Bahaya Penyakit Hasad

Hasad merupakan sifat iri dengki atau bisa dikatakan tidak suka melihat orang lain diberikan nikmat oleh Allah Swt. Sifat hasad merupakan salah satu sifat tercela karena sama saja senang apabila melihat orang lain menderita. Padahal Allah Swt. telah memberikan karunia dan rezeki pada setiap orang dengan kadar dan porsi yang sesuai. Orang yang memiliki sifat hasad tidak akan pernah bisa menjalani hidupnya dengan tenang karena akan selalu merasa kurang dan tidak pernah bersyukur dengan apa yang telah diberikan Allah Swt.

Karena sifat tercela itulah mengapa hasad termasuk dalam penyakit. Hasad yang dimaksud disini adalah hasad berupa jabatan, kedudukan, kemewahan, harta benda, dll. yang dimiliki oleh orang lain namun tidak dimiliki oleh dirinya sendiri. Orang yang hatinya dipenuhi dengan keirian akan selalu merasa gelisah dan bingung. Yang namanya hidup akan terus berjalan, orang yang diirikan biasanya akan semakin semangat bekerja keras dan semakin sukses, sedangkan orang yang hatinya dipenuhi sifat hasad hanya selalu meratapi hidup dengan membenci orang lain dan tidak mau berusaha untuk berubah.

Sebagai seorang manusia kita pasti pernah iri, tetapi kita tidak boleh sampai memiliki sifat hasad atau iri yang berlebihan karena akan membahayakan diri kita sendiri nantinya. Banyak contoh disekitar kita, tidak perlu mencari contoh yang jauh misalnya tetangga atau saudara kita sendiri. Ketika kita mendapatkan rezeki dan bisa membeli sesuatu yang kita inginkan, orang yang iri akan merasa sakit hati dan akhirnya timbul rasa benci pada dirinya. Biasanya orang yang hatinya dipenuhi kebencian akan melakukan segala cara agar orang yang diirikannya tersebut juga dibenci oleh orang lain.

Baca Juga:  Al-Būtī: Dosa Batin Lebih Berbahaya

Hal tersebut akan terus terjadi sampai ia menyadari bahwa itu merupakan hal yang  tidak seharusnya dilakukan dan Allah Swt. pasti adil dalam menentukan kapan datangnya rezeki untuknya karena datangnya rezeki setiap orang itu berbeda-beda. Terkandung dalam QS. Al-Isra. ayat 30 :

إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا

Artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya, Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.”

Lantas apa yang harus kita lakukan apabila timbul penyakit hasad pada hati kita? Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin cara mengobati penyakit hasad ada dua, yaitu yang pertama adalah menjauhi dari hal yang memicu hasad, melupakan (tidak perlu diingat), dan menyibukkan diri dengan hal yang lain. Yang kedua, perhatikan dan selalu ingat bahaya hasad, karena dengan memikirkan dan mempertimbangkan bahayanya sifat hasad, dia tidak akan melakukannya. Dan tidak lupa harus membiasakan semua hal itu.

Tetapi ada hasad yang diperbolehkan, yaitu hasad dalam hal ibadah atau keimanan. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

عن ابنِ مسعودٍ رضيَ اللهُ عنه قال: سمعتُ النبيِّ صلى الله عليه وسلم يقول «لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٍ آتاهُ اللهُ مالاً فَسَلَّطَهُ عَلىَ هَلَكتهِ في الحَقِّ، ورَجُلٍ آتاهُ اللهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقضِي بِهَا ويُعلِّمها»

Artinya : Dari Ibnu Mas’ud r.a, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak dibenarkan hasad kecuali dalam dua hal, yaitu terhadap seseorang yang diberi anugerah oleh Allah berupa harta lalu dia menafkahkannya di jalan yang benar dan terhadap seseorang yang diberi anugerah ilmu oleh Allah Swt. lalu dia mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain” (HR. Bukhari dan Muslim).

Baca Juga:  Penyakit itu Bernama kebodohan

Jadi dapat disimpulkan bahwa semua bentuk hasad tidak diperbolehkan kecuali hasad dijalan yang benar. Misalnya ada seseorang yang rajin shalat dan mengaji, kemudian ada orang lain yang iri melihatnya beribadah. Kemudian tumbuh di hati orang lain tersebut untuk melakukan hal serupa yaitu shalat dan mengaji, maka ini sangat diperbolehkan. Semoga kita semua dijauhkan dari hasad yang tidak baik agar selalu senantiasa bersyukur dalam segala hal. Aamiin. []

Silvia Ayu Dwi Ratnasari
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Sunan Ampel Surabaya

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini