Biografi Jalaluddin Rumi

Jalaluddin Muhammad Rumi, atau yang biasa kita kenal dengan nama panggilan Rumi, merupakan salah satu sufi, pendidik, penyair yang hidup pada abad ke-13. Dia dianggap sebagai salah satu penyair jenius sepanjang masa, Rumi sendiri memiliki jiwa yang mandiri dengan kepribadian yang unik yang dapat mempengaruhi sepanjang waktu, era, latar belakang, sosisal dan agama. Daya tarik universal nya terletak pada keberaniannya serta penolakannya untuk mengikuti pemikiran dogmatis yang ketinggalan zaman, dan menyesuaikan diri kepada norma dan kebudayaan, yang menganut mental perbudakan. Lebih dari 800 tahun setelah kematiannya, Rumi, lebih populer dari sebelumnya. Kisah hidupnya, ajarannya, dan karya-karyanya terus dikenang dan menginspirasi banyak orang untuk menemukan keberaniannya dalam diri mereka sendiri dan berjalan sesusai jalan spiritual mereka masing-masing. Karya-karyanya telah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa dan telah terjual jutaan exsemplar di seluruh penjuru dunia. Bahkan, sebuah artikel BBC menobatkan Jalaluddin Arumi sebagai penyair terlaris di Amerika pada tahun 2014.

Biografi Jalaluddin Rumi

Rumi adalah salah satu tokoh Sufi yang paling terkenal dalam Islam berkaitan dengan berbagai bidang keilmuan. Pada 6 Rabi’ul awal 604 Hijriyah, atau 1207 Masehi, di Balkh, sebuah kota di utara Persia, Provinsi Khorasan yang dipimpin oleh Muhammad Shah, Jalaluddin al-Rumi lahir sebagai Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunawi. Sementara itu menjadi Rumi karena dia dan ayahnya telah tinggal di Konya terlalu lama, atau sekarang dikenal dengan nama Turki. Pada waktu itu, Konya atau Turki adalah pemerintahan Roma atau Rum, sehingga hal ini mempengaruhi nama akhir Jalaluddin Rumi.

Jalaluddin Rumi lahir dari keluarga terhormat. Ibunya adalah anggota kerajaan Khawarizm, bernama Mu’minah Khatun, dari garis keturunan Ibunya, Jalaluddin Rumi adalah keturunan dari sahabat dan menantu Nabi Muhammad SAW, yaitu Ali bin Abi Thalib, yang merupakan khlaifah Islam keempat. Sedangkan Ayahnya bernama Bahauddin Walad Muhammad bin Husein, seseorang yang yang sangat ahli dalam fiqih, menjadi guru dalam salah satu tarekat yang bernama al-Kubrawiyah, dan juga dapat menetapkan hukum atau fatwas. Jadi jangan terkejut jika kemampuan Rumi untuk mengembangkan pengetahuan sufisme diturunkan dari ayahnya. Selain itu,  Kakeknya adalah seorang cendekiawan Arab yang meninggal selama pemerintahan Abu Bakar as-Shidiq. Selain itu, jika dilihat nasab, Jalaluddin Rumi masih memiliki hubungan darah dengan Sayyidina Abu Bakar, dari jalur kakek dan ayahnya.

Pada tahun 1219, sewaktu masih berusia 12 tahun, ayah dan keluarganya pindah dari Balkh ke Bagdad. Hal ini bukannya tanpa alasan, karena pada waktu itu di Khorasan, tempat mereka tinggal, ada masalah diserang oleh pasukan Mongol sehubungan dengan perebutan kekuasaan. Insiden ini terjadi dua tahun setelah emigrasi mereka. Serangan itu tidak benar-benar memiliki banyak efek, tetapi menyebabkan mereka tidak dapat kembali ke Khorasan, sampai 616 atau 617 Hijriyah. Rumi dan keluarganya tinggal di Nishapur. Di sana, Jalaluddin Rumi bertemu Sheikh Fariduddin al-Attar, seorang penulis syair yang hebat dan terkenal. Dhaikh Fariduddin sangat terkesan dengan kemampuan Jalaluddin Rumi dalam keilmuan meskipun Ia masih sangat muda. Dia memberi Rumi buku berjudul Asrar Namih (Book of Secrets). Mereka akhirnya memutuskan untuk menetap dan tinggal di Rum atau Turki.

Pada Usia 18 tahun Jalaluddin Rumi menikahi seorang perempuan yang bernama Jawhar Khatun, putri dari Lala Syarif Al-Din. Pada tahun 1229 Masehi, lahirlah putra pertama yang diberi nama Alauddin, lalu putra kedua Jalaluddin Rumi, berama, Sultan Walad, yang lahir pada tahun1231 Masehi.

Pada saat kematian ayahnya, yaitu Bahauddin Walad pada 18 Rabi’ul Awal 629 Hijriyah atau 1229 Masehi. Jalaluddin Rumi menggantikan ayahnya sebagai seorang teolog dan khartib besar. Jalaluddin Rumi sangat dihormati oleh semua murid yang telah diajarkan ayahnya sebelumnya dan mereka sangat senang kepada Jalaluddin Rumi. Akhirnya Jalaluddin Rumi dikunjungi oleh teman ayahnya yang beranama Baharuddin Muhaqqiq at-Tirmidzi. Ia adalah seorang murid ayahnya di Balkh sebelum mereka pergi ke Konya.

Baha al-Din Walad mendidik Burhanuddin Muhaqqiq menjadi seorang petani yang rajin. Selain menjadi petani Baharuddin juga menjadi syekh di Konya dan pikirannya mampu membuat Jalaluddin Rumi terkesiap. Bahkan, Jalaluddin Rumi, yang baru berusia 25 tahun, sangat tertarik dan ingin mendalami ilmu tasawuf tentang peleburan jiwa dengan Tuhan. Sampai akhirnya, Jalaluddin Rumi belajar tasawuf selama 10 tahun dan menggantikan Baharuddin pada tahun 1240 setelah dia meninggal dunia.

Baca Juga:  Terapi Rumi, Terapi Hati

Pada tahun 1244, ada seorang ahli dalam bidang sufi dia berama Syamsuddin at-Tarbizi, Ia juga seorang pengembara. Syamsuddin memberi dampak besar dan perubahan pada Jalaluddin Rumi. Dia adalah seseorang yang sering belajar dari para ahli sufi lain, tapi ia tidak mendapatkan jawaban untuk pertanyaan yang ada dalam pikirannya sepanjang waktu. Sampai akhirnya Ia bertemu Jalaluddin Rumi dan saling berbagi pengetahuan.

Jalaluddin Rumi, yang awalnya tekun dan semangat dalam mengajar pada majelis yang sebelumnya adalah tempat ayahnya untuk mengajarkan berbagai disiplin ilmu berubah secara drastis. Ia sering meninggalkan pertemuan mengajarnya dan lebih suka menyendiri dengan, Syamsuddin at-Tabrizi, untuk bertukar pikiran. Bahkan anaknya, Sultan Walad, mengatakan bahwa keduanya sering dalam satu ruangan dibalik pintu tertutup selama 40 hari untuk bertukar ide tanpa gangguan dari yang lain. Rumi, yang pada awalnya sangat tekun menyampaikan pengetahuan kepada siswanya dan Rumi seorang yang kutu buku, berubah menjadi seseorang yang menyukai seni, music, sastra dan teologi. Selain itu, majelis Maulawi tempat Ia mengajar ditutup karena tidak lagi mengajar dan meningkatkan waktunya untuk belajar dengan Syamsuddin at-Tabrizi. Bisa diibaratkan persahabat kedua ahli imu itu serupa dengan persahabatan Nabi Musa yang belajar dengan tekun kepada Nabi Khidir dan meninggalkan semua eksistensi yang dimilikinya. Jadi apapun itu, Ia selalu fokus pada pengetahuan yang ingin Rumi pelajari.

Sampai saat itu, banyak murid dari Majelis Maulawi yang marah kepada Rumi karena pendiriannya Rumi untuk meninggalkan mereka dan tidak mengajarkan ilmu kepada mereka lagi. Bahkan banyak rumor yang mengarah pada penghinaan terhadap agama Syamsuddin at-Tabrizi, karena Ia lah yang mempengaruhi Rumi. Perjalanan itu berlangsung sampai Syamsuddin at-Tabrizi, akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Konya dan pergi ke Damaskus. Namun, karena keahlian Sultan Walad, yang diutus rumi untuk mencari Tabrizi, dan akhirnya Syamsuddin at-Tabrizi kembali ke Konya. Ini disertai permintaan maaf dari para murid Rumi atas apa yang dilakukan mereka pada Syamsuddin at-Tabrizi. Akan tetapi, terlepas dari permintaan maaf mereka, mereka masih mengulangi perilaku tersebut, sehingga, Syamsuddin at-Tabrizi, pergi ke Damaskus untuk kedua kalinya, dan Sultan Walad berhasil membawa Tabrizi kembali lagi ke Konya. Pada puncaknya yaitu pada tahu 1274, Syamsuddin at-Tabrizi meninggal dunia dan Jalaluddin Rumi, terluka parah sampai Ia menulis syair tentang Syamsuddin at-Tabrizi. Selain itu, Jalaluddin Rumi juga menciptakan tarian keagamaan mevlevi untuk mengenang kematian Syamsuddin at-Tabrizi.

Hingga pada akhirnya di penghujung tahu  1273 Masehi, Jalaluddin Rumi berusia 66 tahun. Pada 5 jumadil akhir 672 H atau 17 Desember 1273 Masehi, seblum matahari terbit atau menjelang magrib, Jalaluddin Rumi, meninggal dunia dikarenakan sakit keras yang telah diderita, Jlaluddin Rumi dimakamkan di  samping makam mendian ayahnya yaitu Bahauddin Walad Muhammad bin Husein.

Pemikiran Tasawuf Jalaluddin Rumi

Mengenai ajaran sufisme dari Jalaluddin Rumi, tentu saja dalam diskusinya penuh dengan iman, akidah Islam, marifat dan tentu saja hukum syariah. Ini karena sejak masa kanak-kanak, Jalaluddin Rumi menerima pengasuhan yang sempurna dari ayahnya Bahauddin Walid, dimana ketika akidah itu hanyalah tindakan saja, ketika Jalaluddin Rumi tumbuh dan memahami pengetahuan keagamaan dengan baik dan memperoleh pengetahuan dari banyak guru maka akidah berubah menjadi hukum atau syariat. Selain itu, Rumi juga mengajar murid-muridnya beberapa ilmu yang Ia kuasai tentang bahasa Arab, tafsir, usuluddin, fiqih, hadis dan banyak lainnya. Gaya mengajar Jalaluddin Rumi juga unik, karena Rumi menggunakan syair dan prosa untuk menyampaikan ilmu yang akan Ia sampaikan kepada muridnya.

Jalaluddin Rumi adalah orang yang melekat pada tasawuf filosofis, dalam arti bahwa Ia mencoba untuk menggabungkan visi mistis dengan yang rasional. Selain itu, diamsusikan bahwa tidak ada apa pun di dunia ini selain Allah SWT. Jadi segala sesusatu di dunia ini adalah Allah, yang Ia tidak memiliki asumsi bahwa Allah bersemayam di Arsy. Hal ini diikuti oleh para pakar lain dalam sufisme, khususnya dengan beberapa kelompok yaitu al-wujud, hulul, insan kamil dan bentuk mutlak.

Dalam pemikiran Jalaluddin Rumi, ada banyak jawaban yang mempertanyakan segala sesuatu di sekelilingnya, terutama tentang, Allah, mendekatkan diri kepada Allah, alam dan manusia. Salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan shalat. Shalat yang disebutkan disini tidak hanya memaksudkan gerakan fisik saja. Menurut Jalaluddin Rumi fisik hanya sebuah cover atau kemasan. Jadi, ruh shalat itu bukan hanya dalam bentuk lahiriyah saja.

Baca Juga:  Biografi Syekh Nuruddin Ar-Raniri

Ruh shalat adalah ketenggelaman sepenuhnya jiwa dan ketidak hadiran tubuh, meninggalkan seluruh bentuk lahiriyah di luar. Tak ada ruang untuk siapapun, bahkan malaikat Jibril. Jadi, bagi Rumi, kita harus selalu merasa rapuh dalam setia kondisi, meskipun kita kuat. karena, di atas kekuatan masih ada kekuatan yang jauh lebih besar. Hamba akan selalu berada di bawah kehendak Allah. Seorang hamba seperti makhluk tanpa tangan, kaki, lemah dan selalu membutuhkan Allah.

Untuk memahami isi karyanya, kita harus menggunakan intuisi, dalam syairnya  juga ada penjelasan untuk alam semesta. Alam semesta adalah manifestasi dari Allah, sehingga segala sesuatu di dunia ini berasal dari Allah. Jadi, apapun yang ada di alam memilikir sisi zahir dan sisi batin. Keduanya tidak terpisah, tetapi hal-hal parelal yang tak dapat dipisahkan. Sementara hikmah adalah aspek batin dari sesuatu. Hikmah tersembunyi dari sesuatu yang terlihat dan itu harus didekati dengan pendekatan batin yang memerlukan hati yang murni.

Maka dari itu, Jalaluddin Rumi mengatakan bahwa hikmah hanya dapat diterima oleh orang-orang yang pantas menerima hikmah, yaitu mereka yang memiliki wadah suci, ketulusan hati, keluasan jiwa dan pandangan yang luas. Sehingga mereka tidak salah dalam menggunakannya. Sebaliknya, jika memberikan hikmah kepada orang-oranf yang biasa maka merekan akan memiliki kesempatan dalam mengartikan hikmah.

Inilah yang mendasari karakteristik pemikiran Rumi, yaitu bahwa kita sebagai manusia harus cerdas dalam sikap kita kepada  Hablumminaallah (Hubungan yang mengatur manusia dengan Tuhannya dalam hal beribadah). Hablumminannas (Hubungan yang mengatur manusia dengan makhluk yang lainya), dan Hablumminalalam (Hubungan yang mengatur manusia denga lingkungan sekitar). Kita hidup hanya untuk Allah, segala yang engkau kerjakan libatkan Allah dalam setiap pekerjaanmu.

Karya Jalaluddin Rumi

Tulisan-tulisan Rumi yang menggugah menyuguhkan beragam topik dan bercirikan ekspresi, filsafat, dan mistisisme. Dia menulis tentang kerinduannya akan kebebasan dari kemunafikan dan ketidaksukaannya terhadap perintah agama berbasis rasa takut yang dia anggap sebagai racun. Dia juga membayangkan kehidupan yang bebas dari rasa takut, malu, dan bersalah.

Rumi adalah seorang jenius karena ia dapat menulis dengan cara yang dapat dipahami oleh semua orang tanpa memandang generasi, budaya, keyakinan, ras, jenis kelamin, dan waktu. Bahkan hari ini, puisi Rumi dikutip dan dibacakan di Sinagoga (Tempat ibadah Yahudi), Gereja, biara Zen, dan dalam drama dan musikal sekuler di seluruh dunia. Puisi-puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman, Inggris, Rusia, Urdu, Turki, Arab, Prancis, Bengali, Italia, Cina, dan Spanyol.

Meski Rumi kebanyakan menulis dalam bahasa Persia, ia juga mengungkapkan pemikirannya dalam bahasa Yunani, Arab, dan Turki. Untuk membaca dan memahami tulisan-tulisan Rumi dalam bahasa aslinya akan membutuhkan pemahaman tentang Quran dan tradisi kenabian Islam serta kefasihan dalam bahasa Persia modern.

Dari kebebasan dan kemahiran Rumi inilah yang membuatnya menuangkan tulisan-tulisannya ke dalam beberapa karya-karya besarnya, Antara lain:

Mathnawi Ma’nawi

Mathnawi Ma’nawi ( مثنوی معنوی) atau Mathnawi terdiri dari enam jilid puisi. Beberapa Sufi menganggap Masnavi sebagai Al-Qur’an Persia, sering dianggap setara dengan karya puisi sufi terbesar. Kalimat dalam Mathnawi menggunakan kalimat yang diadaptasi dari Al-Qur’an, Al Hadits, dan Cerita rakyat yang dituangkan ke dalam tulisan-tulisan tangan Rumi.

Diwan Shams Tabriz

Divan Syams Tabrizi (دیوان شمس تبریزی) atau biasa dikenal dengan karya Syam dan Tabrizi, karya ini dinamai oleh Sayyid al-Rumi dan teman dekatnya. Yang terdiri dari berbagai bahasa. Antara lain : 1)Persia : 2.000 sajak empat baris dan 35.000 bait, 2)Arab: 90 puisi berirama dan 19 sajak empat baris, 3)Yunani: 14 bait, 4)Turki: puluhan bait

Fihi Ma Fihi

Fihi Ma Fihi (فیه ما فیه) yang berarti “Didalamnya Apa Isinya”, karya ini merupakan karya Rumi yang berisi 71 ceramah dan percakapan yang Rumi berikan kepada murid-muridnya. Kumpulan catatan dari murid-muridnya ini ditulis dengan gaya bahasa sehari-hari dengan target audiens kelas menengah. Tidak ada yang menonjol di dalamnya selain penggunaan kata-kata yang canggih yang menjadi ciri tulisan Rumi lainnya.

Baca Juga:  Sang Guru Besar yang Dikenal dan Dikenang: Biografi KH Basori Alwi Murtadlo

Majlis Sab’ah

Majlis Sab’ah (مجالس سبعه) yang berarti tujuh sesi, merupakan karya yang berisi kumpulan tujuh khotbah yang dibawakan oleh Rumi.Meskipun bahasa yang digunakan dalam khotbah-khotbah ini relatif sederhana dibandingkan dengan karya-karya Rumi lainnya, di dalamnya terkandung informasi yang menonjol. keunggulan ilmu-ilmu keislaman Rumi dan gaya bahasa yang digunakan Rumi disini mirip dengan ceramah-ceramah yang diberikan oleh guru-guru spiritual tasawuf lainnya.

Makatib

Makatib (مکاتیب) yang berarti Surat/ Pesan. Makatib merupakan kumpulan surat-surat Rumi kepada anggota keluarganya, negarawan, pejabat tinggi, dan berbagai muridnya. Surat-surat ini ditulis dalam bahasa Persia dan memberikan wawasan tentang bagaimana Rumi mengelola murid-muridnya dan membantu kerabatnya. Bahasa yang digunakan dalam surat-surat ini agak rumit, yang khas untuk bahasa yang digunakan oleh negarawan, penguasa dan bangsawan pada waktu itu.

Pengaruh Jalaluddin Rumi terhadap Ulama Sufi

Di antara Muslim Arab, India, dan Pakistan, Rumi dipandang sebagai salah satu guru Sufi kelas satu – meskipun ia berpendapat bahwa ajaran Al-Qur’an adalah alegoris, dan bahwa Al-Qur’an memiliki tujuh arti yang berbeda. Sulit untuk memperkirakan sejauh mana pengaruh Rumi, meskipun hal ini kadang-kadang dapat dilihat secara sepintas, dalam literatur dan pemikiran berbagai aliran pemikiran. Bahkan Dr. Johnson, yang terkenal dengan pernyataannya yang tidak menyenangkan, mengatakan tentang Rumi: “Dia menjelaskan kepada para peziarah jalan rahasia menuju kesatuan, dan mengungkapkan rahasia jalan kebenaran abadi.”

Pengaruh Rumi, baik secara ideologis maupun tekstual, cukup signifikan di Barat. Karena semua karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Barat dalam beberapa tahun terakhir, pengaruhnya bahkan lebih besar. Tetapi jika dia, sebagaimana Profesor Arbery menyebutnya, “penyair mistik terbesar dalam sejarah umat manusia”, maka puisi-puisi di mana dia menjelaskan banyak ajarannya, hanya dapat diapresiasi dalam bahasa Persia yang asli.

Namun, ajaran dan metode yang digunakan oleh para darwis dan aliran lain yang dipengaruhi oleh Rumi tidak terlalu sulit ditemukan, asalkan cara kebenaran esoteris ini diungkapkan dapat dimengerti.

Jalaluddin Rumi adalah salah satu tokoh Sufi yang paling terkenal dalam Islam berkaitan dengan berbagai bidang keilmuan. Pada 6 Rabi’ul awal 604 Hijriyah, atau 1207 Masehi, di Balkh, sebuah kota di utara Persia, Provinsi Khorasan yang dipimpin oleh Muhammad Shah, Jalaluddin al-Rumi lahir sebagai Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunawi. Rumi dianggap sebagai salah satu penyair jenius sepanjang masa, Rumi sendiri memiliki jiwa yang mandiri dengan kepribadian yang unik yang dapat mempengaruhi sepanjang waktu, era, latar belakang, sosisal dan agama.

Jalaluddin Rumi adalah orang yang melekat pada tasawuf filosofis, dalam arti bahwa Ia mencoba untuk menggabungkan visi mistis dengan yang rasional. Selain itu, diamsusikan bahwa tidak ada apa pun di dunia ini selain Allah SWT. Dalam pemikiran Jalaluddin Rumi, ada banyak jawaban yang mempertanyakan segala sesuatu di sekelilingnya, terutama tentang, Allah, mendekatkan diri kepada Allah, alam dan manusia.

Rumi adalah seorang jenius karena ia dapat menulis dengan cara yang dapat dipahami oleh semua orang tanpa memandang generasi, budaya, keyakinan, ras, jenis kelamin, dan waktu. Pengaruh Rumi, baik secara ideologis maupun tekstual, cukup signifikan di Barat. Karena semua karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Barat dalam beberapa tahun terakhir, pengaruhnya bahkan lebih besar. []

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Muhammad, Insan Kamil, Surabaya : Bina Ilmu

Antonio, Muhammad Syafii, 2012, “Jalaluddin Rumi: Guru Besar Sufi”, dalam Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul, Jakarta: Tazkia Publishing.

An-Nadwi, Abul Hasan, 2015 Jalaluddin Rumi: Sufi Penyair Terbesar diterjemahkan oleh M. Adib Bisri, Jakarta: Pustaka Firdaus.

Arif, Syamsuddin, 2008, Orientalis & Diabolisme Pemikiran, Jakarta: Gema

Insani Ahmad, Husyain, 1997, Seratus Tokoh dalam Agama Islam, Jakarta: Rosnida

Mansur, Laily, 1966, Ajaran dan Teladan Para Suf,. Jakarta: Bina Ilmu

Nasution, A, 2015, Akhlak Tasawuf: Pengenalan, Pemahaman, dan Pengaplikasiannya (Disertai Biografi dan Tokoh-tokoh Sufi), Jakarta: PT Raja Grafindo Persad

Schimmel, Annemarie, 2016, Akulah Angin Engkaulah Api: Hidup dan Karya Jaluddin Rumi, Bandung: Mizan Pustaka.

 

Maulidya Ratri Azzahra

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Ulama