Kegiatan

Dikisahkan di zaman pemerintahan Khalifah Al- Walid bin Abdul, hidup seorang tabiin tokoh ulama ahli fiqih bernama Urwah bin Zubair. Ia merupakan putra dari Zubair bin Awwan dan Asma’ binti Abu Bakar. Hadits-hadits Rasulullah SAW yang ia tulis ia dapatkan dari sang guru Siti Aisyah yang merupakan bibinya. Ia terkenal sebagai orang yang tidak pernah meninggalkan Al-Qur’an 10 juz dalam sehari, kecuali 1 hari. Hari dimana Urwah diundang oleh Khalifah al-Walid bin Abdul Malik ke Damaskus.

Untuk memenuhi undangan tersebut, Urwah mengajak anak sulungnya, anak yang paling ia sayangi. Sesampainya mereka di Damaskus, putranya tertarik untuk bermain dengan kuda-kuda istana. Kemudian Urwah pergi menemui amirul mukminin. Di tengah pembicaraan dengan Amirul mukminin, seorang prajurit memohon izin memotong pembicaraan mereka berdua. Prajurit tersebut mengatakan bahwa putra Urwah bin Zubair tertendang oleh kuda dan seketika itu pula meninggal di tempat. Urwah yang mendengarnya hanya tersenyum dengan tenang serta mengucapkan “Innalilahi wa Inna ilaihi raji’un”.Kemudian ia meminta untuk dibawa menemui jenazah putranya dan mengurus jenazahnya, mulai dari memandikan hingga menguburkannya.

Belum usai kesedihan karena kepergian putranya, Urwah mendapatkan musibah. Ketika menguburkan jenazah putranya, kakinya terkena “gargarina”. Kakinya membengkak dan menghitam.

Kemudian al-Walid memanggil tabib terbaik untuk memeriksa kaki Urwah. Tabib mengatakan kepada amirul mukminin kalau kaki Urwah telah terkena “gargarina” dan tidak ada cara lain selain harus memotong kakinya agar tidak menyebar ke seluruh tubuhnya. Urwah menanggapinya dengan tenang dan mempersilahkan tabib untuk memotong kakinya. Maka disiapkanlah segala hal untuk melakukan operasi tersebut. Tabib menyuruh Urwah minum khamr, dengan mabuk, maka ia tidak kesakitan saat kakinya dipotong. Urwah langsung menolak mentah-mentah dan mengatakan “Demi Allah, saya tidak akan pernah meminum apa yang diharamkan oleh Allah, lebih baik mati daripada harus melakukan apa yang dimurkai Allah SWT”.

Tabib dan amirul mukminin bingung. Kemudian Urwah berkata, “saya akan berdzikir kepada Allah SWT, tunggu hingga wajah saya memerah baru kau potong kaki saya”. Akhirnya mereka melakukan apa yang dikatakan Urwah. Kakinya telah terpotong, darah mengucur deras, namun Urwah masih berdzikir.

Tabib menepuknya memberitahu bahwa kakinya sudah selesai dipotong dan Urwah mengucapkan Alhamdulillah. Tabib kemudian mengatakan bahwa darahnya masih mengucur dan dan harus dihentikan. Ia pun berkata, “Maka hentikanlah darahnya”. Tabib pun menjawab, “Namun untuk menghentikan darahnya, cara satu-satunya adalah dengan mencelupkan kaki tuan ke dalam minyak panas”. Lalu Urwah kembali mengatakan, “Maka aku akan berdzikir, dan jika wajahku telah memerah, celupkan lah kakiku ke dalam minyak panas”.

Saat mencelupkan kakinya ke dalam minyak panas, Urwah tiba-tiba pingsan. Setelah bangun, ia meminta dibawakan potongan kakinya. Ia memegangnya dan berkata, “Alhamdulillah, kamu tidak pernah saya gunakan untuk maksiat, jadilah saksi bagiku besok di hari kiamat”.
Di sisi lain, Khalifah al-Walid mencari cara untuk menghibur sahabatnya tersebut. Atas izin Allah SWT, datanglah sekelompok kafilah yang ingin menyampaikan hajatnya. Salah satu dari mereka ada yang buta dan orang tersebut merupakan kepala sukunya.

Kemudian amirul mukminin bertanya kepadanya bagaimana bisa buta. Maka orang buta tersebut menceritakan kisahnya. Ia bercerita, bahwa dulu ia merupakan orang kaya diantara orang lain di sukunya. Suatu hari, ia bepergian bersama istri dan anak-anaknya dengan membawa semua hartanya. Di tengah perjalanan, mereka beristirahat di sebuah lembah.

Pada malam harinya, Allah SWT mendatangkan banjir yang menyapu seluruh keluarga beserta hartanya. Ia berhasil selamat karena berpegangan pada batang pohon. Setelah banjir surut, yang tersisa darinya hanyalah seekor unta yang terjerat ranting dan satu anaknya yang masih bayi. Ia berniat melepaskan tali untanya dan ketika ia hendak mendekati unta tersebut, bayinya menangis. Saat menoleh didapati kepala bayinya sudah berada di mulut serigala dan ia tak sempat untuk menyelamatkannya. Kemudian ia berbalik ke arah untanya, unta tersebut menendang matanya sehingga ia buta.

Setelah mendengarkan cerita tersebut, amirul mukminin menyuruh untuk membawa orang buta tersebut menceritakan kisahnya kepada Urwah. Dengan begini, Urwah bisa menghadapi ujian yang Allah SWT berikan karena ujian orang buta tersebut lebih berat daripada Urwah. Urwah mendengarkan kisah orang tersebut dan mengucapkan terimakasih telah menceritakan kisahnya kepadanya. Ia juga mengucapkan,”Alhamdulillah” dan ia bisa menerima keadaannya.

Urwah pun kembali ke Madinah, semua orang berkumpul di rumahnya untuk takziyah sekaligus menyemangati Urwah, ada juga yang menangis. Menanggapi hal tersebut Urwah hanya tersenyum dan berkata, “Janganlah kalian merasa sedih terhadap apa yang kalian lihat. Allah SWT menganugerahuiku empat orang anak, lalu mengambil satu di antara mereka dan masih menyisakan tiga. Segala puji hanya untuk-Nya. Dan Dia memberiku empat anggota badan (2 kaki dan 2 tangan), kemudian Dia mengambil satu darinya dan menyisakan tiga untukku, maka segala puji bagi-Nya. Dan demi Allah, apabila Dia telah mengambil sedikit dariku namun telah menyisakan banyak untukku. Dan apabila Dia mengujiku satu kali namun, maka sesungguhnya Dia telah mengaruniaiku dalam banyak kejadian lain”.

Sungguh luar biasa kesabaran dan keimanan Urwah bin Zubair kepada Allah SWT. Kita yang mendapatkan ujian sebesar apapun, jangan pernah mengeluh dan selalu yakin bahwa Allah SWT memberikan yang terbaik bagi kita. Masih banyak orang yang ujiannya lebih berat dari kita. Sesungguhnya ujian dari Allah SWT tak lain adalah karena Allah SWT mencintai kita. Melalui ujian itu pula Allah SWT menghapuskan dosa-dosa kita. (IZ)

Syndi Gabriella Ting
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini