Begini Cara Kita Membalas Jasa Nabi menurut Lora Abdurrahman al-Kayyis

Pembacaan Simthudh-Dhuror menjadi salah satu rutinitas mingguan para mahasantri Ma’had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur. Amaliah shalawat buah karya Habib ‘Ali bin Muhammad al-Habsyi ini biasanya dilaksanakan setiap malam Selasa. Namun, kegiatan Simthudh-Dhuror  pada pekan kedua bulan ini (Senin, 9 November 2020) terasa begitu spesial, karena dirangkai dengan acara perayaan Maulid Nabi Muhammad saw. Hadir dalam acara ini segenap civitas academica di lingkungan Ma’had Aly Situbondo. Termasuk di antaranya Na’ib Mudir II Ma’had Aly Situbondo, yaitu Lora Abdurrahman al-Kayyis, yang notabene Pemangku Asrama Ma’had Aly Putra. Ra Kayyis, begitu panggilan akrabnya, juga berkenan menyampaikan kalam hikmah dalam majelis maulid Simthudh-Dhuror tersebut.

Pada bahasan awal ceramahnya, Ra Kayyis menjabarkan empat macam pujian (al-hamdu) yang terdapat dalam kitab Nuuruzh-Zholam karya Syekh Nawawi al-Bantani. Pertama, hamdu qodiimin li qodiimin (Allah swt memuji diri-Nya sendiri), antara lain contohnya pada pengujung ayat ke-40 surah Al-Anfaal. Berikutnya, hamdu haaditsin li qodiimin (pujian dari makhluk untuk Allah swt) dan hamdu haaditsin li haaditsin (pujian antar-sesama makhluk). Sedangkan yang terakhir, hamdu qodiimin li haaditsin (pujian Allah swt kepada makhluk-Nya). Jenis pujian yang terakhir inilah yang paling istimewa. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Qalam ayat 4,

وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ

Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur.

Ayat ini menahbiskan Nabi Muhammad sebagai sosok manusia yang memiliki kualitas akhlak jauh di atas rata-rata manusia pada umumnya. Ahwal tersebut yang dimaksudkan oleh Sayyid Ja’far al-Barzanji al-Hasani dengan ungkapan puitisnya, yakni:

محمد بشر لا كالبشر

بل هو كالياقوت بين الحجر

Muhammadun basyarun laa kal-basyari

Bal huwa kal-yaaquuti baynal-hajari

 

“Muhammad memang seorang manusia,

tetapi tidak sama dengan manusia biasa.

Malar-malar, Muhammad laksana batu permata

yang indah di antara bebatuan.”

Lain lagi ungkapan Imam al-Bushiri dalam Qashidah Burdah, yang melukiskan sosok luar biasa Nabi Muhammad melalui bait syairnya berikut ini.

Baca Juga:  Hakikat Mencintai Rasulullah, Mampukah Dijangkau Logika?

فَمَبْلَغُ العِلْمِ فِيهِ أَنَّهُ بَشَرٌ

وَأَنَّهُ خَيْرُ خَلْقِ اللهِ كُلِّهِمِ

Fa-mablaghul-‘ilmi fiihi annahu basyarun

Wa annahu khayru kholqillahi kullihimi

 

“Puncak yang kita tahu tentang beliau,

bahwa beliau adalah manusia.

Dan bahwa beliau,

sebaik-baik makhluk seluruhnya.”

Lalu, pertanyaannya: Mengapa pada ayat tersebut (QS. Al-Qalam ayat 4), pujian Allah kepada Nabi saw lebih ditekankan pada aspek akhlak beliau? Mengapa penekanannya bukan pada aspek ibadah ataupun keilmuan beliau? Bukankah kedua aspek itu juga merupakan hal luar biasa yang ada pada diri Rasulullah? Jawabannya, lantaran betapa banyak ahli ibadah yang pongah dengan amal ibadahnya. Begitu pula dengan orang-orang berilmu, tidak jarang mereka angkuh atas ilmu yang dimiliki. Demikian pemaparan Ra Kayyis, sang putra mahkota dari al-marhum al-maghfur lahu KH Hariri Abdul Adhim (Pemangku sekaligus Mudir Ma’had Aly Situbondo sebelumnya).

Bahasan selanjutnya, Ra Kayyis menjelaskan bagaimana cara membalas jasa agung Rasulullah saw kepada kita selaku umat beliau. Sekurang-kurangnya Ra Kayyis menyebutkan tiga cara, yaitu pertama, dengan cara senantiasa mengenang atau mengingat-ingat beliau; yang kedua, dengan cara memperbanyak bacaan shalawat kepada baginda Nabi; dan yang ketiga, dengan berada di jalan Rasulullah. Adapun yang dimaksud dengan “jalannya Rasul” adalah “dunia keilmuan”. Sebab, warisan Rasul ialah ilmu, bukan yang lain. Karena itu, ulama (orang yang mempunyai ilmu pengetahuan) dikatakan sebagai pewaris para nabi. Seperti yang disinggung di dalam sebuah hadis yang dirawikan dari Abu Darda’ di bawah ini.

 وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا، وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Sementara para nabi sejatinya tidak mewariskan dinar dan dirham (warisan berbentuk materi atau nominal angka). Mereka hanya mewariskan ilmu. Barang siapa yang mengambil warisan tersebut, niscaya ia telah mengambil bagian yang melimpah ruah. (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Baca Juga:  Kenapa Harus Bershalawat?

Di bagian penghujung sebelum menutup ceramahnya, Ra Kayyis berpesan kepada seluruh mahasantri yang hadir di majelis maulid Simthudh-Dhuror malam itu. Pertama-tama Ra Kayyis berpesan supaya mereka hendaknya istiqomah dalam menjaga warisan Nabi tersebut. Sebab, kesempatan menjadi seorang santri termasuk nikmat yang besar yang mesti disyukuri. Dengan demikian, santri jangan sampai kufur nikmat, jangan salah langkah, juga jangan salah niat selama menuntut ilmu di pesantren.

Sebagai poin pemungkas, tokoh muda ahlul-bait Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo yang enggan dipanggil kiai itu kembali mengingatkan hadirin. Bahwa “Nabi saw lebih dahulu mencintai kita, sebelum adanya kecintaan kita kepada beliau”. Guna menguatkan hal ini, Ra Kayyis menyitir hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah;

أنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ أتَى المَقْبُرَةَ، فقالَ: السَّلامُ علَيْكُم دارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ، وإنَّا إنْ شاءَ اللَّهُ بكُمْ لاحِقُونَ، ودِدْتُ أنَّا قدْ رَأَيْنا إخْوانَنا قالوا: أوَلَسْنا إخْوانَكَ،  يا رَسولَ اللهِ؟ قالَ: أنتُمْ أصْحابِي وإخْوانُنا الَّذِينَ لَمْ يَأْتُوا بَعْدُ

Bahwa Rasulullah saw mendatangi perkuburan dan bersabda: “Semoga keselamatan terlimpahkah atas kalian penghuni kuburan kaum mukminin. Insya Allah, sesungguhnya kami akan bersua dengan kalian. Saya amat bahagia andai kata kita dapat melihat ikhwan kita.” Para sahabat bertanya: “Bukankah kami semua ikhwanmu, duhai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Kalian semua adalah sahabatku, sementara ikhwan kita adalah mereka yang akan datang kemudian. (Redaksi selengkapnya dapat dilihat pada kitab Shahih Muslim, no. hadis 249).

‘Ala kulli hal, kita tidak usah berdoa agar mendapat kecintaan Nabi, karena beliau sudah pasti mencintai kita semua umatnya. Akan tetapi, yang perlu kita lakukan saat ini adalah berusaha semaksimal mungkin agar dapat menjadi umat kebanggaan beliau. Salah satu caranya, yaitu dengan melestarikan ilmu yang telah beliau wariskan bagi kita. Lebih kurang demikianlah poin-poin kalam hikmahnya Ra Kayyis yang mampu penulis mafhumi dan tuliskan di sini. Wallahu a’lam bish-shawab. [HW]

Ahmad Rijalul Fikri
Santri Ma'had Aly Situbondo dan Mahasiswa Pascasarjana Universitas Ibrahimy Situbondo Jawa Timur

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini