan hanya sekali pertemuan, untuk mengobati rasa rindu yang menggebu-gebu butuh pertemuan yang tidak hanya cukup sekali. Dengan sudut pandang inilah seharusnya kita memahami hikmah dari perintah sholat yang pada awalnya Allah perintahkan sebanyak 50 kali.

Allah memang Maha Mengetahui, Dia mengetahui jika sebanyak itu tidaklah praktis dan akan memberatkan manusia. Tapi di saat yang sama pula, Allah juga mengetahui dengan memerintah sholat sebanyak 50 kali, Nabi akan kembali lagi, bahkan berkali-kali untuk meminta keringanan hingga pada akhirnya mencapai perintah sholat 5 kali dalam sehari semalam. Poin yang kedua inilah seharusnya yang menjadi titik perhatian kita, pertemuan antara Allah dan Nabi dalam Isra’ Mi’raj, yang merupakan pertemuan antar kekasih, tidak akan cukup hanya dengan sekali pertemuan saja. Akan tetapi butuh lebih dari satu pertemuan.

Baca Juga:  Mbah Rofiq dan Sikap Semeleh

Di sinilah sangat terlihat, begitu tingginya derajat Nabi kita, Nabi Muhammad SAW. Sosok kekasih, hakikatnya seorang kekasih. Yang Allah pun mencintainya, maka sudah sewajibnya bagi kita semua untuk mencintainya juga. Dalam hal ini, Syekh Sulaiman Bujairami dalam kitabnya Hasyiyah Bujairami ‘Ala al-Khatib juga berpendapat demikian. Negosiasi jumlah shalat dengan bolak baliknya Nabi menunjukkan ketinggian derajat Nabi Muhammad SAW di sisi Allah.

Pengurangan waktu shalat dari 50 ke 5 waktu shalat dalam sehari semalam ini juga menjadi bukti kebenaran syafa’at Rasulullah SAW bagi umatnya. Tanpa syafaat tersebut, niscaya umatnya akan terjatuh dalam kesulitan. Sekaligus merupakan bukti kasih sayang, kecintaan, dan perhatian Nabi kepada umatnya. Beliau sangat memikirkan bagaimana umatnya kelak, supaya tidak merasa terbebani dengan perintah sholat sebanyak itu, beliau rela meminta pengurangan hingga berkali-kali. Begitu besar perhatian dan cinta beliau kepada kita, umtanya. Jika sudah seperti itu, apakah ada alasan lagi untuk tidak mencintai Nabi Muhammad SAW?  Shollu ‘Alan Nabi Muhammad. []

Aghnin Khulqi
Alumni Mahad Takhasus Simbang Kulon Pekalongan dan Pesantren Luhur Sabilussalam Ciputat Timur. Kali ini sedang menempuh S2 di Sekolah Pasca Sarjana UIN Jakarta dan mengabdi di Pesantren Luhur Sabilussalam.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini