Permainan catur dimainkan oleh jutaan orang diseluruh dunia. Catur diyakini berasal dari permainan India, Chaturanga (yang menjadi nama asal catur), sekitar abad ke-7 Chaturanga juga diperkirakan merupakan nenek moyang dari permainan strategi serupa yang berasal dari Dunia Timur, seperti Xianggi (catur Cina), Janggi (catur Corea),shogi (catur Jepang).
Begitu juga dalam kehidupan keseharian kita catur bisa dijumpai diberbagai tempat, bahkan hampir disetiap warung-warung kecil tempat nongkrongnya para masyarakat Desa. Begitu juga di kalangan santri pun banyak yang menggandrungi catur. Sehingga diberbagai pesantren, permainan catur dilombakan diacara puncak Haflatul Imtihan.
Membincang permainan bidak catur, penulis teringat pada Tahun 2000 disaat awal-awal mondok di Annuqayah, bahwa permainan catur termasuk favorit santri. Penulis pernah mendengar dari salah satu ustadz diniyah Bapak Afif pemegang materi Akhlak, dia menjelaskan bahwa permainan catur hukumnya makruh, beliau mengutip dari fatwa ulama bermadzhab syafi’iyah, “permainan catur status hukumnya adalah makruh”.
Kalau merunut pada masa Sahabat, mereka juga ada sebagian yang menyenangi permainan catur, seperti Sahabat Abdulllah bin Zubair, Abdullah Bin Abbas (Alhafiz Qurniawan, nu online, 23 November 2019). Sehingga dengan dalil tersebut para santri ada sebagian yang menyukainya, begitu juga bagi kalangan kiai pun, ada sebagian yang mengandrunginya seperti: Gus Awis yang begitu piawai dalam memainkan bidak-bidak catur, sehingga dari setiap pemindahan pion, mentri, kuda dan peluncur melalui proses berfikir yang matang. sehingga ia menjadikan pihak lawan kewalahan dari seranganya, bahkan ia tercatat sebagai juara nomor wahid dikala itu.
Menurut Muhammad Chasif Ascha, Selain Gus awis, ada Kiai Dimyati dan Kiai Sya’rani yang begitu mahir dalam permainan catur. Belum lagi di kawasan pesantren Madura seperti Al-Karawi –Annuqayah penulis sempat bertanya ke abdi dalem bahwa lora-lora juga menyenangi permainan catur.
Kenapa kalangan kiai dan santri juga ada sebagian yang menggandrungi permainan catur, karena beberapa alasan sebagaimana pengungkapan ustadz Rasidi Tonggal (2001). Karena ditinjau dari sisi kedokteran bahwa permainan catur termasuk olah raga otak yang menyokong untuk kecerdasan IQ. bahkan hingga kini pemain-pemain catur terkenal yang memperoleh gelar “grand master”, terkategori otak yang diatas rata-rata dibanding dengan orang yang tidak menyenangi catur.
Merunut pada Tahun 2001 saat penulis masih mondok di Annuqayah juga sering bermain catur. Dikala itu, ada salah satu santri dari Desa Aeng Baja raja yang bernama Hairul yang sangat cakap dalam bermain catur. Dia termasuk santri yang sangat aktif dalam bermain catur, dapat dibilang setiap harinya selalu mengotak atik bidak-bidak catur. Sehingga teman-temannya menyebut dia sebagai “Grandmaster (GM) masternya catur santri ”, penobatan gelar kehormatan padanya sangat layak disandangnya, karena berbagai pengalaman lomba permainan catur dialah sebagai peraih juaranya.
Beberapa Pengalaman yang ia raih dari berbagai kompetisi di pesantren seperti, Pada lomba catur yang diadakan oleh panitia Hamdalah daerah Latee pada Tahun 2001, dan lomba catur yang diadakan panitia HIMA Annuqayah Pusat pada Tahun 2001, Hairul adalah sebagai pemenang juara nomer wahid.
Usut demi usut, penulis sempat menanyakan kepadanya tentang strategi yang digunakan. Apa metodenya kok begitu cepat membuntukan pihak lawan? Hairul mengjawab “sebenarnya tidak ada trik yang pasti, Cuma, permianan catur membutuhkan Konsentrasi penuh, berfikir sebelum melangkahkan pion, kuda, mentri dan peluncur, selain itu, yang penting diperhatikan adalah “berfikir dengan sistem tiga dimensi” artinya membaca fikiran lawan sebelum melangkahkan setiap anak catur”.
Bahkan di PP Annuqayah Daerah Lubangsa terdapat “club catur” yang dibentuk pada tahun 2016 (Muhammad Khalis H. web Lubangsa.org). club tersebut bertujuan memfasilitasi santri yang memiliki kemampuan dan potensi dalam bidang catur serta dapat dikembangkan secara maksimal melalui club tersebut. (Muhammad Khalis H.)
Sebenarnya catur bagi santri termasuk hiburan, selain itu catur merupakan permainan papan strategi dua orang yang dimainkan pada sebuah papan kotak-kotak yag terdiri dari 64 kotak, yang disusun dalam petak 8×8, yang terbagi sama rata (masing-masing 32 kotak) dalam kelompok warna hitam dan putih (Chilsholm, Hugh, ed. (1911), “Chess Ensyclopedia Brittanica”, edisi ke 11. Cambridge University Press. Hal.93-106).
Oleh karena itu pesantren tidak melarang permainan catur, karena terdapat sisi manfaat. Kecuali ulama sepakat mengharamkan catur, fa Insya Alah tidak satupun pesantren yang membolehkan catur. Namun dari segi waktu setiap pesantren hanya membatasi waktu bermain, kalau Daerah PP Annuqayah Lubangsa membolehkan permainan catur pada hari Jumat, sementara di daerah Latee mendapat jatah 2 Hari yaitu Senin dan Jumat.
Kalau ditinjau dari sisi kesehatan, bahwa catur mempunyai beberapa manfaat, antara lain: Meningkatkan konsentrasi, mempertahankan kemampuan mengingat, melatih kemampuan perencanaan, mampu memecahkan masalah, meningkatkan kreativitas, terhindar dari memensia,meningkatkan IQ, merangsang pertumbuhan otak dan membantu mencegah penyakit Alzheimer. (Krisna Oktavia, m.klikdokter.com)
Menelusuri pendapat ulama tentang hukum catur yang diungkapkan oleh imam Nawawi “amma satronju faqat qaala fiihi an-nawawi wa amma satronju famathabuna makruhun wa laisa biharamin” (Adapaun catur sebagaimana dikatakan oleh imam Nawawi adalah berstatus makruh tidak haram). Bahkan Said Jubair juga membolehkan catur selama tidak terdapat unsur judi, melalaikan kepada Allah, menjaga lisan dari perkata kotor.
Oleh karena itu catur dikalangan santri perlu dilestarikan juga, mengingat beragam manfaat yang diperolehnya, selama tidak mengabaikan amaliah keagamaan, kalau dipesantren selama tidak melanggar waktu-waktu yang tidak diperbolehkan bermain catur. Semoga bermanfaat.[BA]