Tidak mudah meyakinkan kaum Muslimin untuk berkenan hijrah dari Makkah menuju Madinah. Ada banyak pertimbangan yang membuat mereka ragu. Namun dengan hanya berharap rida Allah SWT, berhijrah harus menjadi pilihan.

Setelah mendapatkan tekanan yang begitu hebat dari kafir Quraish Makkah, akhirnya Rasulullah dan para pengikutnya mendapatkan perintah untuk berhijrah (bermigrasi) ke Madinah. Sebuah perpindahan yang tidak biasa. Bukan hanya untuk menghindari ancaman dan penindasan kafir Quraish Makkah, tapi juga sebagai upaya untuk menyelamatkan dan menyebarkan agama Islam.

Karena seperti diketahui, sejumlah perlakuan tidak menyenangkan dirasakan kaum Muslimin manakala berdakwah mengajak saudara, kerabat dan orang kebanyakan kala di Makkah. Bukan semata ancaman secara mental, penganiayaan fisik juga dirasakan dengan sangat nyata. Nyaris tidak ada kesempatan dan ruang untuk berdakwah.

Hingga akhirnya turun perintah hijrah, namun hal ini juga bukannya tanpa masalah. Bagaimana tidak, Makkah yang menjadi tanah kelahiran dan tumpuan bagi masa depan ternyata harus ditinggalkan. Aset, keluarga dan sejenisnya harus dikubur seiring perintah ini. Namun untung saja Nabi Muhammad Saw bisa meyakinkan untuk dapat melupakan hal itu semua dan berharap mendapatkan labuhan terbaik bagi dakwah Islam di masa mendatang. Bahwa ada yang lebih bermakna dari sekadar harta dan kenikmatan dunia, yakni rida dari Allah SWT.

Nyatanya, masalah tidak serta merta hilang manakala perintah ditunaikan. Perjalanan Rasulullah dari Makkah ke Madinah sangat berat. Nyawa taruhannya. Para musuh terus memburu bahkan hingga Rasulullah meninggalkan Makkah. Tidak berhenti sampai di situ, untuk keperluan ini diberlakukan sayembara bagi siapa yang mampu dan bisa menggagalkan hijrah atau membunuh Muhammad Saw, maka akan diberi hadiah yang menggiurkan.

Baca Juga:  Rendahkan Hati Tinggikan Budi

Pada saat yang sama, berbagai upaya dilakukan untuk mengelabuhi pihak kafir Quraisy. Salah satunya menghapus jejak kaki Rasulullah ketika tengah berhijrah ke Madinah. Maklum, orang Arab padang pasir sangat pandai dan ahli mencari jejak-jejak kaki di gurun pasir. Keahlian ini telah ditempa oleh alam sehingga menjadi keahlian yang sulit ditandingi.

Totalitas Seorang Penggembala Domba

Adalah Amir bin Fuhayra yang ditugaskan untuk menghapus jejak kaki Rasulullah dan Abu Bakar as-Siddiq. Dulunya dia adalah seorang penggembala. Lalu dibeli Abu Bakar sebagai budak dan disuruh menggembala domba-dombanya. Nantinya, Abu Bakar memerdekakannya dari statusnya sebagai budak. Hingga akhirnya ia menjadi salah satu sahabat Rasulullah.

Seperti dikutip buku Muhammad: Kisah Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, Amir bin Fuhayra diperintahkan Abu Bakar untuk mengikuti perjalanan mereka. Sambil menggembala kambing, Amir bin Fuhayra menghapus jejak kaki Rasulullah, Abu Bakar, serta Abdullah bin Abu Bakar dan hewan tunggangannya dari mulai rumah Abu Bakar hingga Gua Tsur. Taktik ini dipilih sebagai upaya menghapus jejak perjalanan.

Sesampainya di Gua Tsur, Abu Bakar menyuruh anaknya, Abdullah, untuk kembali ke Makkah, bersama dengan Amir bin Fuhayra. Ia ditugaskan untuk menghimpun informasi tentang apa rencana dan strategi kafir Quraish setelah mengetahui bahwa Rasulullah telah meninggalkan Makkah.

Selama Abdullah mencari informasi terkait pihak musuh, Amir bin Fuhayra kembali bertugas menggembala domba-domba Abu Bakar bersama dengan teman-temannya yang lain. Keesokan harinya, setelah mendapatkan informasi yang valid Abdullah bersama Amir bin Fuhayra berangkat ke Gua Tsur, tempat di mana Rasulullah dan ayahnya tinggal sementara. Lagi-lagi, Amir bin Fuhayra ditugaskan untuk menutupi jejak Abdullah.

Kepada Rasulullah dan ayahnya, Abdullah melaporkan bahwa kafir Quraish membuat sayembara. Siapapun yang berhasil menemukan dan membawa Rasulullah kembali ke Makkah, maka ia akan mendapatkan hadiah 100 ekor unta. Sebuah tawaran yang demikian menggiurkan. Bahkan kalau berkenan, Amir bin Fuhayra bisa saja menjadikan kesempatan tersebut sebagai sarana untuk memperkaya diri.

Baca Juga:  Ngaji Nashaih (3): Yuk Mengajak pada Kebaikan

Bisa dibayangkan kalau tawaran tersebut hadir di zaman ini? Menjadi antek dan boneka kalangan luar yang tidak suka dengan keberadaan NKRI. Yang dilakukan bisa beragam, bergantung iming2 yang ditawarkan.

Ah, hijrah memang berat. Tapi seorang penggembala kambing yang memiliki keteguhan hati mampu melewati tantangan dengan mulus. Kalau kita? Monggo merenung….

Saifullah Ibnu Nawawi
PW LTN NU Jawa Timur, Redaktur Majalah Aula, dan NU Online

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Kisah