Opini

Covid-19 dan Menulis

Santri Menulis/Doc.Istimewa
“Every secret of a writer’s soul, every experience of his life, every quality of his mind, is written large in his works.”
— Virginia Woolf
COVID-19 adalah salah satu simbol peristiwa besar dalam sejarah kemanusiaan di abad ini. Tak seorang pun insan di muka bumi ini yang tidak bersentuhan dengan kehadiran COVID-19 baik secara langsung maupun tidak langsung. Gara-gara COVID-19, tempat yang merefleksikan pusat terbesar ummat beragama di dunia ini untuk dihadiri, terpaksa harus disterilkan,sehingga terjadi kevakuman. Negara adikuasa pun runtuh pertahanannya melindungi jiwa dan raga warganya, sehingga banyak manusia berguguran menjadi kurbannya. Peristiwa yang mahadahsyat ini tidak bisa dibiarkan berlalu. Jauh lebih berarti jika apapun yang terjadi perlu ditulis dan dikomentasikan sehingga menjadi sesuatu yang berarti bagi generasi selanjutnya.
Tanpa ada yang memerintahkan atau menugaskan, secara volunter ada sejumlah orang yang membuat tulisan untuk di-share. Ada tulisan-tulisan baik dan enak dibaca serta sangat bermanfaat. Melainkan ada juga tulisan yang kurang terkontrol, sehingga menimbulkan keresahan para pembacanya. Sampai-sampai terlontar protesnya, bahwa melarang orang menulis tentang COVID-19 jika bukan orang yang ahli dan mengerti tentang COVID-19. Kita sangat memaklumi protes itu, karena penulis tidak rela jika ada tulisan yang bisa timbulkan keresahan. Karena itu menjadi feedback untuk semua orang yang mau sharing sesuatu bisa lebih berhati-hati.
Kendatipun COVID-19 merupakan persoalan medis, namun pada prakteknya merupakan persoalan kehidupan manusia yang memiliki banyak dimensi. Karena itu pembahasan tentang COVID-19 berpeluang untuk ditulis dalam berbagai perspektif. COVID-19 merupakan sumber informasi yang sangat kaya untuk ditulis. Tidak akan pernah habis untuk ditulis. Tulisan yang dinanti pembaca adalah tulisan yang berarti, tulisan yang mencerdaskan, tulisan yang mencerahkan, tulisan yang menyejukkan, tulisan yang komunikatif, tulisan yang encouraging, tulisan yang menyadarkan, dan tulisan-tulisan yang membuat optimisme.
Selanjutnya, mari kita perhatikan beberapa perspektif dalam penulisan COVID-19. Pertama, perspektif medis bahwa pembahasan COVID-19 cenderung lebih ditekankan pada makna COVID-19 secara unik, penyebab, symptom-nya, proses terjadinya, , sifat atau karakteristik, cara penyebarannya, target kelompok usia yang potensial, akibat penanganan klien yang gagal, tindakan preventif, tindakan remedial, pengendalian sebaran, dampak-dampaknya, dan sebagainya. Penyakit ini merupakan salah satu yang membahayakan bagi tenaga paramedisnya (dokter dan perawat). Selain itu yang penting bahwa kehidupan yang bersih dan sehat (budaya hidup bersih dan sehat). Informasi hasil studi terkait sangat diperlukan, terutama dikaitkan kondisi local wisdom. Pengendalian dan penanganan pandemi Covid-19 sangatlah penting.
Kedua, perspektif historis. Menulis tentang sejarah pandemi penting sekali. Di samping membangun kesadaran historis juga kesadaran atas realitas yang sedang kita hadapi. Bahwa ternyata pandemi penyakit tertentu bukan sesuatu yang baru, melainkan kejadian yang berdasarkan realitas sejarah, muncul setiap abad. Dengan begitu bisa menjadikan warga dunia memaklumi. Munculnya sikap saling menghargai, bukan menghujat. Karena sumber pandemi berkaitan dengan tempat muncul awalnya. Tahun ini wabah bersumber dari Wuhan China, 100 tahun yang lalu, 1920, wabah Flu Spanyol bersumber dari Spanyol dsb. Jika konsisten, dan dikehendaki Allah, secara futurologis 100 tahun lagi bisa muncul wabah lain yang bersumber dari belahan bumi lain.
Ketiga, perspektif psikologis. Menulis tentang dampak psikologis COVID-19 sangatlah penting. Pada kenyataannya, kini banyak orang yang takut, cemas, dan bahkan ada yang depresi. Kondisi mental yang tak sehat, sangat mempengaruhi daya immun seseorang. Jika posisi daya immun merendah, maka virus yang masih ada di tubuh akan dengan mudahnya merusak kesehatan kita. Terlebih-lebih pads diri seseorang yang memiliki penyakit akut sebelumnya, yang penderita Jantung, Paru, DM dsb. Tulisan yang sifatnya informatif dan argumentatif dalam perspektif psikologis sangat diperlukan dan dinantikan.
Keempat, perspektif agama. Menulis tentang COVID-19 dalam perspektif sangatlah penting. Bagi komunitas agama sangat merindukan kajian ini. Bagaimana sikap kita sebagai orang beragama bisa bersikap benar terhadap mushibah, sehingga iman dan taqwa tetap terjaga. COVID-19 menunjukkan kemampuannya dalam menguji orang beragama, katakanlah Islam. Bagaimana sholat dan ibadah haji/umrah tergusur oleh COVID-19? Dak pernahkah kebayang bahwa Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqasha dak bisa diakses untuk ibadah secara serentak oleh ummat Islam. Demikian juga tempat suci lainnya yang tidak bisa diakses oleh ummatnya untuk beribadah. Di sinilah peran agama, bisa mendidik sikap sabar pada ummatnya dalam menghadapi musibah. Menafsirkan iman terhadap qadla dan qadar dengan benar.
Kelima, perspektif ekonomi. Menulis tentang COVID-19 dalam perspektif ekonomi juga sangat menarik. COVID-19 yang telah menjangkau warga negara suatu negara, dan mempengaruhi kehidupan ekonominya. Di samping para pekerja di semua sektor tidak bisa bekerja secara normal, karena hanya bisa bekerja dari rumah, juga kurs uang menurun secara berarti, sehingga pertumbuhan ekonomi relatif terancam. Malah jauh di bawah proyeksi. Bahkan bisa jadi pertumbuhan ekonomi 0 persen, malah di bawah 0 atau minus. ASN relatif tidak ada masalah yang berarti, namun warga negara yang bekerja harian sungguh berat hidupnya, sementara itu hingga kini belum ada kepastian realisasi jaminan keamanan sosial. Hajat dan kesejahteraan warga negara dalam ancaman yang tidak bisa diabaikan.
Keenam, perspektif pendidikan. Menulis tentang COVID-19 dalam perspektif pendidikan sangatlah penting dalam rangka penyelematan SDM berkualitas. Kehadiran COVID-19 baik secara langsung maupun tidak langsung mengganggu kelancaran proses pendidikan di semua jenjang pada jalur pendidikan formal. Demikian juga jalur pendidikan non-formalnya. Memang dengan kemajuan dunia digital, bisa cepat proses pembelajaran di-replace dengan e-learning. Hal ini bisa memenuhi sejumlah kepentingan, tetapi belum sepenuhnya bisa mengganti sistem pendidikan konvensional. Apalagi materinya juga tidak difokuskan untuk penuntasan materi Kurikulum, tetapi untuk literasi COVID-19 bagi pendidikan dasar dan menengah. Sementara itu bagi pendidikan tinggi lebih pada penuntasan Kurikulum, tapi minus literasi COVID-19. Yang jelas bahwa akhir proses pendidikan tahun ajaran/akademik diduga kurang memenuhi apa yang seharusnya untuk semua jenjang. Dengan kondisi ini diduga SDM kita indek kompetisi globalnya akan bertahan pada ranking seperti tahun sebelumnya. Bahkan bisa jadi berpotensi menurun.
Memperhatikan eksistensi dan kondisi COVID-19 sangat dinamis, maka penulisan dan pendokumentasian baik secara verbal maupun non verbal sangat diperlukan. Jumlah perpektivenya bisa ditambah dan pengkajiannya bisa semakin dalam dengan memperhatikan varian dampak-dampaknya. Penyajian Tulisan tentang COVID-19 tidak hanya berfokus pada kajian ilmiah saja, namun penyajian Tulisannya bisa juga berfokus pada aksi yang bisa berkontribusi untuk mengakselerasi penyelamatan dan pengamanan warga negara dan bangsa. Apalagi belakangan muncul bahwa COVID-19 secara hipotetik diduga tidak semata-mata dianggap sebagai wabah pandemik semata, malah sebagai salah satu strategi proxy-war, dan perang senjata biologi. Bagaimana menurut sahabat?

 

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini