Cinta Mati Seorang Muadzin

Bilal bin Rabah merupakan salah satu sahabat Rasulullah SAW. Ia dulunya merupakan seorang budak dan ia masuk Islam ketika masih diperbudak. Karena hal itu, ia pun disiksa setiap hari oleh majikannya yang bernama Umayyah. Umayyah dengan kejam menyiksa Bilal bin Rabah di tengah padang pasir di bawah terik matahari. Ia ditelentangkan dan di atas dadanya ditindih batu yang sangat besar. Umayyah akan terus menyiksanya seperti itu setiap hari jika ia tidak mau meninggalkan agama Islam. Ia selalu menjawab majikannya dengan mengucapkan “Ahad, Ahad, Ahad”.

Kemanapun Rasulullah SAW pergi, Bilal pun selalu mengikuti. Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, ia pun turut serta bersama rombongan kaum muslimin lainnya. Setelah pembangunan masjid Nabawi di Madinah, Rasulullah SAW menunjuk Bilal untuk mengumandangkan adzan karena ia memiliki suara yang indah. Ia merupakan muadzin pertama dalam sejarah Islam.

Selama tinggal di Madinah, Bilal yang selalu mengumandangkan adzan untuk menandakan waktu masuknya shalat lima waktu. Setelah mengumandangkan adzan, Bilal memiliki kebiasaan yaitu berdiri di depan pintu rumah Rasulullah SAW seraya berseru, “Hayya ‘alashshalaati hayya ‘alashshalaati“. Dan ketika ia melihat Rasulullah SAW keluar dari rumah, ia segera beriqamat sebagai tanda shalat berjamaah akan segera dimulai. Bahkan ketika peristiwa Fathu Makkah (penaklukkan kota Makkah), ia juga yang mengumandangkan adzan di atap Ka’bah atas perintah Rasulullah SAW dengan disaksikan ribuan orang. Itu merupakan adzan pertama di Makkah. Selama Rasulullah SAW hidup, Bilal menjadi muadzin tetap. Ia juga memiliki gelar sebagai Muadzin Ar-Rasul.

Kemudian sampailah hari berkabungnya seluruh umat Islam, yakni meninggalnya Rasulullah SAW. Disaat itu pula Bilal yang mengumandangkan adzan. Ia mengumandangkan adzan hingga sampai pada kalimat “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi” ia berhenti. Bilal menangis, ia tak sanggup melanjutkan adzan. Kaum muslimin yang melihatnya pun tak kuasa menahan tangis, mereka ikut menangis bersama Bilal sehingga suasana pun menjadi sangat mengharukan. Selama tiga hari ia mengumandangkan adzan, selama tiga hari itu pula ia selalu berhenti bersuara pada kalimat “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi“. Tak lain karena kesedihan dan kecintaannya yang sangat mendalam terhadap Rasulullah SAW.

Ia pun memohon kepada Khalifah Abu Bakar untuk mengizinkannya tidak mengumandangkan adzan lagi, karena ia sudah tidak sanggup melakukannya lagi. Setiap kali ia mengumandangkan adzan, ia akan selalu teringat akan Rasulullah SAW. Abu Bakar pun mengizinkannya, kemudian Bilal pindah ke Syam. Ia pergi ke Syam bersama dengan rombongan pasukan muslim yang menuju ke Syam. Selama di Syam ia tidak pernah mengumandangkan adzan sekali pun sampai pada suatu hari Khalifah Umar bin Khattab berkunjung ke Syam. Khalifah Umar diminta para sahabat untuk meminta kepada Bilal agar mau mengumandangkan adzan sekali saja dan Bilal pun mulai bersuara. Suara adzan tersebut mengingatkan Umar bin Khattab dan para sahabat lainnya akan Rasulullah SAW yang membuat semuanya menangis akan kenangan Rasulullah SAW. Hingga sampai pada kalimat “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi” ia kembali menangis dan masih tidak bisa melanjutkan adzan.

Tak lama dari itu, Bilal bermimpi bertemu Rasulullah SAW. Terbangun dari mimpi tersebut Bilal segera menyiapkan diri menuju ke Madinah. Ia mengunjungi makam Baginda Rasulullah SAW dan disana ia bertemu dengan cucu Rasulullah SAW yaitu Hasan dna Husain. Dipeluklah mereka berdua oleh Bilal, mereka pun meminta Bilal untuk mengumandangkan adzan lagi untuk mengenang kakek mereka. Akhirnya Bilal pun memenuhi keinginan mereka.

Bilal mulai mengumandangkan adzan di Madinah stelah bertahun-tahun suara itu tak terdengar. Suara yang mengingatkan kepada sosok Baginda Rasulullah SAW. Semua berlarian menghampiro suara tersebut sembari bertanya-tanya ” Apakah Rasulullah SAW hidup kembali?”. Dan di kalimat “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi” Bilal terhenti lagi, ia tak kuasa menahan tangis. Sebegitu dalamnya cinta Bilal kepada Rasulullah SAW. Ia pun tidak sanggupuntum melanjutkan adzan dan meminta yang lain untuk melanjutkannya. Hatinya tersayat karena teringat akan Rasulullah SAW. Sejak saat itu pun Bilal sudah tidak pernah mengumandangkan adzan lagi hingga akhir hayat hidupnya.

Sebesar itulah cinta Bilal kepada kekasihnya sang Baginda Rasulullah SAW. []

Syndi Gabriella Ting
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya

    Rekomendasi

    Opini

    Puasa Effect

    Dalam menjalankan ibadat puasa, kita dituntut untuk memahami maksud dan tujuan diwajibkannya berpuasa. ...

    Tinggalkan Komentar

    More in Kisah