Selain keluarga, teman adalah sosok yang begitu dibutuhkan oleh semua orang. Bahkan, tak sedikit orang yang lebih nyaman untuk mengungkapkan segala rasa kepada teman ketimbang kepada keluarga. Umumnya, hal ini disebabkan oleh hubungan setara yang terjalin dalam pertemanan.

Di hadapan teman, orang cenderung lebih bebas untuk menjadi dirinya sendiri tanpa perlu ada yang ditutup-tutupi. Karenanya, menjaga hubungan baik dengan teman adalah sebuah keharusan yang tak boleh ditawar-tawar.

Untuk itu, Imam Ghazali menetapkan tujuh (7) adab yang sebaiknya dilakukan orang terhadap temannya. Keterangan soal adab yang dimaksud tercantum dalam Majmu’ah Rasail al-Imam al-Ghazali terbitan Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, Kairo. Dalam risalah itu, Imam Ghazali menjelaskan:

“Adab berteman, yakni: menunjukkan rasa gembira ketika berjumpa, mendahului beruluk salam, bersikap ramah dan lapang dada ketika duduk bersama, turut melepas saat teman berdiri (hendak berpamitan), memperhatikan saat teman sedang berbicara serta tidak mendebat ketika sedang berbicara, menceritakan hal-hal yang baik, tidak memotong pembicaraan dan memanggil dengan nama yang ia senangi.”

Jika dieksplorasi lebih jauh, ketujuh adab di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, Menunjukkan rasa gembira ketika berjumpa: teman yang baik adalah teman yang membawa kebaikan, Karenanya, menunjukkan rasa gembira saat berjumpa menjadi tanda bahwa pertemanan yang terjalin adalah sebuah kebaikan yang layak untuk selalu dirayakan dan disyukuri. Meski terkesan sederhana, nyatanya menunjukkan rasa gembira tak bisa dilakukan oleh orang yang dihinggapi rasa benci atau bahkan anti pati. Karenanya, mari selalu tunjukkan rasa gembira tiap kali berjumpa dengan teman yang tak jarang, lebih lekat dibanding saudara.

Kedua, Tak sedikit penafsir yang menyebut kebiasaan untuk mendahului beruluk salam bermakna lebih dari sekadar bentuk penghormatan terhadap teman. Kerendahan hati untuk mendahului mengucap salam juga dimaknai sebagai upaya untuk membangun hubungan yang setara. Ketika si kaya mendahului beruluk salam kepada si miskin misalnya, ia sesungguhnya sedang merubuhkan tembok-tembok pemisah. Tak ada lagi miskin dan kaya; kita adalah teman.

Baca Juga:  Bahaya-Bahaya Ilmu Menurut Imam Al Ghazali

Ketiga, Ramah dan lapang dada bermakna selalu menghormati teman, baik ketika sedang bersama maupun tidak. Termasuk juga mudah memaafkan ketika teman melakukan kesalahan. Tak ada untungnya menyimpan dendam kepada teman. Biasakan untuk bersikap saling terbuka, sehingga tak ada curiga atau bahkan fitnah antara keduanya. Jika teman melakukan kesalahan, maafkan lalu bicarakan langkah apa yang sebaikan dilakukan. Mudah bukan?

Keempat, Ikut berdiri saat teman undur diri. Rasa gembira tak hanya harus ditunjukkan saat berjumpa, ketika teman minta diri (pamit), maka kita juga dianjurkan untuk memberi penghormatan. Beberapa ulama bahkan melakukan lebih dari sekadar berdiri; mereka turut mengantar teman hingga ke luar rumah. Bahkan tak sedikit ulama yang menunggu sang teman pergi hingga ia tak terlihat lagi sebelum masuk kembali ke dalam rumah.

Kelima, Memperhatikan teman saat sedang berbicara. Hal ini tampaknya memang mudah dilakukan, namun nyatanya tak demikian. Bahkan tak jarang, muncul keinginan untuk mendebat teman yang sedang berbicara. Sikap ini sangat tak disarankan. Alangkah baiknya untuk berbicara secara bergantian dan tetap dalam pola relasi yang setara. Anda dan teman Anda sama-sama punya hak untuk berbicara dan didengarkan. Ini tak berarti Anda harus selalu setuju dengan pendapat teman; Anda boleh mendebat pendapat teman yang Anda anggap keliru, namun lakukan itu dengan cara yang baik dan penuh kasih sayang.

Keenam, Menceritakan hal-hal yang baik. Saat sedang bersama teman, usahakan untuk sebisa mungkin membatasi dari dari menceritakan hal-hal buruk. Sebab hal ini berpotensi membuat teman merasa malu, marah dan bahkan terpuruk. Ingat saja tips sederhana ini; sambut teman dengan gembira saat berjumpa, ceritakan hal-hal baik saat sedang berbincang, lalu hormati dengan sepenuh hati saat teman undur diri.

Baca Juga:  Kritikan Akan Membuat Semakin Terkenal; Belajar dari Al-Ghazali

Ketujuh, Terakhir, tidak memotong pembicaraan dan memanggil teman dengan nama yang disukai. Beri kebebasan kepada teman untuk berbicara, tak perlu memotongnya. Jangan pula memanggil teman dengan nama-nama yang tak ia suka. Ingat, nama adalah doa. Karenanya, panggil teman baik kita dengan nama-nama yang baik pula.

Tujuh adab berteman yang dipancang Imam Ghazali di atas seyogyanya digunakan sebagai panduan dalam menjalin persahabatan. Terutama di era digital seperti sekarang, di mana informasi menyebar begitu cepat hingga sulit membedakan mana yang benar dan mana yang tidak. Itu sebabnya, berteman tak cukup dilakukan di dunia maya saja, sesekali perlu juga untuk bertatap muka demi menjaga rasa.

Khoirul Anam
Pegiat literasi damai, tinggal dan beraktivitas di Jakarta.

    Rekomendasi

    Hikmah

    Zuhud Kiai Sahal

    Di samping pakar fiqih, perilaku sehari-hari Kiai Sahal dihiasi nilai-nilai tasawuf, yakni nilai-nilai ...

    Tinggalkan Komentar

    More in Ulama